Rabu, 16 September 2015

Dasar-Dasar Pendidikan

                                               

 Kata Pengantar

Naskah Kuliah “Dasar-Dasar Kependidikan” ini merupakan landasan umum dan praksis dalam rangka menjalankan tugas panggilan sebagai pendidik di sekolah. Namun demikian naskah ini tidak berarti lebih membahas ketentuan teknik operasional berkenaan dengan tugas sebagai pendidik dan pengajar di sekolah, melainkan memuat prinsip-prinsip umum namun mendasar mengenai tugas kependidikan dan keguruan.
Adapun tujuan perkuliahan ini adalah agar mahasiswa memahami prinsip-prinsip dasar kependidikan  serta mampu menjabarkannya dalam tugas panggilannya sebagai guru di sekolah.
Naskah kuliah ini dimaksud sebagai bahan belajar yang sekurang-kurangnya perlu dipahami oleh mahasiswa  dalam rangka mengikuti studi di lembaga pendidikan ini, dan juga sebagai bekal dalam tugas perutusan selanjutnya.




BAB I
KONSEP DASAR PENDIDIKAN
1.    PENGERTIAN PENDIDIKAN

1. Arti Pendidikan (Etimologi)
Pendidikan berasal dari kata pedagogi (paedagogie, Bahasa Latin) yang berarti pendidikan dan kata pedagogia (paedagogik) yang berarti ilmu pendidikan yang berasal dari bahasa Yunani. Pedagogia terdiri dari dua kata yaitu ‘Paedos’ (anak) dan ‘Agoge’ yang berarti saya membimbing, memimpin anak.
Sedangkan paedagogos ialah seorang pelayan atau bujang (pemuda) pada zaman Yunani Kuno yang pekerjaannya mengantar dan menjemput anak-anak (siswa) ke dan dari sekolah. Perkataan paedagogos yang semula berkonotasi rendah (pelayan, pembantu) ini, kemudian sekarang dipakai untuk nama pekerjaan yang mulia yakni paedagoog (pendidik atau ahli didik atau guru). Dari sudut pandang ini pendidikan dapat diartikan sebagai kegiatan seseorang dalam membimbing dan memimpin anak menuju ke pertumbuhan dan perkembangan secara optimal agar dapat berdiri sendiri dan bertanggung jawab.
Pendidikan berkaitan erat dengan segala sesuatu yang bertalian dengan perkembangan manusia mulai perkembangan fisik, kesehatan keterampilan, pikiran, perasaan, kemauan, sosial, sampai kepada perkembangan Iman. Perkembangan ini mengacu kepada membuat manusia menjadi lebih sempurna, membuat manusia meningkatkan hidupnya dan kehidupan alamiah menjadi berbudaya dan bermoral.
Dalam pengertian yang luas pendidikan itu menyangkut seluruh pengalaman. Namun faktanya bahwa tidak semua pengalaman dapat dikatakan pendidikan. Mencuri, mencopet, korupsi dan membolos misalnya, bagi orang yang pernah melakukannya tentunya memiliki sejumlah pengalaman, tetapi pengalaman itu tidak dapat dikatakan pendidikan. Karena pendidikan itu memiliki tujuan yang mulia, baik di hadapan manusia maupun di hadapan Tuhan.
2. Pengertian Pendidikan
Banyak rumusan pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya:
a.   John Dewey
Pendidikan merupakan suatu proses pembentukan kecakapan mendasar secara intelektual dan emosional sesama manusia.
b.   J. J. Rouseau
Pendidikan merupakan pemberian bekal kepada kita apa yang tidak kita butuhkan pada masa kanak-kanak, akan tetapi kita butuhkan pada saat dewasa.

