MATERI
POKOK
DISUSUN: ALFONS
ARAN
SEKOLAH TINGGI
PASTORAL
REINHA LARANTUKA
UNTUK
KALANGAN SENDIRI
2011
KATA PENGANTAR
Naskah Kuliah ini dibuat dalam rangka membantu mahasiswa
dalam Mata Kuliah PENGANTAR PASTORAL.
Dengan memahami
konsep dasar pekerjaan pastoral diharapkan dapat membentuk visi dan misi sebagai seorang pekerjaan sosial.
Mudah-mudahan catatan sederhana berupa Naskah Kuliah ini
dapat membantu kita semua dalam mewartakan Kerajaan Allah melalui karya pastoral
di tengah-tengah dunia. Untuk itu
kritik saran demi perbaikan naskah kuliah
dan terutama untuk meningkatkan karya pastoral
sangat kami
harapkan.
Dosen
Pengampu
BAB I
ARTI DAN
SIKAP-SIKAP DASAR
PEKERJAAN
PASTORAL
A. ARTI DAN DEFENISI PEKERJAAN PASTORAL
1. Defenisi Pertama
2. Defenisi Kedua
3. Defenisi ketiga
B. SIKAP-SIKAP DASAR PEKERJAAN PASTORAL
1. Pengakuan dan
penghormatan martabat manusia.
2. Kesadaran mengenai
realita
3. Kesadaran akan perubahan sosial (sosiologis modern).
4.
Kesadaran perubahan;
perubahan merupakan kegiatan manusia
5.
Kesadaran tentang efesiensi
BAB I
ARTI DAN
SIKAP-SIKAP DASAR
PEKERJAAN
PASTORAL
A. ARTI DAN DEFENISI
PEKERJAAN PASTORAL
1. Defenisi Pertama
Pekerjaan Pastoral adalah usaha mengembangkan
persekutuan hidup menurut Injil.
Artinya: suatu
pekerjaan membimbing perkembangan hidup manusia untuk mewujudkan nilai-nilai
Injili dalam persekutuan hidup (=hidup sesuai dengan nilai-nilai Injili). Atau dengan perkataan lain Pekerjaan Pastoral
adalah usaha untuk pengembangan masyarakat agar hidup selaras dengan
nilai-nilai Injili.
Bimbingan pada masyarakat ini dimaksud agar umat berkembang selaras dengan
kemajuan masyarakat = “memanusiakan manusia”.
Perkembangan yang diharapkan di sini bukan kemajuan yang diukur dengan
materiil, pembangunan besar-besaran, kenaikan pendapatan perkapita, dsb, melainkan keselarasan, kerjasama yang saling
menguntungkan antar manusia, serta kesejahteraan bersama.
2. Defenisi Kedua
Pekerjaan pastoral adalah usaha
menerjemahkan dan mewujudkan Injil dalam susunan sosial yang sesuai dengan
jaman dan tempat tertentu.
Dalam hal ini,
pekerjaan pastoral berhubungan dengan perubahan-perubahan sosial sesuai dengan
perkembang-an jaman. Lalu, apa hubungan/peranan pekerjaan pastoral dengan
perubahan sosial ?
Perubahan sosial = proses yang bersifat sosiologis yang berlangsung menurut
kaidah sosiologis, terdorong oleh kekuatan-kekuatan intern masyarakat.
Modernisasi merupakan salah satu bentuk perubahan sosial. Sejalan dengan
perkembangan jaman yang disertai dengan perubahan sosial itu, kelompok dituntut
untuk terlibat dalam perubahan itu. Kalau tidak, maka kelompok akan kehilangan
fungsinya.
Demikian halnya dengan Gereja. Ia harus berperan secara aktif dengan proses
perubahan sosial, dengan tidak lupa menerjemahkan Injil di dalamnya. Inilah
yang disebut dengan pastoral.
Beberapa jenis perubahan
yang membutuhkan penyesuaian dan sekaligus merupakan tantangan masyarakat pada umumnya :
a.
Perubahan teknis: industrialisasi, keterbelakangan
industri.
b.
Perubahan ekonomi: kapitalis, investasi, pengkreditan.
c.
Perubahan di bidang kesehatan dan perkembangan
pendudukan: kurangnya tenaga medis,
perkembangan penduduk yang sangat cepat.
d. Perubahan di bidang pendidikan: Sistem
pengajaran dan kurikulum yang lepas sehingga kurang menjawabi tuntutan
kemungkinan lapangan pekerjaan.
e.
Perubahan di bidang HAM dan keadilan: pembunuhan,
pemerasan, penindasan/ penganiayaan.
f.
Perubahan di bidang komunikasi: radio, persaingan pers
dan TV.
g.
Perubahan di bidang tingkahlaku seksual: homoseks,
lesbian, dll, yang dapat mengganggu hubungan keluarga.
h.
Perubahan ilmiah: Penerepan ilmu yang kurang dapat
diterima masyarakat pada umumnya/ajaran agama.
i.
Perubahan di bidang pekerjaan dan produktivitas:
Pengangguran, tenaga manusia diganti dengan tenaga mesin, tenaga kerja yang kurang
produktif.
j.
Perubahan budaya/kebudayaan dan cara berpikir: gap antar
agama, surutnya keterikatan kaum muda terhadap kebudayaan daerah.
Post modern adalah
pandangan atau penilaian orang terhadap perubahan-perubahan (multi perubahan)
karena dampak dari perkembangan jaman (jaman modern) lalu orang mengambil sikap
tertentu terhadap perubahan itu.
3. Defenisi ketiga
Pekerjaan pastoral adalah proses mempersatukan usaha
hirarki dan pemimpin Gereja dengan inisiatif dan kegiatan dari umat.
Dalam hal ini, usaha pastoral yaitu sebagai
‘mediator’ yang bisa menjembatani antara
program hirarki atau pemimpin Gereja dengan umat sehingga umat semakin
aktif untuk mengambil bagian dalam berbagai kegiatan yang sesuai dengan keadaan
umat. Bidang-bidang itu, misalnya; bidang sosial, budaya, dll yang menyangkut
kehidupan umat manusia pada umumnya.
B.
SIKAP-SIKAP DASAR PEKERJAAN PASTORAL
Sikap dasar dari pekerjaan pastoral adalah kesanggupan untuk ikut
membimbing sesama manusia ke jalan kebahagiaan menurut ajaran-ajaran Injil.
Beberapa sikap dasar yang perlu diperhatikan untuk perencanaan dan
pelaksanaan pastoral modern, antara lain sebagai berikut :
1. Pengakuan dan
penghormatan martabat manusia.
Ini merupakan sikap dasar dan sentral
dari segenap kebijaksanaan pastoral modern yang didasarkan pada suatu nilai
kemanusiaan yang universal yaitu “martabat manusia”.
Sikap ini mengandung penolakkan tegas dari segala
cara-cara dan kebijakan pemerintah/swasta yang bertentangan dengan martabat
manusia.
2.
Kesadaran mengenai realita dalam arti seluas-luasnya,
yang harus menjadi pangkalan dan tujuan segenap usaha.
Sikap ini mengandung penolakkan segala
bentuk romantisme murah dan palsu untuk mengaburkan dan menutup segala
kekurangan, kegagalan dan penyelewengan dalam usaha membantu sesama manusia.
Kesadaran mengenai realita berarti juga membuka mata
untuk realita sosial dan kebudayaan yang berlainan dalam masyarakat/kelompok
dalam masyarakat.
Kebijakan pastoral yang realistis bertolak dari kebutuhan
yang dirasakan, akan tetapi kebutuhan yang dirasakan belum tentu tergolong
dalam kebutuhan yang riil (nyata).
Unsur yang penting dari kesadaran tentang realitas adalah
pengetahuan tentang ‘obyek’ (orang yang dibimbing) dari segala aspek kehidupan
mereka.
3.
Kesadaran tentang proses perubahan sosial sebagai
perubahan struktural yang multidimensional dapat menuju ke arah perkembangan
yang selaras demi kesejahteraan manusia (sosiologis modern).
Struktur kelompok yaitu susunan intern
yang terdiri atas hubungan tertentu/penggolongan status para anggota yang
berkaitan dengan peran sosialnya masing-masing dan bersifat agak stabil.
Struktur ini memungkinkan kelangsungan kehidupan kelompok dan pelaksanaan
fungsinya.
Proses perubahan struktural ini adalah multi-dimensional.
Keseluruhannya mengingatkan suatu reaksi berantai yang mulai pada beberapa
tempat dan bergandengan dengan reaksi-reaksi lain yang akhirnya meliputi
seluruh struktur masyarakat.
4.
Kesadaran bahwa perkembangan yang wajar tergantung pada
auto-aktivitas manusia, baik individu maupun kolektif.
Pandangan ini sesuai dengan pengakuan
dan penghormatan martabat manusia yang bukan merupakan mahkluk yang serba
otomatis yang dapat diramalkan dan ditentukan lebih dahulu, melainkan mahkluk
dengan pikiran dan segala aktivitasnya yang dinamis dan tidak dapat diketahui
terlebih dahulu. Pikiran dan aktivitas ini dapat dibimbing karena manusia
adalah mahkluk sosial dan hidup berkelompok yang memiliki struktur dan pimpinan serta
fungsi-fungsinya.
Pastoral bertujuan menghilangkan unsur-unsur disfungsional
dari proses perubahan sosial yang struktural dan multi-dimensional guna
membimbing ke arah keselarasan demi kesejahteraan umat manusia.
5.
Kesadaran tentang efesiensi yang terwujud dalam program
yang terlaksana.
Orang dibantu untuk menjadi realistis
dan menjadi aktif. Semuanya ini harus diprogramkan dan dilaksanakan sehingga
hasilnya dapat memupuk dan memperkuat auto-aktivita umat.
BAB II
PENDEKATAN-PENDEKATAN
DAN
DIMENSI-DIMENSI DALAM PASTORAL
A.
PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PEKERJAAN PASTORAL
B.
DIMENSI-DIMENSI PEKERJAAN PASTORAL
C.
BIDANG-BIDANG PERHATIAN PENDEKATAN KOMPREHENSIF
D. CONTOH PENERAPAN
PENDEKATAN KOMPREHENSIF
BAB II
PENDEKATAN-PENDEKATAN
DAN
DIMENSI-DIMENSI DALAM PASTORAL
A. PENDEKATAN-PENDEKATAN
DALAM PEKERJAAN PASTORAL
1.
