PENDAHULUAN
John Killinger, profesor homiletik berpendapat: “Dunia telah berubah menjadi desa dunia. Kita hidup dengan televisi, video tape, alat perekam, komputer, kamera, proyektor, mesin cetak, mesin fotocopy – segala perpanjangan mekanis dari diri manusia. Lebih dari yang lain …. alat-alat ini telah mengubah zaman dimana kita hidup.”
Pewartaan adalah kegiatan komunikasi. menurut Black Jay dan Frederick Whitney, komunikasi
merupakan proses dimana masing-masing individu terlibat dalam tukar menukar
makna. Komunikasi
tidak hanya terdiri dari pernyampaian pesan secara verbal, langsung dan dengan
maksud tertentu, melainkan juga semua proses dimana orang saling mempengaruhi satu sama lain. Proses komunikasi itu dapat
melalui media audio visual, baik group media maupun mass media.
Pierre Babin OMI, ahli katekese audio-visual menegaskan bahwa
televisi lebih mengutamakan bahasa simbolis daripada bahasa konseptual. Bahasa
simbolis adalah bahasa yang menggoda,
menggetarkan emosi sebelum akhirnya ia berfungsi menerangkan. Bahasa
simbolis menggerakkan bukan hanya roh, tetapi juga hati dan tubuh kita. Bahasa
simbolis adalah bahasa yang penuh resonansi, ritme, cerita, imaginasi, sugesti
dan koneksi. Bahasa itu berbeda dengan bahasa konseptual sebagai bentuk bahasa
yang menyediakan representasi mental yang baku, terbatas, abstrak atas
realitas.
Menurut
Babin, televisi bekerja dengan prinsip symbolic
way. Televisi menggunakan imaginasi,
gambar, intuisi,
cerita, nyanyian, dan pengalaman-pengalaman yang di-share-kan. Pewartaan iman,
menurut Babin, bisa dijalankan dengan dua cara, yaitu katekese (instruksional)
dan symbolic way.
Dalam zaman ini,
bila kita ingin mengadakan pewartaan iman atau pendalaman iman bagi generasi
yang dipengaruhi bahasa televisi, kita harus menggunakan bahasa simbolis.
Alasannya, bahasa jenis ini mempunyai pendekatan yang penuh gambar, imaginasi
dan cerita. Tujuan utamanya bukan pemahaman intelektual, tetapi keterlibatan
hati dan pertobatan. Iman di zaman
sekarang harus ditemukan dalam kesadaran akan pentingnya mata, atau
interioritas pribadi manusia. Hanya iman yang dibangun di atas interioritas
pribadi akan bertahan dan berkembang.
Penyebaran
makna bukanlah sekedar pengiriman atau penerimaan informasi, melainkan hasil
dari kegiatan menerima dan memberi melalui interaksi sosial. Dengan demikian
pewartaan iman sebagai proses komunikasi merupakan kegiatan mengelola pesan
(keselamatan) dengan tujuan menciptakan makna (imani).