c.   M. J. Langeveld
Pendidikan merupakan setiap usaha yang dilakukan untuk mempengaruhi dan membimbing anak ke arah kedewasaan, agar anak cekatan melaksanakan tugas hidupnya sendiri.
Menurut Langeveld pendidikan hanya berlangsung dalam suasana pergaulan antara orang yang sudah dewasa (atau yang diciptakan orang dewasa seperti: sekolah, buku model dan sebagainya) dengan orang yang belum dewasa yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan.
d.  John S. Brubacher
Pendidikan merupakan proses timbal balik dari tiap individu manusia dalam rangka penyesuaian dirinya dengan alam, dengan teman dan dengan alam semesta.
e.  Mortimer J. Adler
Pendidikan adalah proses dimana semua kemampuan manusia (bakat dan kemampuan yang diperoleh) yang dapat dipengaruhi oleh pembiasaan, disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik melalui sarana yang secara artistik dibuat dan dipakai oleh siapa pun untuk membantu orang lain atau dirinya sendiri mencapai tujuan yang ditetapkan, yaitu kebiasaan yang baik.
f.    Prof. Dr. S. Brojonegoro
Brojonegoro menyimpulkan pendidikan dari beberapa pengertian pendidikan, antara lain : 
  • Paedagogiek (teori pendidikan) dari kata pais yang berarti anak dan agogos yang berarti penuntun. Pendidikan berarti ilmu menuntun anak.-            Opvoeding (Belanda), artinya membesarkan anak dengan memberi makan (arti jasmaniah), tindakan itu akhirnya dikenakan juga pada pertumbuhan rohani/kepribadian anak.
  • Panggulawentah (Jawa), artinya mengolah, mengubah jiwa, mematangkan perasaan, pikiran, kemauan, watak; mengubah kepribadian anak.
  • Educare (Romawi), yang artinya mengeluarkan dan menuntun. Tindakan untuk merealisasikan innerijk aanleg atau potensi anak yang dibawa sejak lahir. Educare berarti membangunkan kekuatan  terpendam atau mengaktif/kekuatan potensi yang dimiliki.
Pendidikan adalah tuntunan kepada manusia yang belum dewasa untuk menyiapkan mereka agar dapat memenuhi sendiri tugasnya hidupnya. Atau Pendididikan adalah tuntutan kepada pertumbuhan manusia mulai lahir sampai terciptanya kedewasaan, dalam arti jasmani dan rohani.


g. Ki Hajardewantara
  •  Menuntun segala perbuatan kodrat yang ada pada anak agar sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
  •  Daya upaya untuk memajukan perkembangan budi pekerti, pikiran, jasmani anak. Maksudnya agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup dan penghidupan anak yang selaras dengan alamnya dan masyarakat.                                                                                                                                                                                                                                            
h.      Prof. Idrak Yasin MA

Mendidik adalah memberi pertolongan  secara sadar dan sengaja kepada seorang anak (yang belum dewasa) dalam pertumbuhannya menuju ke arah kedewasaan  dalam arti dapat berdiri sendiri dan bertanggungjawab sosial atas segala tindakannya menurut pilihannya sendiri.
Dari berbagai pandangan di atas dapat dilihat bahwa di kalangan pakar pendidikan sendiri masih terdapat perbedaan-perbedaan pendapat.  Hal ini disebabkan oleh latar belakang pendidikan ahli pendidikan itu dan kondisi pendidikan yang diperbincangkan saat itu, yang semuanya memiliki perbedaan karakter dan permasalahan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa:
Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan terencana (bertahap) dalam meningkatkan potensi diri peserta didik dalam segala aspeknya menuju terbentuknva kepribadian dan mulia dengan menggunakan media dan metode pembelajaran yang tepat guna melaksanakan tugas hidupnya sehingga dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Pendidikan menunjuk pada suatu proses bimbingan, yang di dalamnya mengandung unsur-unsur :
a.      Pendidik dan anak didik (who)
b.      Arah pendidikan; titik tolak dari dasar pendidikan dan berakhir pada tujuan (Why)
c.       Berlangsung di suatu tempat (Where)
d.      Proses itu membutuhkan waktu (When)
e.      Ada bahan yang disampaikan (What)
f.        Bagaimana cara atau metode membimbing (How).
ada 5 W = who, why, where, when, what ; 1 H = how.
Dari enam persoalan ini, maka pendidikan dapat diartikan sebagai proses yang dilakukan oleh orang dewasa (pendidik) terhadap anak didik (who), agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan (why) dimana proses tuntutan itu mempunyai bahan yang perlu disampaikan (what) dengan metode tertentu (who) dan berlangsung pada suatu tempat tertentu (where) dan waktu tertentu pula (how).
            Dalam proses pendidikan melibatkan banyak hal yaitu:
-          Subjek yang dibimbing (peserta didik).
-          Orang yang membimbing (pendidik)
-          Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif)
-          Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan)
-          Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan)
-          Cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode)
-          Tempat dimana peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan) 
B.      MACAM-MACAM PENDIDIKAN
Berdasarkan keenam problematik pendidikan di atas, Suwarno (Pengantar Umum Pendidikan, hal 7-8) mengelompokkan jenis pendidikan, yaitu :
1.    Menurut Tujuan (why)
a. Pendidikan Pancasila
b. Pendidikan
c. Islam
d. Pendidikan Hindu
e. Pendidikan Katolik
f.  dan lain-lain
2.    Menurut Lembaga Pendidikan (where)
a. Pendidikan keluarga
b. Pendidikan sekolah
c. Pendidikan masyarakat
3.    Menurut Aspek Pendidikan (what)
a. Pendidikan intelektual  (kecerdasasan)
b. Pendidikan moril  (kesusilaan)
c. Pendidikan etis  (keindahan)
d. Pendidikan agama
e. Pendidikan sosial
f. Pendidikan keawarganegaraan
g. Pendidikan jasmani
h. Pendidikan keterampilan (skill)
4.    Batas Pendidikan (when)
a. Pendidikan pra-natal
b. Pendidikan pendahuluan
c. Pendidikan yang sebenarnya
d. Pendidikan diri sendiri (self education)
5.    Keadaan Anak Didik (who)
5.1. Perkembangannya :
a. Pendidikan pra-natal
b. Pendidikan Bayi
c. Pendidikan anak
d. Pendidikan anak sekolah
e. Pendidikan pemuda
f. Pendidikan orang dewasa
5.2.  Kemampuannya
              a. Pendidikan Biasa  (normal)
            b. Pendidikan Luas Biasa
6.     Metode  (how)
a. Pendidikan liberal
b. Pendidikan otoriter
c. Pendidikan demokratis