Pendekatan Sektoral
Pendekatan sektoral ini dimaksudkan pengembangan pastoral
yang ditujukan kepada satu sektor yang dipandang terpenting. Misalnya: pada
sektor katekese.
2.
Pendekatan Multi Sektoral
Pengembangan yang ditujukan kepada bermacam-macam sektor
setempat.
Misalnya: katekese, pendidikan, liturgi, keluarga, dll.
Pendekatan ini kurang koordinasi.
3.
Pendekatan Komprehensif
Pendekatan yang ditujukan kepada perkembangan dalam
keseluruhannya, dimana sedapat mungkin semua faktor yang berperan dalam pekerjaan pastoral
dipelajari, diberi perhatian, khususnya dalam hubungan satu sama lain dan dalam
dimensi yang tepat.
Pendekatan ini menunjukan minat pada keseluruhan, antar
hubungan dengan mencari dan mempelajari semua dimensi yang berperan dalam
sistem antar hubungan. Bila salah satu
dimensi diabaikan, maka keseluruhan perkembangan pastoral akan terabaikan.
Usaha pastoral adalah merubah susunan kehidupan dunia
sedemikian rupa sehingga memungkinkan masyarakat atau umat untuk menjalankan
tugas dan kewajiban demi perkembangan kemanusiaanya sesuai dengan kehendak
Allah.
B.
DIMENSI-DIMENSI PEKERJAAN PASTORAL
1.
Dimensi Sosio-religius
Dimensi ini merupakan dimensi yang
pertama. Dimensi ini dinyatakan dalam ibadat dan dalam hidup religius.
Pencerminan hidup religius terwujud dalam katekese. Sedangkan hidup beribadat
diperkembangkan dalam ekumene. Hal ini terwujud dalam kehidupan dan kerjasama
antar umat beragama.
2.
Dimensi Sosio-edukatif
Kedewasaan hidup religius tercapai
dengan baik dibutuhkan perpaduan antara kehidupan sosio-religius dan
sosio-edukatif, yang meliputi pendidikan formal dan informal.
3.
Dimensi Sosio-psikologis
Pendidikan sangat tergantung dari
faktor sosio - psikologis, lingkungan keluarga, masyarakat, dsb. Pekerjaan
pastoral akan terlaksana dengan baik dan tepat kalau memperhatikan juga
mentalitas dan dan sikap umat setempat.
Kurang adanya disiplin kerja, tidak adanya perhatian,
kekuranglincahan dalam penyesuaian cita-cita dan apatis terhadap
perubahan-perubahan sosial dan lain-lain harus diatasi dengan mengadakan
perubahan-perubahan pastoral.
4.
Dimensi Sosio-ekonomis
Perkembangan sosio-religius erat
hubungannya dengan perkembangan wilayah dalam bidang sosio-ekonomis.
5.
Dimensi Sosio-politis
Dimensi sosio-politis seperti terbukti
dalam sejarah erat hubungannya dengan kemungkinan memperkem-bangkan kemanusiaan
menuju Tuhan. Tanpa terjaminnya hak-hak asasi manusia dan tertib hukum, tidak
ada kemungkinan untuk perkembangan sosio-religius yang wajar.
6.
Dimensi Sosio-kultural atau sosio-budaya
Dalam dimensi ini,
perkembangan umat Allah dapat dirintangi bermacam-macam lembaga, aturan-aturan
serta susunan adat yang seringkali tidak menguntungkan perkembangan yang
selaras dalam masyarakat. Pada dasarnya segala kelemahan dalam struktur dasar
masyarakat dan segala kemerosotan dalam kebudayaan mempengaruhi secara mendalam
perkembangan iman umat.
7.
Dimensi Sosio-konjungtural
Yang dimaksudkan dengan dimensi ini
adalah segala pengaruh yang timbul dari situasi spesifik di sepanjang waktu
berlangsung proses perkembangan pastoral. Faktor ini seringkali kurang
diperhitungkan dalam perencanaan pekerjaan pastoral. Berhasil atau gagalnya
program-program pastoral sangat dipengaruhi oleh dimensi ini.
Keadaan Gereja dan Umat Allah pada masa tertentu
tergantung dari situasi setempat yang terjadi disebabkan oleh sejumlah
kejadian, faktor dalam hubungan yang tertentu yang harus diperhitungkan dalam
bimbingan perkembangan umat.
B. BIDANG-BIDANG
PERHATIAN
PENDEKATAN KOMPREHENSIF
1. Pastoral Bidang Panggilan dan Persaudaraan
v
Tujuan
Pastoral
1.
Umat paham, sadar dan menghayati panggilan hidupnya (bdk.
LG 40-42, Mat. 5:48, Luk. 6:36).
2.
Persaudaraan di lingkungan, paroki maupun
kelompok-kelompok kategorial terasa hangat (bdk. Kis. 2:41-47, Kis. 4:31-37).
3.
Imam dan biarawan-biarawati menjadi teladan hidup orang beriman
(bdk. OT 15-17).
4.
Panggilan khusus di seluruh keuskupan meningkat (bdk.
Mat. 9:37-38, Mat. 10:1-5, OT 2-3, VC 64).
v
Langkah-langkah
Pastoral
1.
Dalam membuat umat memahami, menyadari dan menghayati
panggilan hidupnya:
-
Memberikan pemahaman kepada umat tentang panggilan hidup,
melalui berbagai media dan kesempatan.
-
Mengajak umat dalam mengintensifkan panggilan khas kaum
awam dalam membangun tata masyarakat yang lebih baik.
-
Terus-menerus mengingatkan umat bahwa keluarga merupakan seminari
dasar tempat anak-anak secara bebas
dapat merenungkan panggilannya.
2.
Dalam menghangatkan persaudaraan di kelompok lingkungan,
paroki maupun kelompok-kelompok kategorial:
-
Memberdayakan pengurus dan aktivis lingkungan, paroki dan
kelompok kategorial melalui pelatihan, rekoleksi-retret rutin, dan dialog
dengan komisi-komisi keuskupan.
-
Membangun persaudaraan umat agar lebih guyub melalui
kegiatan persaudaraan (ziarah, arisan, rekreasi bersama, sarasehan, dll).
-
Mengadakan dan mendampingi fasilitator pembangunan
persaudaraan.
-
Melakukan kegiatan bersama dengan masyarakat sekitar.
-
Membuat sarana pastoral lebih terbuka untuk umat.
-
Mengembangkan relasi yang lebih baik antara imam dan umat
melalui kunjungan imam ke lingkungan.
-
Mengembangkan kelompok-kelompok binaan yang lebih hidup
melalui kerjasama dan koordinasi antar komisi, antar kelompok yang terkait,
baik di tingkat keuskupan, paroki maupun kelompok kategorial.
3.
Dalam menjadikan imam dan biarawan dan biarawati teladan
hidup orang beriman:
-
Mendorong keluarga-keluarga yang matang mengajak
mendampingi para imam dan biarawan-biarawati.
-
Mengajak para imam dan biarawan-biarawati lebih mengumat
dan memasyarakat.
-
Mengingatkan imam dan biarawan-biarawati untuk
mengutamakan tugas-tugas pastoral, tidak menghabiskan banyak waktu untuk
hal-hal lain, misalnya hobi dan hiburan.
-
Mendorong dan memberikan kesempatan kepada para imam dan
biarawan-biarawati mempelajari ilmu-ilmu kemasyarakatan, misalnya menajemen,
ekonomi, hukum, teknik.
4.
Dalam meningkatkan panggilan khusus di seluruh keuskupan:
-
Mengintensifkan pekan panggilan khusus.
-
Mempromosikan panggilan khusus secara teratur melalui
berbagai media dan kesempatan.
-
Mengembangkan forum kumunikasi panggilan.
2.
Pastoral Bidang Liturgi
v Tujuan Pastoral
1.
Gereja mempunyai pelayan liturgi yang memadai (bdk. SC
2).
2.
Umat menghayati doa dan memaknai liturgi.
v Langkah-langkah Pastoral
1.
Dalam mewujudkan Gereja yang mempunyai pelayan liturgi
yang memadai :
-
Mengembangkan pelayan liturgi yang semakin bermutu
melalui pembekalan, pendampingan dan pelatihan yang berkesinambungan.
-
Mengembangkan kurikulum pendidikan pelayan liturgi yang
terarah dan sistimatik.
-
Memberikan penghargaan kepada para pelayan liturgi, baik
secara material maupun non material.
-
Melakukan kaderisasi para pelayan liturgi muda demi
berkelanjutan pelayanan liturgi.
2.
Dalam mewujudkan umat yang menghayati doa dan memaknai
liturgi :
-
Mengingatkan umat membiasakan diri berdoa secara pribadi
maupun bersama dalam keluarga, termasuk berdoa secara spontan.
-
Mendidik umat agar memahami pedoman tentang liturgi yang
benar melalui media penerangan (brosur, majalah, buletin, dll), dan pembinaan/ pembekalan/pelatihan, secara terus menerus.
-
Mengembangkan ‘liturgi yang menyetuh’ melalui
inkulturasi.
3.
Pastoral Bidang Pewartaan
v
Tujuan
Pastoral
1.
Gereja mempunyai pewarta yang memadai.
2.
Umat merindukan sabda Tuhan.
3.
Umat menjadi pewarta kabar gembira keselamatan (bdk. Mat.
28:19-20, Mrk. 16;15-18, Kis. 1:8, AG 1).
v Langkah-langkah Pastoral
1.
Dalam mewujudkan Gereja yang mempunyai pewarta yang
memadai:
-
Mengembangkan pewarta yang semakin bermutu melalui
pembekalan, pendampingan dan pelatihan yang berkesinambungan.
-
Mengembangkan kurikulum pendidikan pewarta yang terarah
dan sistimatik.
-
Memberikan penghargaan kepada para pewarta, baik secara
material maupun non material.
-
Melakukan kaderisasi para pewarta muda demi keberlanjutan
pewartaan dan liturgi.
2.
Dalam mewujudkan umat yang merindukan sabda Tuhan:
-
Mengembangkan isi dan metode pewartaan yang lebih menarik
dan lebih sesuai dengan kelompok sasaran.
-
Memperhatikan pewartaan pasca-katekumenat, pasca-komuni
pertama, pasca-krisma, maupun pasca-perkawinan.
-
Menyediakan dan memanfaatkan berbagai media/ sarana (audio-visual) untuk pewartaan.
