Jumat, 02 Desember 2011

Katekese Audio Visual


PENDAHULUAN

            John Killinger, profesor homiletik berpendapat:  “Dunia telah berubah menjadi desa dunia. Kita hidup dengan televisi, video tape, alat perekam, komputer, kamera, proyektor, mesin cetak, mesin fotocopy – segala perpanjangan mekanis dari diri  manusia. Lebih dari yang lain …. alat-alat ini telah mengubah zaman dimana kita hidup.”  
Pewartaan adalah kegiatan komunikasi. menurut Black Jay dan Frederick Whitney, komunikasi merupakan proses dimana masing-masing individu terlibat dalam tukar menukar makna.  Komunikasi tidak hanya terdiri dari pernyampaian pesan secara verbal, langsung dan dengan maksud tertentu, melainkan juga semua proses dimana orang saling mempengaruhi satu sama lain. Proses komunikasi itu dapat melalui media audio visual, baik group media maupun mass media. 
Pierre Babin OMI, ahli katekese audio-visual menegaskan bahwa televisi lebih mengutamakan bahasa simbolis daripada bahasa konseptual. Bahasa simbolis adalah bahasa yang menggoda, menggetarkan emosi sebelum akhirnya ia berfungsi menerangkan. Bahasa simbolis menggerakkan bukan hanya roh, tetapi juga hati dan tubuh kita. Bahasa simbolis adalah bahasa yang penuh resonansi, ritme, cerita, imaginasi, sugesti dan koneksi. Bahasa itu berbeda dengan bahasa konseptual sebagai bentuk bahasa yang menyediakan representasi mental yang baku, terbatas, abstrak atas realitas.
            Menurut Babin, televisi bekerja dengan prinsip symbolic way.  Televisi menggunakan imaginasi,  gambar, intuisi, cerita, nyanyian, dan pengalaman-pengalaman yang di-share-kan. Pewartaan iman, menurut Babin, bisa dijalankan dengan dua cara, yaitu katekese (instruksional) dan symbolic way.
Dalam zaman ini, bila kita ingin mengadakan pewartaan iman atau pendalaman iman bagi generasi yang dipengaruhi bahasa televisi, kita harus menggunakan bahasa simbolis. Alasannya, bahasa jenis ini mempunyai pendekatan yang penuh gambar, imaginasi dan cerita. Tujuan utamanya bukan pemahaman intelektual, tetapi keterlibatan hati dan pertobatan.  Iman di zaman sekarang harus ditemukan dalam kesadaran akan pentingnya mata, atau interioritas pribadi manusia. Hanya iman yang dibangun di atas interioritas pribadi akan bertahan dan berkembang.
Penyebaran makna bukanlah sekedar pengiriman atau penerimaan informasi, melainkan hasil dari kegiatan menerima dan memberi melalui interaksi sosial. Dengan demikian pewartaan iman sebagai proses komunikasi merupakan kegiatan mengelola pesan (keselamatan) dengan tujuan menciptakan makna (imani).