C.      PENDIDIKAN, PENGAJARAN, DAN LATIHAN
-          Pendidikan adalah bimbingan terhadap perkembangan  pribadi yang sifatnya menyeluruh; perkembangan pribadi dan seluruh aspeknya. Pengajaran adalah penyampaian pengetahuan, kecakapan untuk membentuk cipta/akal.
-          Pengajaran sama dengan pendidikan (Ki Hajardewantara), yaitu cara memberikan ilmu/pengetahuan, kecakapan kepada anak supaya berguna bagi hidup anak secara jasmani dan batin.
-          Latihan adalah cara untuk mengubah tingkahlaku instingtif ke arah tingkahlaku yang lain, dimana perubahan itu tidak disertai dengan kesadaran dan pengertian dari orang/mahkluk tersebut.
Pendididikan adalah tuntutan yang bersifat membangun pengertian. Pendidikan mengandung pengertian bahwa anak didik mempunyai kepribadian  yang dapat dikembangkan sehingga dapat membantu merubah atau mengadakan perubahan dalam kognitif (akal), afeksi (nilai), psikomotorik (keterampilan) anak didik.

D.     TEORI  UMUM PENDIDIKAN

1. Teori  Empirisme
Aliran empirisme merupakan aliran yang mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan manusia. Aliran ini mengatakan bahwa perkembangan anak tergantung pada lingkungan, sedangkan pembawaan anak yang dibawa semenjak lahir tidak dianggap penting.
  Tokoh utama aliran ini adalah John Lock seorang filsuf dari Inggris. Teori aliran ini mengatakan bahwa anak yang lahir ke dunia dapat diumpamakan seperti kertas putih yang kosong dan yang belum ditulisi,  atau lebih dikenal dengan istilah “Tabularsa” (a blank sheet of paper). Menurut aliran ini anak-anak yang lahir ke dunia tidak mempunyai bakat dan pembawaan apa-apa seperti kertas putih yang polos. Oleh karena itu anak-anak  dapat dibentuk sesuai dengan keinginan orang dewasa yang memberikan warna  pendidikannya.
Menurut pandangan Empirisme (enviromentalisme), pendidikan memegang peranan penting, sebab pendidikan menyediakan lingkungan yang sangat ideal kepada anak-anak. Lingkungan itu akan diterima anak sebagai sejumlah pengalaman yang telah disesuaikan dengan tujuan pendidikan.

2. Teori  Nativisme
Tokoh utama aliran Nativisme adalah seorang filsuf Jerman bernama Schopenhauer. Teori aliran ini mengatakan bahwa anak-anak yang lahir ke dunia sudah  memiliki pembawaan atau bakatnya yang akan berkembang menurut arahnya masing-masing. Pembawaan tersebut ada yang baik dan ada yang buruk. Oleh karena itu perkembangan anak tergantung dari pembawaan sejak lahir dan keberhasilan pendidikan anak ditentukan oleh anak itu sendiri.
Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan anak didik tidak akan berguna untuk perkembangan anak itu sendiri. Nativisme menekankan kemampuan  dalam diri anak sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan kurang berpengaruh terhadap pendidikan anak.
Menurut teori ini anak tumbuh dan berkembang tidak dipengaruhi oleh lingkungan pendidikan baik lingkungan sekitar yang ada maupun lingkungan yang  direkayasa orang dewasa yang disebut sebagai pendidikan. Oleh karena itu anak akan  berkembang sesuai dengan pembawaannya bukan oleh kekuatan-kekuatan dari luar.