-
Memanfaatkan homili sebagai sarana utama pewartaan oleh
para imam, dengan mempersiapkan homili dengan sebaik-baiknya, dan pada
saat-saat tertentu tukar-mimbar antar paroki.
3.
Dalam menjadikan umat pewarta kabar gembira keselamatan:
-
Membangun kesadaran orangtua sebagai pendidik dan
pendamping utama iman melalui teladan kehidupan sehari-hari dalam keluarga.
-
Mengajak umat membiasakan diri membaca kitab suci secara
pribadi dan secara bersama dalam keluarga.
-
Memacu semangat umat menjadi ‘garam dan terang’,
mewartakan kabar gembira keselamatan melalui teladan di tempat kerja dan
masyarakat.
4.
Pastoral Bidang Keluarga, Anak,
Kaum Muda dan Perempuan
v
Tujuan
Pastoral
1.
Keluarga katolik beriman teguh, mandiri dan dewasa; adil,
damai dan sejahtera; sehingga keluarga menjadi contoh nyata bagi pemahaman
nilai-nilai katolisitas (bdk. FC 17-21, 42-44, 51-62).
2.
Hak-hak anak dipahami dan dilindungi (bdk. Mat. 18:6-7,
FC 26).
3.
Semakin banyak kaum muda yang memiliki mental kuat dalam
menghadapi situasi yang dinamis dan kompetitif (bdk. Mat. 10:16-33, Rom. 12:2).
4.
Kesetaraan gender semakin terwujud (Kej. 1:27, FC 22-24).
v
Langkah-langkah
Pastoral
1.
Dalam mewujudkan keluarga katolik yang beriman teguh,
mandiri dan dewasa:
-
Melakukan pembinaan iman orangtua, kaum muda dan
anak-anak.
-
Menyelenggarakan rekoleksi/retret keluarga.
-
Mendampingi keluarga-keluarga, terutama keluarga muda.
-
Mendampingi keluarga bermasalah dalam perkawinan.
-
Mendorong keluarga bergabung dalam koperasi/ credit union.
-
Mengadakan pelatihan usaha kecil untuk keluarga
pra-sejahtera.
-
Menyediakan rumah untuk orang lanjut usia yang terlantar.
2.
Dalam memahami dan melindungi hak-hak anak:
-
Menyosialisasikan Undang-undang Perlindungan Anak.
-
Menyelenggarakan berbagai kegiatan untuk anak-anak.
-
Mendukung gerakan orangtua asuh (GOTA).
3.
Dalam mewujudkan kaum muda yang memiliki mental kuat:
-
Keuskupan menyediakan fasilitator/pekerja purnawaktu yang
profesional mendampingi kaum muda.
-
Guru, dosen dan tenaga pendidik lain menjadi teladan dan
pendampingan kaum muda.
-
Menyelenggarakan seminar pendidikan seks.
-
Mendorong pemanfaatan teknologi informasi bagi kaum muda
dengan dukungan fasilitas yang memadai.
-
Menggalakan/mengoptimalkan pelayanan komunikasi sosial untuk kaum muda melalui media yang
tersedia.
-
Mendirikan pusat kaderisasi untuk kaum muda.
-
Melakukan kaderisasi berkesinambungan.
-
Mendorong keterlibatan kaum muda dalam bidang sosial
masyarakat.
4.
Dalam mewujudkan kesetaraan gender:
-
Mengadakan penyuluhan/sosialisasi kesetaraan gender di
kelompok teritorial dan kategorial.
-
Mensosialisasikan UU Anti Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
-
Mendorong perempuan untuk aktif berorganisasi.
-
Mendampingi buruh perempuan.
-
Mendorong dan mendampingi perempuan dalam usaha mandiri.
5.
Pastoral Bidang Pendidikan
v
Tujuan
Pastoral
1.
Para siswa dan mahasiswa menemukan bakat dan dinamika
pertumbuhannya sehingga berkembang menjadi manusia seutuhnya (bdk. GE 5-6).
2.
Orangtua bertanggungjawab atas pendidikan anak-anak (KHK
1055; FC 38-40).
3.
Guru menjadi pendidik yang kreatif dan inspiratif.
4.
Penyelenggara dan pengelola lembaga pendidikan katolik
terus mengembangkan kepemimpinan dan manajemen yang semakin bermutu.
5.
sekolah dan perguruan tinggi katolik menjadi komunitas
akademik yang beriman yang mencerminkan tata kehidupan bersama yang semakin
bersaudara, adil dan bermartabat (bdk. GE 8).
v
Langkah-langkah
Pastoral
1.
Dalam mewujudkan para siswa dan mahasiswa menjadi manusia
seutuhnya
-
Menyadari bahwa pendidikan dimaksudkan untuk membentuk
pribadi-pribadi yang besar, berbakat tinggi, mampu mengambil tempat dan
berperan serta dalam masyarakat secara bertanggungjawab sebagai warga dewasa,
mampu melihat dan menghayati seluruhnya dengan cakrawala tujuan akhir hidupnya
untuk bersatu dengan Allah.
-
Menjadikan keluarga, sekolah, paroki dan
kelompok-kelompok kategorial sebagai lingkungan yang kondusif bagi perkembangan
siswa dan mahasiswa.
-
Memberikan pendampingan kepada siswa katolik yang belajar
di sekolah negeri dan sekolah swasta non-katolik.
2.
Dalam mewujudkan orangtua yang bertanggungjawab atas
pendidikan anak:
-
Terus-menerus mengingatkan melalui berbagai kesempatan dan media bahwa
orangtualah yang pertama-tama dan terutama bertanggungjawab terhadap pendidikan
anak-anak.
-
Menyadari bahwa orangtua tidak dapat menyerahkan
tanggungjawab pendidikan anak kepada siapapun.
-
Mengembangkan kelompok-kelompok orangtua peduli
pendidikan.
3.
Dalam mewujudkan guru sebagai pendidik yang kreatif dan
inspiratif:
-
Memanfaatkan media pendidikan secara maksimal, seperti
national geography, world wild life, jejak petualangan, gapura, dll.
-
Menyelenggarakan program penyegaran kemampuan guru.
-
Menyelenggarakan rekoleksi dan retret untuk para guru.
-
Mengupayakan peningkatan kesejahteraan guru.
4.
Dalam mewujudkan penyelenggara dan pengelola lembaga
pendidikan katolik terus mengembangkan kepemimpinan dan manajemen yang semakin
bermutu:
-
Memberi berbagai masukan konstruktif kepada para
penyelenggara dan pengelola lembaga pendidikan katolik.
-
Meyelenggarakan sarasehan-sarasehan antar penyelenggara
dan pengelola pendidikan dalam Majelis Pendidikan Katolik (MPK).
-
Menyelenggarakan seminar atau diskusi tentang
kepemimpinan dan manjemen pendidikan.
-
Membnangun hubungan dengan pemerintah dan DPR(D),
khususnya yang terkait dengan pendidikan.
5.
Dalam mewujudkan sekolah dan perguruan tinggi katolik
sebagai komunitas iman:
-
Membentuk komisi pendidikan keuskupan.
-
Mengakomodasi dan menyinergikan kepentingan siswa,
orangtua, guru, penyelenggara dan pengelola lembaga pendidikan katolik, dan
paroki/keuskupan.
-
Menumbuhkembangkan kelompok-kelompok peduli pendidikan
dan menjalin jaringan mitra pendidikan: forum guru, orangtua, peduli
pendidikan, peyandang dana, litbang, LBH, dll.
6.
Pastoral Bidang Ekonomi
v
Tujuan
Pastoral
1.
Angka pengangguran menurun (bdk. Kej. 2:5-6, 2Tes.
3:7-15).
2.
Usahawan/wati baru bermunculan (bdk. Mat. 25:14-31).
3.
Petani dan nelayan semakin berdaya (bdk. Kej. 2:5-6, Mat.
11:1-6, MM 122-149).
4.
Kesejahteraan keluarga/kaum miskin meningkat 9bdk. RN.
28, 35, 47).
5.
Hubungan antara pengusaha dan buruh terjaga harmonis (bdk. QA 81-87, LE
12).
6.
Koperasi berkembang.
7.
pemerintah dan lembaga-lembaga memberikan dukungan dalam
mengembangkan sosio-ekonomi masyarakat (bdk. RN 37-38, CA 48).
v
Langkah-langkah
Pastoral
1.
Dalam menurunkan angka pengangguran:
-
Menyediakan pelatihan dan pendampingan untuk meningkatkan
kompetensi (sikap mental, pengetahuan, kemapuan).
-
Mengumpulkan data-data (situasi, keinginan dan kebutuhan,
dll) untuk menyusun pelatihan, dan relevan.
-
Membentuk Unit Pelayanan/Pemberdayaan Ketenagakerjaan
(UPK) di tiap paroki.
-
Meningkatkan kinerja kerja UPK yang sudah ada.
-
Memberi pendidikan dan keterampilan kepada orang jalanan
agar mau mengembangkan profesi lain.
-
Mengembangkan kerjasama antara Lembaga Bantuan Mencari
Kerja (LBMK) dengan UPK Paroki untuk: membantu mencari kerja, menyelenggarakan
pelatihan dan pendampingan, memberi akses informasi, menyalurkan tenaga kerja
ke luar negeri.
2.
Dalam memunculkan usahawan/wati baru :
-
Mendidik anak menghargai pekerjaan, melalui contoh/teladan
dan memberi keterampilan kewirausahawaan dalam keluarga.
-
Mendukung anak yang hendak menjadi wirausahawan/wati.
-
Mendorong lembaga pendidikan mempersiapkan lulusannya untuk siap bekerja dan/atau siap
menjadi wirausahawan/wati.
-
Mengupayakan kerjasama antara lembaga ketenagakerjaan
dengan lembaga keuangan formal/non formal dalam mendukung penciptaan usaha
baru.
3.
Dalam mewujudkan petani dan nelayan yang semakin berdaya
:
-
Mengembangkan pertanian organik karena harga lebih stabil
dan kualitas produk lebih baik.
-
Memberikan pelatihan dan pendampingan petani organik.
-
Mendorong atau membatu pengembangan paguyuban petani
organik.
-
Membantu pemasaran produk pertanian organik.
-
Membangun konsumen produk pertanian organik.
-
Mengupayakan dukungan pemerintah, berupa sarana dan pra
sarana, terhadap petani organik.
-
Mengembangkan kerjasama antara petani organik dengan
koperasi untuk penanganan pasca-panen.
4.
Dalam meningkatkan pendapatan keluarga/kaum miskin :
Membantu mencari peluang-peluang baru untuk meningkatkan pendapatan kaum
miskin.
5.
Dalam mewujudkan hubungan antara pengusaha dan buruh yang
terjaga harmonis :
-
Mengembangkan komunikasi dialogis antara pengusaha dan
buruh.
-
Meningkatkan kesadaran buruh akan produktivitas dan
tanggungjawab kerja.
-
Meningkatkan pendapatan buruh dan mengupayakan sebagaian
kepemilikan perusahan bagi buruh yang berprestasi.
6.
Dalam memberdayakan Koperasi :
-
Mengembangkan koperasi di beberapa komunitas yang ada di
masyarakat.
-
Memperkenalkan koperasi kepada kelompok-kelompok
masyarakat.
-
Membangun jaringan antara koperasi dengan lembaga lain.
-
Memberi pelatihan pada koperasi yang ada agar lebih
profesional.
-
Mendorong pembentukan dan pengembangan koperasi yang
sehat di paroki.
-
Mendorong pembentukan dan pengembangan koperasi yang
sehat di paroki.
7.
Dalam mengupayakan dukungan dari pemerintah/ lembaga-lembaga untuk mengembangkan sosial-ekonomi
masyarakat:
-
Mengupayakan dukungan dan pengakuan dari pemerintah bagi
para pribadi/organisasi yang mampu mengembangkan sosial-ekonomi masyarakat
luas.
-
Memberi penghargaan terhadap upaya penciptaan usaha yang
berprestasi oleh pemerintah/lembaga.
7.
Pastoral Bidang Kesehatan
v
Tujuan
Pastoral
1.
Tingkat kesehatan masyarakat naik, terutama: jumlah warga
kurang gizi berkurang; angka kematian ibu hamil dan balita serta penderita TBC
berkurang; masyarakat mempunyai kebiasaan hidup sehat; faktor pengaruh stres
menurun.
2.
Besar biaya kesehatan semakin dapat diatasai masyarakat,
sehingga semakin banyak keluarga/kaum miskin memperoleh akses kesehetan.
3.
Pelayanan kesehatan berkembang dan bermutu.
v Langkah-langkah Pastoral
1.
Dalam menaikan tingkat kesehatan masyarakat:
-
Mengadakan penyuluhan kesehatan berkaitan dengan :gizi,
cara hidup sehat, rokok, miras, pola makan, gaya hidup dan lingkungan sehat,
sanitasi dasar dan penyakit tentang TBC, pencegahan HIV dan AIDS.
-
Menyelenggarakan program pemberian makanan
tambahan (PMT) kepada mereka yang membutuhkan secara berkesinambungan dan
terevaluasi, bekerjasdama dengan pos pelayanan terpadu (posyandu).
-
Turut menganggulangi TBC, bekerjasama dengan institusi
kesehatan pemerintah dan Perdakhi.
-
Mendorong gerakan anti-narkoba, anti-rokok, anti-minuman
keras, bekerjasama dengan Lembaga Rehabilitasi Penanggulangan Narkoba.
-
Menurunkan aborsi melalui sosialisasi dan pemanfaatan
lembaga pro-life.
-
Mengusahakan apotik hidup sebagai upaya pemeliharaan
kesehatan alternatif.
2.
Dalam mengupayakan agar besa biaya kesehatan dapat
semakin ditasai masyarakat:
-
Mensosialisasikan program Jaminan Peliharaan Kesehatan
Masyarakat (JPKM) dan pengembangan solidaritas masyarakat dalam pembiayaan
kesehatan.
-
Menyelenggarakan kotak dana untuk membantu masyarakat
kurang mampu membayar iuran anggota JPKM.
-
Melakukan kerjasam dengan institusi kesehatan dalam
menaggulangi biaya kesehatan.
3.
Dalam mengembangkan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan:
-
Memberikan pelayanan kesehatan secara profesional yang
disertai dengan penyuluhan.
-
Memberikan pelayanan kesehatan yang berkesinambungan
-
Membentuk jaringan kerjasama antar-balai pengobatan agar
pelayanan lebih efektif dan pengembangan balai pengobatan melalui keanggoatan
perdakhi.
-
Membina spiritualitas petugas kesehatan katolik oleh
rohaniwan.
8.
Pastoral Bidang Komunikasi Sosial
v
Tujuan
Pastoral
1.
Pribadi-pribadi semakin mampu mencari, menyeleksi,
mengolah dan mewartakan informasi dalam terang iman (bdk. IM 4-5.90)
2.
Keluarga berkomunikasi, berbudaya komunikasi dan
berpendidikan komunikasi.
3.
Pengurus lingkungan, dewan pastoral paroki, pengurus
kelompok kategorial, komisi keuskupan, dewan-dewan keuskupan, dan para
pelayanan gereja berkomunikasi
4.
Komunikasi umat dengan masyarakat meningkat.
v
Langkah-langkah
Pastoral
1.
Dalam mewujudkan pribadi-pribadi yang semakin mampu
mencari, menyeleksi, mengolah dan mewartakan informasi dalam terang iman (bdk.
IM 4-5,9).
-
Menyemangati para imam, biarawan-biarawati dan para pemimpin
jemaat sebagai pribadi-paribadi yang menjadi model komunikasi bagi umat.
-
Menyelenggarakan berbagai upaya untuk meningkatkan
pemahaman akan komunikasi sosial.
-
Mengadakan program komprehensif dan berkesinambungan
dalam komunikasi sosial untuk pembinaan umat agar m,enjadi komunikator sejati
dalam keluarga dan masyarakat.
2.
Dalam mewujudkan keluarga berkomunikasi, berbudaya
komunikasi dan berpendidikan komunikasi.
-
Mendidik anak bagaimana berkomunikasi dengan baik dalam
kehidupan sehari-hari.
-
Mengembangkan keterbukaan dan kesaling-percayaan di anatara
anggota keluarga.
-
Mendorong setiap anggota keluarga untuk mau dan siap
berkomunikasi.
-
Mendidik anak bagimana menggunakan berbagai media
informasi dan komunikasi secara tepat guna dan bermanfaat.
-
Belajar selektif dan kristis menerima berbagai informasi
dari media cetak maupun elektronik.
3.
Dalam mewujudkan Pengurus lingkungan, dewan pastoral
paroki, pengurus kelompok kategorial, komisi keuskupan, dewan-dewan keuskupan,
dan para pelayanan gereja berkomunikasi :
-
Mendorong para pengurus lingkungan, dewan pastoral
paroki, pengurus kelompok kategorial, komisi keuskupan, dan dewan keuskupan
untuk sungguh memahami dan melaksanakan karya pastoral yang komunikatif.
-
Mengajak semua paroki, kelompok kategorial serta
keuskupan menggunakanm dan memanfaatkan semua jenis media komunikasi bagi karya
pewartaan demi keselamatan manusia.
-
Menyelenggarakan kesempatan secara berkala dan
berkelanjutan dimana para linmgkungan, dewan pastortal paroki, pengrus kelompok
kategorial, komisi keuskupan dan dewan keuskupan dapat saling komunikasi.
4.
Dalam mewujudkan umat yang berkomunikasi dengan
masyarakat:
-
Mengembangkan prakarsa-prakarsa untuk berkomunikasi
dengan gereja lain, pemeluk agama dan kepercayaan lain, masyarakat umum dan
pemerintah.
-
Menggunakan seluruh sarana komunikasi yang ada guna
meningkatkan komunikasi dengan gereeja lain, pemeluk agama dan kepercayaan
lain, masyarakat umum dan pemerintah.
9.
Pastoral Bidang Lingkungan Hidup
v
Tujuan
Pastoral
1.
Umat semakin sadar akan lingkungan hidup (SRS 34: CA
37-38)
2.
Pelayanan kategorial untuk lingkungan hidup semakin
berkembang
3.
Umat berpartisipasi
dalam gerakan lingkungan hidup
v
Langkah-langkah
Pastoral
1.
Dalam menyadarkan umat akan lingkungan hidup:
-
mendorong agar topik/tema lingkungan hidup masuk dalam
program pendidikan formal maupun non formal.
-
Mengangkat lingkungan hidup dalam liturgi dan pewartaan.
-
Mendukung dan menyelenggarakan berbagai kegiatan
pendidikan lingkungan hidup, melalui sarasehan, diskusi, rekoleksi, retret,
seminar, dan lain-lain.
-
Mengajak umat menghemat air dan energi, membatasi
penggunaan bahan-bahan polutif dan menggunakan bahan-bahan organik (hayati)
yang ramah lingkungan dan dapat didaur ulang.
2.
Dalam mengembangkan pelayanan kategorial lingkungan
hidup:
-
Mengembangkan ke sararan
teologis mengenai lingkungan hidup.
-
Mempersiapkan pakar dan aktivis di bidang lingkungan
hidup.
-
Membentuk semacam tim pelayanan kategorial lingkungan
hidup, bila perlu jaringan mitra lingkungan hidup.
3.
Dalam mendorong umat berpartisipasi dalam gerakan lingkungan
hidup:
-
Terlibat dalam gerakan lingkungan hidup yang ada di
wilayah sekitar.
-
Menumbuhkembangkan kelompok-kelompok peduli lingkungan
hidup dan membangun jaringan mitra lingkungan hidup.
10. Pastoral Bidang Politik
v
Tujuan
Pastoral
1.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang
berlandaskan Pancasila terus tegak (UUD 1945, pasal 1)
2.
Politik bermoral dan masyarakat berhati nurani (bdk. GS
16, 74; Kat 2242; EV 70, NP KWI 2003, 15-17.8)
3.
Masyarakat hidup rukun dan damai pada tingkat akar rumput
(bdk Mat. 5:23-26)
4.
Umat sadar akan indentitasnya sebagai warga negara dan
sebagai warga gereja (bdk. Mat. 5:13-16; LG 40-42; GS 76; AA 9-10)
v
Langkah-langkah
Pastoral
1.
Dalam mewujudkan NKRI yang berlandaskan Pancasila terus
tegak :
-
Menentang segala upaya yang ingin mengubah Pancasila dan
NKRI dan Pembukaan UUD 1945, dengan aktif berwacana di media massa (media cetak
dan elektronik) dan melakukan pendekatan terhadap DPR/DPRD.