3. Teori  Konvergensi
Konvergensi artinya pertemuan. Pelopor aliran ini adalah William Stern seorang  ahli ilmu jiwa berkebangsaan Jerman. Teori ini mengatakan bahwa seseorang terlahir  dengan pembawaan baik dan juga pembawaan buruk. Bakat dan pembawaan yang dibawa sejak lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya lingkungan yang sesuai dengan perkembangan bakat dan pembawaan tersebut.
Dengan demikian paham/aliran teori ini menggabungkan antara pembawaan sejak lahir dan lingkungannya yang  menyebabkan anak mendapatkan pengalaman. William Stern menjelaskan pemahamannya tentang pentingnya pembawaan, bakat dan lingkungan itu dengan perumpamaan dua garis yang menuju satu titik pertemuan. Oleh karena itu teorinya dikenal dengan sebutan konvergensi (memusat ke satu titik).
   4. Teori  Naturalisme
Teori Naturalisme diungkapkan oleh seorang filsuf Prancis bernama J.J. Rousseaue. Teori ini mengatakan bahwa setiap anak yang baru lahir pada hakikatnya  memiliki pembawaan baik, namun pembawaan baik itu dapat berubah sebaliknya karena dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan tersebut dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah ataupun masyarakat. Aliran ini juga dikenal sebagai aliran Negativisme.
“Segala sesuatu adalah baik ketika ia baru keluar dari alam, dan segala sesuatu menjadi jelek manakala ia sudah berada di tangan manusia ”. Seorang anak dapat tumbuh  dan berkembang menjadi anak yang baik, maka anak tersebut harus diserahkan ke alam. Kekuatan alam akan mengajarkan kebaikan-kebaikan yang terlahir secara alamiah sejak kelahiran anak tersebut. Dengan kata lain Rousseaue menginginkan perkembangan anak dikembalikan ke alam yang mengembangkan anak secara wajar karena hanya alamlah  yang paling tepat menjadi guru.
 5. Teori Kognitivisme
 Dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama  dalam perkembangan  konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat  merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan.
Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam kognitivisme, yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan.


6. Teori Konstruktivisme
Teori konstruktivisme adalah suatu proses pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk melakukan proses aktif membangun konsep baru, pengertian baru, dan pengetahuan baru berdasarkan data. Oleh karena itu proses pembelajaran harus dirancang  dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu mendorong siswa untuk mengorganisasi pengalamannya sendiri menjadi pengetahuan yang bermakna.
Teori ini mencerminkan siswa memiliki kebebasan berpikir yang bersifat eklektik, artinya siswa dapat memanfaatkan teknik belajar apapun asal tujuan belajar dapat tercapai.
7. Teori Humanistik
Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami  perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada  dalam diri mereka. Tokoh penting dalam teori belajar humanistik secara teoritik antara lain adalah: Arthur W. Combs, Abraham Maslow dan Carl Rogers.
8. Teori Behaviorisme
Adalah teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap  lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka.
Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat  mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan  mekanisme  hasil  belajar, mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah  munculnya perilaku yang diinginkan.
Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis  artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan  demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya.
Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkah laku adalah hasil belajar. Beberapa tokoh teori ini   adalah Pavlov, Watson, Skinner, Hull, Guthrie dan Thorndike.



E.      BEBERAPA TANGAPAN

1. Ki Hajardewantara
Sependapat dengan teori konvergensi. Perkembangan manusia ditentukan oleh dasar (nature) dan ajar (nurture).
2. Gibbon
Evey Person has two education, one which he receves form others and one important which he gives himself.
Setiap manusia mempunyai dua pendidikan, yang pertama dia memperoleh dari orang lain, dan yang kedua (yang penting) didapat dari dirinya sendiri.
3. Maria Montessori (Pedagog Italy)
Tidak ada pendidikan yang lain yang didapat kecuali pendidikan diri sendiri, si pendidikan hanya merangsang agar anak didik aktif ... .”
4. Pestalozzi
Yang diminta anak dalam pertumbuhan dan perkembangan ialah sekedar pertolongan; “tolonglah kami agar kami dapat mengerjakannya sendiri”.