-
Meninjau kembali pengajaran Sejarah dan Pancasila di
sekolah-sekolah dengan cara menerbitkan dan/atau mendukung penerbitan buku-ajar
Sejarah dan Pancasila yang berisi nilai-nilai religiositas, kemanusiaan,
moralitas, hak asasi manusia, kebersamaan, kebangsaan, pluralistis, demokrasi
dan keadilan sosial.
-
Menjalin kerjasama dengan berbagai institusi dan semua
orang yang berhendak baik, baik secara formal maupun informal, untuk mendukung
Pancasila sebagai perekat/ pemersatu bangsa.
-
Memantau pelaksanaan berbagai peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan otonomi daerah demi mewujudkan
kesejahteraan daerah dalam bingkai NKRI.
2.
Dalam mewujudkan politik bermoral dan masyarakat berhati
nurani:
-
Menyelenggarakan berbagai sarasehan, diskusi dan gladi
untuk membangun kesadaran sosial-politik umat katolik, dengan bekerjasama
dengan ormas-ormas katolik dan/atau melalui berbagai wadah yang sesuai.
-
Meningkatkan peran Komisi Kerasulan Awam dan Hubungan
Antar Agama dan Kepercayaan untuk mendukung upaya membangun politik bermoral
dan masyarakat berhati nurani.
-
Membudayakan hidup jujur dan bertanggungjawab terutama
dalam pekerjaan masing-masing, dan turut serta berpartisipasi aktif dalam
masyarakat.
3.
Dalam mewujudkan masyarakat hidup rukun dan damai pada
tingkat akar rumput:
-
Menjalin
hubungan/kerjasama dengan seluruh lapisan masyarakat dan golongan masuyarakat
demi kesejahteraan bangsa.
-
Mengembangkan prakarsa (menjadi pelopor) kerjasama dengan
seluruh lapisan dan golongan masyarakat.
-
Meningkatkan kegiatan dialog, terurtama dialog kehidupan
dan karya di tingkat akar rumput.
-
Mendorong peran-serta masyarakat untuk memperkuat masyarakat
warga (civi society) dalam menciptakan kerukunan dan kesejahrteraan umum (bonum
commune).
4.
Dalam mewujudkan umat sadar akan indentitasnya sebagai
warga negara dan sebagai warga gereja:
-
Terus menerus menggugah kesadaran umat akan panggilannya
sebagai saksi (menjadi garam, ragi dan terang dunia) di tengah masyarakat.
-
Mendorong pembentukan lembaga advokasi hukum dan lembaga
swadaya masyarakat yang peduli pada persoalan politik lokal.
-
Terus-menurus menggugah kesadaran umat akan hak dan
kewajibannya sebagai warga negara.
-
Membina umat katolik agar menjadi insan yang andal dalam
pekerjaannya masing-masing, termasuk mendorong terbentuknya wadah-wadah bagi
kaum profesional katolik.
D. CONTOH PENERAPAN
PENDEKATAN KOMPREHENSIF
1. Hidup religius
Masalah : Kekurangan hidup berdoa secara pribadi
dan ketergantungan terhadap rumus-rumus.
Thema : Kristus mengajar kita berdoa
Latihan : Dengan membimbing umat ke arah
renungan dan kedewasaan rohani dan penghayatan terhadap Kitab Suci/membaca
Kitab Suci secara pribadi.
2. Askese (mati
raga)
Segi positif dari askese adalah melatih diri mengamalkan
kebajikan-kebajikan ilahi. Askese adalah permulaan jalan menuju kesempurnaan melalui
tiga tahap yaitu : pembersihan, penerangan dan penyatuan.
Masalah
: Kebutuhan dan kehausan akan hidup rohani yang mendalam dalam diri manusia
dewasa ini, khususnya kaum muda.
Thema : Pergaulan dengan Kristus
Latihan : Dengan memberikan santapan rohani,
rekoleksi, retret dan renungan harian untuk memperdalam hidup rohani dan
membimbing umat ke arah renungan dan kedewasaan rohani.
3. Liturgi
Masalah :
Bagaimana umat secara aktif berpartisipasi dalam ibadat/liturgi ?
Thema : Ibadat
Latihan : Memberikan pekan liturgi yang didalamnya
diberikan pemahaman tentang liturgi secara menyeluruh.
4. Panggilan
Pangggilan yang dimaksudkan di sini adalah panggilan
hidup sebagai biarawan/ti atau sebagai imam projo.
Masalah
: Krisis panggilan imamat di Gereja dewasa ini
Thema : Jabatan di Gereja
Latihan : Menyelenggarakan bulan promosi panggilan
dengan melibatkan umat, mengadakan bimbingan panggilan imamat, meningkatkan
hidup religius dan panggilan kaum awam.
5. Pengrasulan
Masalah
: Minimnya partisipasi umat dalam tugas hirarki dan dalam tugas umat Allah
terhadap dunia
Thema : Hidup keluarga Kristus (Gereja dan
dunia)
Latihan : Membentuk organisasi pengrasulan,
seperti: Legio Maria, KKS, dll.
6. Katekese
Masalah
: Bagaimana membimbing umat untuk
pewartaan dalam tata dunia sekarang ?
Thema : Warta gembira/amanat Kristus
Latihan : Bimbingan perkembangan iman, baik
bimbingan iman individu, maupun mengadakan bimbingan perkembangan iman Gereja
dan dunia. Mengadakan pekan katekese untuk katekis atau guru-guru agama.
7. Ekumene
(ekumenisme)
Ekumene adalah suatu usaha yang dilakukan oleh
Gereja-gereja (Protestan, ortodoks, katolik) untuk membangun persatuan nyata .
Masalah : Hidup bersama dan bekerjasama antar agama
Thema : Kerinduan akan perkembangan karya
penyelamatan Allah khususnya di Indonesia
Latihan : Dengan menyelenggarakan dialog antar agama
dengan mengundang tokoh masing-masing agama. Dialog yang dibangun bukan saling
menjatuhkan/mencari kelemahan tetapi untuk saling mengerti dan memahami
perbedaan.
8. Pedagogi
kepribadian
Masalah : Hubungan antara hidup moral dengan
pembentukan pribadi
Thema : Pembentukam diri (penguatan diri)
Latihan : Dengan menyelenggarakan hari atau
pekan pembentukan diri, dengan mengundang orang yang mampu di bidang itu.
9. Keluarga dan
perkawinan
Masalah : Bertambahnya problem perkawinan keluarga dan
pendidikan di dalam keluarga
Thema : Perkawinan dan keluarga kristen
Latihan : Dengan memberikan kursus perkawinan,
penerangan seksual, perkawinan kristen, KB, pendidikan anak, dll.
10. Media komunikasi
Masalah : Ekspresi bebas dan autentis masa sekarang,
penghayatan realitas modern dengan dijiwai warta gembira.
Thema : Kebenaran
Latihan : Membimbing umat dalam mempergunakan dunia
publikasi dan dalam mempergunakan media komunikasi. Mengadakan pekan pers,
latihan persiapan siaran radio, dll.
11. Kebudayaan,
pendidikan dan pengajaran
Dalam bidang inipun banyak timbul masalah yang membutuhkan pemecahan.
Masalah : Pendidikan dan pengajaran kurang berarti.
Jurang antara materi pelajaran yang diberikan di sekolah dengan tuntutan
lapangan. Krisis moral
Thema : Kebudayaan, pendidikan dan pengajaran
Latihan : Dengan membimbing guru dalam tugasnya
sebagai pendidik kristen. Mengadakan pekan pendidikan dan pekan kebudayaan.
Membantu umat untuk menciptakan hubugan antara agama dengan kebudayaan.
12. Keadilan Sosial
Masalah : Bagaimana menciptakan masyarakat Indonesia yang berkeadilan sosial
Thema : Nilai tenaga manusia dan barang duniawi
Latihan : Membentuk organisasi sosial dan serikat
kerja, memberikan penyuluhan kepada umat tentang keadilan sosial dan cara kerja
yang bertanggungjwab.
13. Moral jabatan
dan Vocational Guidance
Masalah
: Arti jabatan dan tanggungjawab jabatan untuk uamt kristen
Thema : Jabatan
Latihan : Memberikan seminar, pendidikan khusus
tentang moral jabatan untuk semua profesi, bimbingan kepada umat supaya dapat
menerapkan moral kristiani dalam fungsinya/jabatan masing-masing.
14. Pekerjaan
Masalah : Bagaimana hidup manusia dalam masyarakat
yang agraris atau industrial ?
Thema : Pekerjaan
Latihan :
Mengadakan bimbingan kepada umat terutama dalam masa peralihan dari
masyarakat agraris ke industrial. Bimbingan terhadap penyesuaian dalam
lingkungan hidup dan kerja modern.
15. Pengembangan
masyarakat
Masalah
: Kekurangan kemajuan masyarakat (under development)
Thema : Kesejahteraan umat
Latihan : Penyuluhan tentang teknik dan metode
pengembangan masyarakat. Mengadakan pekan pengintegrasian usaha kristen
(sekolah, rumah sakit, dll) dalam masyarakat.
Yang paling penting diperhatikan oleh seorang agen
pastoral adalah bahwa ia bekerja bukan secara pribadi tetapi dalam satu tim
kerja/kerjasama dengan orang lain yang lebih kompeten dalam bidangnya
masing-masing.
BAB III
TENAGA-TENAGA PASTORAL
A.
UMAT DASAR
1.
Tugas Sekulir
2.
Tugas Subsidier
B.
UMAT INTI
1.
Komunitas Dasar
2.
Karya Pelayanan
C.
UMAT BERJABATAN
1.
Pemimpin Formal
2.
Melayani Penerimaan Sakramen-Sakramen
3.
Sebagai Penjiwa
4.
Penggali Potensi/Katalisator
5.
Pembentuk Dan Pelatih
6.
Koordinator
BAB III
TENAGA-TENAGA
PASTORAL
Berdasarkan sakramen Babtis dan dikuatkan oleh pengurapan Roh
Kudus, maka tugas pastoral merupakan tugas semua umat. Berdasarkan kedudukan di
dalam Gereja, umat Allah dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu: Umat
Dasar, Umat Inti dan Umat Berjabatan.
A. UMAT DASAR
Orang Katolik yang tidak termasuk status tahbisan dan juga
bukan biarawan/biarawati. Kelompok ini sering disebut juga dengan kaum awam. Dalam Pastoral Umat, tugas
umat dasar ialah:
1. Tugas Sekulir
Tugas pokok Umat Dasar terletak pada kedudukannya di dalam
masyarakat. Ciri khas dan keistimewaan dari kaum awam adalah sikap sekulirnya
(bdk Lumen Gentium). Maka berdasarkan kedudukan dan panggilannya tugas mereka
adalah mencari kerajaan Allah dengan mengurus barang-barang yang fana dan
mengaturnya menurut kehendak Allah. Hidup
mereka di dunia artinya, di tengah-tengah keanekaragaman tugas dan
pekerjaan serta dalam keadaan biasa, hidup dalam keluarga dan masyarakat.
Mereka dipanggil untuk memberikan sumbangan berdasarkan kedudukannya demi
pengudusan dunia.
Tugas-tugas itu dapat dirinci sebagai berikut:
-
Menghidupkan dan melangsungkan komunitas kristiani dalam
bentuk yang sesuai dengan kebutuhan tempat dan jaman. Hal ini bisa dibuat
dengan membentuk kelompok-kelompok doa, misalnya, Legio Maria, Kharismatik,
dsb. Juga membentuk keluarga sebagai komunias kristiani.
-
Mengembangkan kharisma yang dimiliki. Semua umat diberikan
anugerah-anugerah dari Tuhan, maka sudah seharusnya potensi-potensi itu
dikembangkan untuk membangunan masyarakat dan dunia seutuhnya.
-
Melaksanakan dan mewujudkan pelayanan kristiani.
-
Membawa kehidupan kristiani dalam profesinya sendiri dan
melalui profesinya ke dalam perjalanan dunia. Kekhususan umat dasar adalah
mereka hidup dalam profesi tertentu dan bahwa mereka membawa ke-Katolikan ke
dalam profesi itu.
2. Tugas Subsidier
Secara sekunder dan subsidier, umat dasar dapat menjalankan
sesuatu yang diperlukan karena kekurangan tenaga dalam jabatan Gereja. Umat
dasar dapat diikutsertakan dalam tugas-tugas umat berjabatan sejauh keadaan
memungkinkan. Dalam hal ini perlu ada pembagian tugas dan pelimpahan wewenang
sehingga dalam pelaksanaan tidak terjadi pertentangan.
B. UMAT INTI
Mereka adalah umat Allah yang termasuk dalam status
biarawan/wati. Dalam KHK mereka disebut dengan golongan Hidup Bakti (suster,
bruder, frater dan anggota institut sekulir, dsb). Dari mereka ini mungkin ada
yang berjabatan, tetapi kebanyakan mereka adalah inti dari umat Allah. Dalam
pastoral tidak terlalu dipersoalkan istilah yuridis (hukum) apakah mereka awam
ataukah bukan awam. Kendatipun dalam perspektif yuridis teologis mereka
tergolong umat dasar.
Umat inti adalah umat yang menjadi tanda dari dalam, yang dapat mewujudkan pengaruhnya yang bukan
untuk memimpin tetapi lebih kepada tenaga penggerak dari dalam. Ada dua cara
yang hidup mereka yang dapat mempengaruhi atau menggerakkan umat dan masyarakat
pada umumnya yaitu melalui hidup berkomunitas dan melalui karya pelayanan
mereka.
1. Komunitas Dasar
Hidup berkomunitas merupakan ciri khas umat inti. Bentuk dan
cara hidup berdasarkan nasehat-nasehat Injil yang dihayati dan dihidupi baik
secara pribadi maupun dalam kebersamaan sebagai komunitas menjadi suri teladan
umat dan masyarakat sekitarnya. Biasanya mereka melaksanakan karya pelayanan
dalam suatu wilayah atau daerah tertentu sesuai dengan keadaan dan kebutuhan
masyarakat sekitarnya.
2. Karya Pelayanan
Pelayanan yang dilaksanakan umat inti pada umumnya bersifat
‘tanpa bayar’ atau kerja dengan tidak menuntut gaji. Motivasi mereka adalah
semata-mata untuk memenuhi kebutuhan umat Allah dan demi Kerejaan Allah. Bidang
pelayanan mereka itu seperti; bidang kesehatan, pendidikan, panti asuhan dll. Prioritas
pelayanan mereka adalah kaum miskin. Maka dalam pelayanan selain dengan terbuka
melayani orang-orang miskin yang datang kepada mereka, juga hendaknya mereka
“mencari” orang miskin, orang marginal yang berada di sekitarnya dan menolong
mereka.
Sehubungan dengan bidang pelayanan ini, umat inti
bertugas sebagai:
- Acceptor
Berdasarkan terang Injil dan relasi yang mendalam dengan
Kristus, mereka diharapkan mampu menangkap dan menghayati permasalahan yang ada
di dunia dan masyarakat dalam terang iman kristiani. Dengan perkataan lain,
mereka tidak ‘ikut arus’ dalam perkembangan jaman.
- Transmissor
Cara mereka yang khas ini memungkinkan mereka untuk dengan
mudah menemukan kekayaan-kekayaan rohani atau
warisan Gereja melalui: doa,
meditasi, renungan Injil, dll. Mereka diharapkan membawa kekayaan atau warisan
Gereja ini kepada umat sesuai dengan
situasi dan daya tangkap umat.
- Stabilisator
Dengan kaul-kaul yang mereka ikrarkan membuat mereka cukup
dipercaya di mata masyarakat. Karena itu, mereka seringkali dipercayakan karya
pastoral yang lebih bersifat tetap. Mereka dianggap bisa menjamin kestabilan
usaha-usaha Gereja terhadap masyarakat.
-
Katalisator
Mereka menjadi pendorong
yang dapat memotivasi sehingga umat dasar semakin bersemangat,
digairahkan kembali untuk melaksanakan pekerjaan atau dalam melaksanakan karya
pastoral atau bentuk-bentuk karya lainnya.
C. UMAT BERJABATAN
Mereka adalah bagian dari umat Allah yang mendapat kedudukan
sebagai pemimpin umat karena tahbisan. Misalnya, imam-imam. Mereka termasuk dalam
hirarki gereja: Paus – uskup - imam - diakon. Tugas-tugas mereka sebagai
berikut:
1. Pemimpin Formal
Kalau Gereja dipahami sebagai suatu lembaga; institusi;
organisasi yang memiliki pemimpin dan umat/rakyat, maka mereka adalah
penanggungjawab institusional Gereja. Misalnya menjadi kepala/pemimpin umat di
tingkat paroki.
2. Melayani Penerimaan
Sakramen-Sakramen
Berdasarkan tahbisan
yang diterimanya, maka mereka disebut imam,
dan dengan sendirinya karena fungsinya sebagai gembala atau pemimpin (pastor) mereka mempunyai tugas sakramental.
Inilah dua fungsi formal umat berjabatan. Prinsip penyertaan, maksudnya bahwa
setiap anggota terlibat dalam kegiatan Gereja karena terdorong oleh imannya,
bukan karena paksaan atau aturan dan bukan pula karana ada perintah dari atas.
Gereja bersifat otonom dari dalam, artinya otonom dari pribadi masing-masing
anggota. Umat berjabatan berfungsi sebagai penggali
dan pewarta sabda dan sanggup membawanya
kepada umat dasar.
3. Sebagai Penjiwa
Umat berjabatan hendaknya menjadi penjiwa bagi umat yang dipimpinya sehingga mereka dapat menjalankan
tugas-tugasnya secara ikhlas hati dan bersemangat. Untuk ia hendaknya ia
menjadi animator, yang dapat memberi kepercayaan kepada umat untuk menjalankan
tugasnya demi pengembangan Gereja.
4. Penggali Potensi/Katalisator
Umat berjabatan perlu mencari jalan untuk menggali potensi di
dalam umat supaya mereka dapat menjalankan tugasnya. Mereka adalah motivator
dan katalisator yang dapat membantu komunitas kristiani untuk semakin
berkembang.
5. Pembentuk Dan Pelatih
Ia mampu memberdayakan umat untuk berkembang sedemikian rupa,
dan mampu juga bersama umat untuk terus memperkembangkan dan mempertahankan
kemajuan-kemajuan yang sudah diperoleh dalam suatu komunias kristiani.
6. Koordinator
Tim pastoral bisa
mendelegasikan dan mengkoordoinir tugas-tugas yang dipercayakan kepada para
fungsionari (katekis, pengurus lingkungan, dll) baik yang ada di tingkat paroki
maupun di tingkat lingkungan/wilayah. Ia menjadi penjiwa dari satu tim kerja.
***)
BAB III
KEBUTUHAN
AKAN LATIHAN PASTORAL
A. SYARAT-SYARAT PEKERJA PASTORAL
1. Memiliki Semangat
2. Penghormatan Terhadap Umat
3. Memiliki Keterampilan Khusus
4. Memiliki Kecakapan Teknis
5. Mahir Dalam Teknologi Sosial
B.
BENTUK-BENTUK LATIHAN
1. Case Study (studi kasus)
BAB III
KEBUTUHAN
AKAN LATIHAN PASTORAL
Latihan-latihan
pastoral yang telah diuraikan di atas, dalam pelaksanaan bukanlah dikemas dalam
bentuk kuliah, melainkan berupa latihan-latihan praktis, dan tahap demi
tahap. Secara umum fase-fase/langkah
pastoral dijalankan dalam 10 langkah. Masing-masing langkah latihan memiliki
tujuan/ciri tertentu, kendatipun seringkali beberapa langkah harus dihubungkan
bahkan disatukan sesuai dengan situasi. Kesepuluh langkah dalam latihan
pastoral dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Motivasi
2. Penggambaran Situasi
3. Feasibility Study
4. Penyusunan Program
5. Acara Latihan
6. Proyek Teladan
7. Community
Organization
8. Pelaksanaan dan
Pemeliharaan
9. Evaluasi
Penekanan dari
latihan dalam pelaksanaan langkah-langkah tersebut terletak pada pengetrapannya
dalam praktek oleh pekerja pastoral di paroki-paroki. Para pembimbing harus
membimbing segenap proses latihan langkah demi langkah. Mereka berperan untuk : mendukung, mengarahkan, meneliti dan
menilai proses-proses yang terjadi
A. SYARAT-SYARAT PEKERJA PASTORAL
Menjadi seorang
pekerja pastoral harus memenuhi sejumlah syarat yang dipandang layak.