F.       PENDIDIKAN ADALAH KEHARUSAN
Manusia adalah animal educandum, artinya manusia pada hakekatnya  adalah mahkluk yang harus dididik dan homo educandus; manusia adalah mahkluk yang bukan saja harus dan dapat dididik tetapi harus dan dapat mendidik (Langeveld).
1.        Anak didik
  •   Anak membawa pembawaan (potensi) waktu lahir yang harus dikembangkan dan sedikit instink/gairah/naluri yang harus diarahkan.
  •  Anak lahir dalam situasi yang serba lemah/belum berdiri sendiri. Ia dibantu untuk mengembangkan potensi. Kenyataan banyak potensi tetapi sedikit sekali kecakapan yang dimiliki.

2.        Orang tua
  •  Kelahiran anak merupakan hasil ikatan cinta orangtua.
  • Tugas mendidik bukan sebatas tanggungjawab moral, tetapi lebih dari itu adalah tanggungjawab kodrat.                                                                                                                    
  •  Pendidikan menyangkut hajat seluruh rakyat dan lapisan terdalam hidup manusia yaitu keprihatinan untuk mengembanghkan kemanusian dan kemanusiawiannya.

4.        Manusia sebagai makhluk budaya
  •  Ia hidup dalam budanya tertentu. Maka perlu diberikan norma-norma/aturan tentang kebudayaan.
  • Pendidikan adalah usaha menyampaikan norma kebudayaan kepada generasi berikutnya atau untuk mengangkat manusia dari alam (the world of nature) menuju ke dunia kebudayaan (the world of culture); transmisi kultural.


BAB II
TUJUAN PENDIDIKAN

A.      PENGERTIAN TUJUAN PENDIDIKAN

1.        Tujuan Pendidikan sebagai Arah Pendidikan
-             Tujuan menunjuk ke arah mana kita akan melangkah.
-             Arah menunjuk pada jalan yang harus dilalui/kerjakan.
-             Tujuan sabagai arah pendidikan, lebih ditekankan pada soal garis mana yang harus diambil, kebijakan dalam melaksanakan, langkah yang ditempuh dalam keadaan yang sekarang dan di sini.
Misalnya: Tujuannya adalah mendidik anak menjadi cerdas, maka arah adalah menciptakan situasi  belajar yang dapat mengembangkan kecerdasan.

2.      Tujuan sebagai Titik Akhir
-            Tujuan dipusatkan pada hasil yang akan dicapai dan dituju terletak pada jangkuan masa mendatang, bukan pada situasi sekarang .
-            Apa yang kita capai nanti, sudah ada gambarannya saekarang yang termuat dalam tujuan.
Misalnya: Tujuan mendidik anak menjadi manusia susila, maka tekanannya pada gambaran pribadi yang susila.
Menurut Noeng Muhajir (1987 : 2-3) tujuan pendidikan terdiri dari 3 buah yakni;
(a)  Tujuan yang bersifat sebagai alat seperti pandai bicara, membaca, berhitung dan sebagainya yang merupakan alat bagi tujuan yang lain yang lebih tinggi;
(b)  Tujuan yang bersifat instrinsik merupakan potensi yang berada di dalam diri peserta didik;
(c)  Tujuan nilai hidup meliputi budi pekerti, cinta tanah air dan sebagainya.
Menurut Largeveld tujuan dibedakan menjadi ;
a.        Tujuan umum yaitu tujuan didalam pendidikan yang berakar dari tujuan hidup, berhubungan dengan pandangan hidup manusia di dunia.
b.        Tujuan tidak sempurna yaitu tujuan yang menyangkut segi-segi tertentu demi kepribadian manusia yaitu mengenai nilai-nilai hidup seperti kesusilaan, keagamaan, kemasyarakatan dan sebagainya.
c.         Tujuan sementara yaitu tujuan yang merupakan pemberhentian sementara untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi.
d.        Tujuan perantara yaitu tujuan yang ditentukan dalam rangka mencapai tujuan sementara.
e.        Tujuan insidental yaitu tujuan yang hanya merupakan peristiwa-peristiwa yang terlepas saat demi saat dalam proses menuju pada tujuan umum.