Syarat-syarat itu
seperti :
1. Memiliki semangat
Pekerja pastoral hendaknya memegang
prinsip bahwa segala sesuatu bersifat dinamis, artinya terus ‘berubah’ seiring
dengan berkembang jaman, tidak terpaku di tempat saja. Untuk itu hendaknya
pula, ia beradaptasi dengan perubahan-perubahan tersebut dan juga dengan
situasi daerah pastoralnya dengan tidak melupakan nilai-nilai Injili.
Konsekuensi dalam karya pastoralnya adalah terdapat
adanya kemungkinan untuk merancang cara/pendekatan pastoral yang baru bahkan
bisa saja jenis karya yang baru pula sehingga sungguh sesuai dengan keadaan
umat setempat. Ia juga dituntut untuk memiliki sikap empaty dengan keadaan umat
yang dilayaninya.
2. Maksud baik dan
penghormatan terhadap umat
Pekerja pastoral, bukanlah hidup
seorang diri tetapi ia hidup di tengah-tengah umat beriman/masyarakat pada
umumnya. Untuk itu hendaknya ia memiliki maksud-maksud baik untuk bersama-sama
dengan umat mengembangkan hidup mereka sesuai dengan situasi mereka menuju
kegembiraan dan kesejahteraan bersama. Ia juga hendaknya memiliki sikap hormat
terhadap mereka, artinya menghargai dan menerima apa adanya serta bersama
mereka menggalakkan karya-karya pastoral.
3. Memiliki
keterampilan khusus dan pengetahuan khas
Pada dasarnya pekerja pastoral bertugas
membantu umat agar mereka lebih berkembang dalam imannya. Untuk sampai pada
tujuan ini, maka ia hendaknya memiliki keterampilan-keterampilan dan
pengetahuan yang memadai.
Selain itu, ia juga hendaknya mengetahui
adat-istiadat/kebudayaan setempat, misalnya: pola hidup bersama, kepercayaan,
sistim otoritas, hubungan antar kelompok/individu, dsb.
4. Memiliki
kecakapan teknis dalam beberapa bidang
Pekerja pastoral harus mempunyai
kecakapan teknis di beberapa bidang. Ia harus dapat membantu orang-orang untuk
memahami masalah-masalah mereka sendiri dan cara menyimpulkannya. Ia harus tahu
dan memahami fakta-fakta yang harus diajarkan kepada umat agar mereka memahami
dan dapat mengatasi kesulitan-kesulitan mereka yang terpenting.
5. Mahir dalam
teknologi sosial
Pekerja pastoral juga dituntut untuk
menguasai teknologi sosial, sosiologi, psikologi sosial dan antropologi budaya
dan ilmu-ilmu sosial lainnya. Dengan menguasai bidang-bidang tersebut, akan
mempermudah pekerjaan pastoral, dan terutama demi keberhasilan karya pastoral.
Syarat-syarat pekerja pastoral di atas memang amat
penting. Kendatipun demikian, keberhasilan pekerjaan pastoral bukan semata-mata
karena syarat-syarat di atas sudah dimiliki oleh seorang pekerja pastoral,
tetapi juga oleh program/kebijakan atasan Gereja; hirarki Gereja. Dengan
demikian, dalam pelaksanaa karya pastoral hendaknya juga mengikuti program dari
para hirarki.
B.
BENTUK-BENTUK LATIHAN
Sebenarnya ada
banyak bentuk latihan yang dapat dipakai. Di bawah ini hanya disampaikan dua
bentuk latihan sebagai contoh, yaitu :
1. Case study (studi
kasus)
Studi kasus atau care study dipahami
sebagai suatu cara untuk menganalisa suatu masalah. Masalah itu dianalisa untuk
menemukan faktor-faktor yang menyebabkan atau mempengaruhi kegagalan serta
upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi atau menghindari atau
memperkecil resiko kegagalan. Melalui latihan ini diharapkan agar dapat
membantu orang untuk mampu melihat masalah secara benar, menganalisa secara
kritis dan mengambil jalan keluar secara bijaksana.
Langkah-langkah studi kasus :
a. Menentukan masalah
yang akan didiskusikan. Masalah itu sebaiknya diambil dari masalah kehidupan
sehari-hari.
b. Penjelasan
seperlunya tentang cara kerja atau diskusi
c. Pembagian kelompok
(@ klp. : 5-10 orang), jika pesertanya banyak
d. Pengajuan masalah
e. Diskusi dalam
kelompok kecil
f.
Pleno hasil diskusi kelompok pada forum
g. Penyimpulan dan
penegasan serta penjelasan tentang kasus tersebut
h. Penutup
2. Role playing
Role playing adalah suatu cara untuk
memecahkan suatu masalah dengan sarana mengajukan suatu ceritera kehidupan
sehari-hari. Ceritera itu diperagakan oleh kelompok/tim. Setelah peragaan atau
pementasan dibutuhkan tanggapan dari anggota/pemain, termasuk penonton. Metode ini pertama-tama dikembangkan di
Amerika Serikat.
Langkah-langkah permainannya adalah:
a. Menentukan masalah
Pokok-pokok permasalahan digambarkanlah dalam situasi
tertentu yang akan diperankan sehingga peserta betul-betul mengetahui dan
memahami betul permasalahan-nya. Untuk
itu pokok masalahnya ini dapat ditulis.
b. Memilih para pelaku
Jumlah para pemain tergantung pada permasalahannya. Para
pemain tidak diajarkan tentang apa yang harus dibuat ataupun kata-kata apa yang
harus diucapkan (seperti drama), tetapi pemain hanya diajarkan sikap-sikap yang
perlu dan tujuan yang akan dicapai.
c. Permainan dimulai
Berdasarkan penjelasan itu, permainan dimulai. Setiap
pemain berusaha memberikan reaksi yang sesuai dengan permasalahan yang dibahas.
Pada saat yang dipandang tepat, pembimbing dapat menghentikan permainan dan
kemudian mengajak peserta untuk mendiskusikan apa yang telah diperankan itu.
Apakah sudah berperan dengan baik artinya bisa memperjelas masalah atau justru
mempersulit masalah semula.
d. Pelaku mensharing peran yang sudah dimainkannya
Pelaku diberi kesempatan untuk sharing atau menjelaskan
tentang peran yang dimainkannya itu sesuai dengan pemikirannya atau tidak. Hal
ini dapat dicocokkan dengan pemain yang lain. Tiap pemain dapat mensharingkan
manfaat dari peran mereka masing-masing.
e. Anggota kelompok menyampaikan saran-sarannya
Apendix
PETUNJUK
DIDAKTIS LATIHAN INTENSIF
DENGAN
TEKNIK MASALAH
1. Persiapan
Tahap persiapan ini
meliputi :
·
Pembagian bahan
·
Analisa bahan
·
Membandingkan bahan yang dianalisa dengan pengalaman. Hal
ini bisa dilakukan dengan cara: memberikan kertas kerja (working papers) untuk
dipelajari dan dianalisa peserta. Waktu untuk menganalisa tergantung dari
tingkat pendidikan peserta. Makin tinggi tingkat pendidikan peserta, makin
singkat waktu yang digunakan dan sebaliknya makin rendah tingkat pendidikan
maka waktu yang digunakan makin banyak/lama.
2. Kelompok peserta
dikumpulkan dan diberi keterangan singkat
Bagian ini meliputi
:
·
Penjelasan singkat tentang bahan yang akan disajikan
·
Bahan-bahan yang penting dicacat di kertas flap atau ditulis di papan tulis
·
Penjelasan istilah-istilah yang dirasa sulit
·
Menitikberatkan hal yang meminta perhatian khusus
3. Penyusunan
masalah
a. Menentukan masalah
Peserta diminta melihat masalah yang berhubungan dengan
pokok yang dibicarakan, yang menurut pengalaman mereka paling penting, paling
mendesak pemecahannya dan membutuhkan perhatian khusus.
b. Uraian masalah
Masalah diuraikan ke dalam bentuk kejadian konkret, kalau
dapat dari pengalaman sendiri
c. Perumusan masalah
dalam bentuk pertanyaan
Jika peserta sendiri sudah mempunyai gagasan mengenai
pemecahannya supaya hal itu dikemukakan dalam bentuk masalah secara singkat.
4. Diskusi kelompok
Diskusi kelompok meliputi :
a. Penyusunan skema
diskusi berdasarkan masalah yang diajukan
·
Peserta mengajukan masalah dan pendamping mengumpulkannya.
·
Cara mengumpulkannya yaitu dengan menulis di papan tulis
atau kerta flap.
·
Masalah ditulis secara sistimatis.
·
Setelah masalah terkumpul, peserta dibagi dalam kelompok
untuk mendiskusikannya.
·
Pembagian kelompok bisa memakai cara dengan mengikuti
permasalah yang diajukan oleh masing-masing peserta.
b. Pembicaraan dan
musyawarah dalam kelompok diskusi
Yang harus
diperhatikan dalam diskusi adalah :
·
Formasi duduk dan suasana. Aspek ini diciptakan sedemikian rupa sehingga
peserta merasa leluasa
·
Seorang sebagai ketua kelompok/pimpinan diskusi
·
Seorang menjadi penulis
·
Pada akhir diskusi; hasilnya dirumuskan sebaik mungkin.
Permusan ini hendaknya melibatkan semua anggota kelompok, tidak hanya beberapa
orang saja.
c. Pengumpulan draf
rumusan
·
Draf rumusan dari tiap kelompok diplenokan.
·
Pendamping dan peserta lain boleh menanggapi. Kalau
perumusan sudah diterima oleh pleno, maka tidak usah diberi banyak komentar
lagi.
·
Bila rumusan belum jelas maka dapat diberi komentar
tambahan yang sesuai dengan masalahnya dan tujuan yang mau dicapai.
d. Penyusunan
rumusan tetap
·
Berdasarkan masukan berupa komentar dan usul-saran dalam
pleno.
·
Kelompok memperbaiki yaitu merumuskan kembali
rumusan-rumusan yang belum lengkap.
·
Hasil rumusan tetap ini hendaknya dsatukan/ dikumpulkan dan dibagikan kepada setiap peserta.
5. Latihan antar
peserta
Hal-hal
yang perlu diperhatikan :
a.
Penentuan skema latihan dengan bagian-bagiannya
Latihan merupakan suatu proses dari
kegiatan, maka bagian-bagian harus diperhatian dan dilatih tersendiri.
b.
Pelaksanaan latihan secara bergilir
Dalam pelaksaan latihan ini hendaknya
diperhatikan agar semua peserta mendapat giliran. Untuk itu hendaknya pembagian
kelompok tidak terlalu besar.
c.
Evaluasi kelompok
Pada akhir bagian tertentu supaya diadakan
koreksi dengan semangat persaudaraan dan bersifat terbuka dan jujur (secara
obyektif)
6. Latihan dengan
permainan peranan
Latihan peranan dimulai dengan :
a.
Penentuan masalah: yaitu masalah yang sudah dipilih. Masalah yang dipilih itu
merupakan masalah yang pokok, atau masalah yang banyak berhubungan dengan
masalah yang lain, atau masalah yang menarik perhatian banyak orang.
b.
Penyajian masalah: Penyajian masalah disajikan dalam bentuk bermain peran,
dengan cara :
Audio-visual dengan memakai slide yang
berisi permainan peran yang sudah direkam lebih dahulu atau dengan cara laian
yang sesuai situaasi.
Contoh pendamping. Pendamping memberikan
contoh konkret tentang permainan peran.
Permainan peran didramatisasikan oleh
peserta sendiri
c. Dalam
latihan ini, pertama-tama peserta diminta untuk mengemukakan masalahnya. Tahap
kedua; masalah ini divisualisasikan dengan kata-kata dan gerak-gerik.
7. Kerja lapangan
dalam situasi yang telah disiapkan
Setelah menyelesaikan proses latihan
role playing ini, kelompok dihantar kepada situasi lapangan.
a. Persiapan situasi
hidup yang mencerminkan kebutuhan praktek nyata yang diatur sedemikian rupa
sehingga pembentukan teknik yang telah dipersiapkan dapat dipraktekkan.
b. Persiapan
lapangan ini dibuat oleh pendamping, dan sedapat mungkin ada
supervisi/kunjungan dari pendamping.
Kalau tidak mungkin, maka peserta diminta membuat laporan tertulis
setelah menyelesaikan praktek lapangan.
8. Tutorial
Bimbingan ini
diberikan kepada peserta:
a. Usaha perbaikan
kalau ada kekurangan dalam latihan, baik segi teknis maupun dalam teoritis.
b. Diberikan latihan
ekstra, jika ada kekurangan
c. Diberikan secara
formil sesudah mereka kembali dari latihan lapangan
9. Pembicaraan dan
evaluasi kerja lapangan
Hal-hal yang harus
dibuat setelah praktek :
a.
Mengemukakan kesulitan dalam kerja lapangan yang
berhubungan dengan pelaksanaan teknis
b.
Pendamping memberikan solusi pemecahan kesulitan
Peserta juga dapat memberikan pendapatnya
10. Kerja lapangan
yang sesungguhnya
a.
Persiapan akhir. Setelah menyelesaikan latihan, peserta
diberi latihan konkret dan menyeluruh supaya apa yang sudah diperoleh selama
latihan dapat dikuasai secara maksimal
b.
Pelaksanaan. Setelah semua pesiapan sudah dibuat maka
peserta diminta untuk praktek di lapangan yang sesungguhnya. Sesudahnya peserta
membuat laporan secara tertulis dan sistimatis berdasarkan skema yang
diberikan.
c.
Mempertanggungjawabkan laporan praktek lapangan. Hal ini
dapat dibuat baik secara lisan dengan melakukan kunjungan dan juga secara
tertulis.
LATIHAN SURVEY
PASTORAL
A. STRUKTUR PAROKI
- Nama : Paroki, Dekenat, Keuskupan
- Letak dan luasnya (batas-batas administratif)
- Pembagian paroki dalam
wilayah/stasi dan jumlah umat
- Pembagian wilayah/stasi dalam
lingkungan/basis dan jumlah penduduknya
- Jumlah umat secara keseluruhan
B. SEJARAH PERKEMBANGAN PAROKI
C. PERSONALIA
1.
Full time :
Siapa saja (misl.
Pastor, frater TOP, sekretaris, koster, pegawai, dll), jumlah, usia, pendidikan
terakhir.
2.
Part time :
Siapa saja (misl.
Anggota DPP, ketua-ketua wilayah/stasi, lingkungan/basis, dsb), jumlah, usia,
pendidikan terakhir.
2.
Dewan Paroki, wilayah/stasi, lingkungan/basis berfungsi
baik ?
Faktor mana saja
yang menunjang dan faktor mana saja yang menghambat ?
3.
Guru-guru, peranannya ……… menunjang ?
Bagaimana usaha
peningkatannya ?
4.
Bagaimana perbandingan tenaga Pastoral dengan jumlah umat
?
a. Apakah umat dapat
dijangkau seluruhnya dari segi luasnya paroki dan pola huni?
b. Dari segi alat
transportasi
c. Dari segi susunan
penduduk
d. Dari segi struktur
sosial
D. KETERLIBATAN UMAT DALAM FUNGSI GEREJA
1. Religiositas
a.
Luasnya kepercayaan tradisional dan bagaimana penjelasan
historisnya ?
b.
Bagaimana usaha untuk mengatasi pola hidup ganda ?
c.
Apakah pengaruhnya atas orientasi umat terhadap
sakramen-sakramen ?
d.
Nilai-nilai kepercayaan tradisional umat mana yang harus
dimurnikan, diluhurkan dan disempurnakan ?
2. Partisipasi Umat
dalam Gereja
a.
Apakah konsep umat tentang partisipasi awam dalam Gereja
dan perutusannya ?
b.
Manakah bentuk-bentuk partisipasi awam, luas dan
dampaknya ?
c.
Bagaimana perbandingan antara partisipasi pria dan wanita
?
d.
Berdasarkan pengamatan Anda/pendapat umat, apakah arti
agama bagi umat ?
3. Keterlibatan dalam
fungsi-fungsi liturgi dan perutusan Gereja
a.
Apakah umat aktif atau pasif ?
b.
Seberapa jauh keterlibatan uma ? (komentator, pemimpin
ibadat, lektor, dirigen, pewarta, dsb )
c.
Bagaimana dengan persiapan? Usaha pendampingan ?
d.
Sebagai petugas pastoral ; fasilitator KKS, pembina, dsb
?
e.
Bagaimana dengan persiapan mereka ?
f.
Sarana dan fasilitas memadai ? (buku doa, nyanyian,
busana liturgi, dll)
g.
Apakah umat memahami liturgi dan simbol-simbolnya ?
h.
Apakah ada usaha-usaha untuk itu ?
E. KEUANGAN PAROKI/PASTORAN
1.
Kekayaan uang Paroki/Pastoran
·
Pos untuk Mudika: ( apakah ada, dari mana, cukup/kurang, dll)
·
Untuk Gereja/pastoran: ( cukup … ?)
·
Untuk pastoran : (dari mana …., cukup, dll ? )
·
Pos Sosial: (dari
mana , untuk apa saja ? … dll)
·
Pos misdinar:
(dari mana, cukup … ?),
dsb
2. Pendapatan Gereja/Pastoran
*
Kolekte Mingu : (berapa kali misa, rata
-rata per minggu? dll)
*
Persembahan sukarela : (dari siapa saja, .. ?
*
Lain-lain : (dalam bentuk apa saja ?
F. PELAYANAN SAKRAMEN/TALI
1. Sakramen Ekaristi
a. Mingguan : berapa kali , rata-rata umat yang hadir
b. Harian: bagaimana
itu dijalankan per minggu, rata-rata umat yang hadir, dsb)
c. Basis/gabungan:
bagaiaman itu dijalankan?
2.
Sakramen Tobat
Bagaimana dijalankan, berapa kali, umat
yang hadir, anak-anak….
Bagaimana dengan kehadiran umat, … dll
3.
Sakramen babtis
Bagaimana hal itu
dijalankan, berapa kali dalam setahun, jumlah per tahun dll.
4.
Komuni Pertama
Bagaimana hal itu dijalankan, berapa
kali dalam setahun, jumlah per tahun
dll.
5.
Sakramen Krisma
Bagaimana hal itu
dijalankan, berapa kali dalam setahun, jumlah per tahun dll.
6.
KPP/perkawian
Bagaimana hal itu dijalankan, berapa kali dalam setahun,
jumlah per tahun dll.
G. PELAYANAN SOSIAL (Misl. Kursus-kursus, kunjungan, dsb)
-
Jenis pelayanan
apa saja
-
Siapa yang memberikan
-
Peserta, kelompok sasaran
-
Berapa kali
-
Tanggapan umat, bagaimana .. ?, dll.
H.
PEMBINAAN UMAT (Misl. Kunjungan umat,
konsultasi pribadi, pendalaman iman baik kelompok kategorial maupun komunitas
basis, dsb)
-
Jenis pelayanan Pembinaan
-
Siapa yang memberikan
-
Peserta, berapa kali
-
Tanggapan umat,
bagaimana… ?, dll.
I.
KADERISASI (Misl. Pertemuan Mudika, Pertemuan Dewan Inti/Pleno paroki,
pertemuan Katekis, dsb)
-
Jenis kaderisasi dan bagaimana dilaksanakan
-
Bidang kaderisasi
-
Siapa yang memberikan
-
Peserta
-
Berapa kali
-
Antusias peserta, bagaimana ?, dll
K. GOLONGAN YANG
BERKEPENTINGAN DAN HARAPAN MEREKA
(Bagian ini dapat
ditanyakan kepada tokoh umat/masyarakat atau siapa saja tentang usaha apa saja
yang dapat dilaksanakan untuk pemberdayaan kehidupan umat) :
Golongan yang
berkepentingan itu, misalnya:
a.
Pastor paroki (Tim Pastoral)
b.
Dewan Paroki (dewan inti)
c.
Ketua-ketua Bidang :
d.
Bidang Liturgi
o Bidang Pewartaan
o Ketua Lingkungan
o Umat lingkungan
o Umat Muda/Mudika,
dsb
Tanyakan bidang
usaha pokok apa saja yang menurut mereka sangat penting dan segera
dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Janssen
CM. (1993). Pengantar Pekerjaan Pastoral.
IPI Malang : Malang .
2.
Janssen CM. (1994). Pastoral Umat. IPI Malang : Malang .
3.
B.S.
Mardiatmadja. (1987). Beriman dengan
Tanggap. Kanisius: Jogyakarta.
4.
Konsili
Vatikan II. Gaudium Et Spes. Dokpen
KWI; Jakarta .
5.
Mgr.
Darius Nggawa, SVD. Pedoman Menyelami
Paroki. Manuskrip