B. DASAR/TUJUAN PENDIDIKAN
1.      Dasar/Tujuan Sosial
-       Kegiatan pendidikan harus didasarkan pada kenyataan yang terdapat dalam masyarakat dan bertujuan mewujudkan kenyataan itu.
-       Dasar dan tujuan sosial memungkinkan adanya keterikatan antara  sekolah dengan masyarakat.
2.      Dasar/Tujuan Psikologis
-       Kegiatan pendidikan harus didasarkan pula perbedaan yang dimiliki setiap individu dalam menentukan tujuan pendidikan.
-       Beberapa contoh perbedaan yang perlu diperhatikan, misalnya: pribadi yang unik, memiliki macam segi kejiwaan, tingkat perkembangan dan tugas perkembangan.
3.      Dasar/Tujuan Filosofis
-            Dasar dan tujuan diperoleh melalui berpikir eduktif yang berdasarkan pada hal umum yaitu  kebenaran yang didapat dari refleksi filsafat, selanjutnya diterapkan pada hal khusu dan masalah pendidikan.
-            Tujuan tidak perlu dibuat dengan melihat kebutuhan, sifat dari individu/masyarakat.


C. MACAM-MACAM TUJUAN PENDIDIKAN
Tujuan pendidikan memiliki klasifikasi, dari mulai tujuan yang sangat umum sampai tujuan khusus yang bersifat spesifik dan dapat diukur yang kemudian dinamakan kompetensi. Tujuan pendidikan dapat diklasifikasikan menjadi 4, yaitu;

1.      Tujuan Pendidikan Nasional (TPN)
TPN adalah tujuan yang bersuifat paling umum dan merupakan sasaran akhir yang harus dijadikan pedoman leh setiap usaha pendidikan, artinya setiap lembaga dan penyelenggara pendidikan harus dapat membentuk manusia yang sesuai dengan rumusan itu, baik pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan formal, informal, maupun nonformal. Tujuan pendidikan umum biasanya dirumuskan dalam bentuk prilaku yang ideal sesuai dengan pandagan hidup dan filsafat suatu bangsa yang dirumuskan oleh pemerintah dalam bentuk undang-undang. TPN merupakan sumber dan pedoman dalam usaha penyelengggaraan pendidikan.
Secara jelas tujuan pendidikan nasional yang bersumber dari sistem nilai Pancasila dirumuskan dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 pasal 3 “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

2.      Tujuan Institusional
Tujuan institusional adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap lembaga pendidikan. Dengan kata lain, tujuan ini dapat didefinisikan sebagai kualifikasi yang harus dimiliki oleh setiap siswa setelah mereka menempuh atau dapat menyelesaikan program di suatu lembaga pendidikan tertentu. Tujuan institusional merupakan tujuan antara untuk mencapai tujuan umum yang dirumuskan dalam bentuk kompetensi lulusan setiap jenjang pendidikan, seperti standar kompetensi pendidikan dasar, menengah kejuruan, dan jenjang pendidikan tinggi.
Dalam Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bab V pasal 26 dijelaskan standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan, yaitu
a.      Satuan Pendidikan dasar
Meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut:
b.      Satuan pendidikan menengah umum
Meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri, dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
c.       Satuan pendidikan menengah kejuruan
Meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri, dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
d.      Satuan pendidikan tinggi
Mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang berahlak mulia, memiliki pengetahuan, keterampilan, kemandirian, dan sikap untuk menemukan, mengembangkan, serta menerapkan ilmu, teknologi, dan seni yang bermanfaat bagi kemanusiaan.
Dengan demikian perumusan tujuan institusional dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu:
        tujuan pendidikan nasional
        kekhususan setiap lembaga
        tingkat usia peserta didik

3.      Tujuan Kurikuler
Tujuan kurikuler adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap bidang studi atau mata pelajaran. Oleh sebab itu, tujuan kurikuler dapat didefinisikan sebagai kualifikasi yang harus dimiliki anak didik setelah mereka menyelesaikan suatu bidang studi tertentu dalam suatu lembaga pendidikan.
Tujuan kurikuler pada dasarnya merupakan tujuan antara untuk mencapai tujuan lembaga pendidikan. Dengan demikian, setiap tujuan kurikuler harus dapat mendukung dan diarahkan untuk mencapai tujuan institusional.
Pada Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 6 dinyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan , dan khusus pada jenjang pendidikan dan menengah terdiri atas;
-       Kelompok mata pelajaran agama dan ahlak mulia
-       Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian.
-       Kelompok mata pelajaran Ilmu pengetahuan dan teknologi.
-       Kelompok mata pelajaran estetika.
-       Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah tersebut, maka Badan Standar Nasional Pendidikan merumuskan tujuan setiap kelompok mata pelajaran sebagai berikut:
1.    Kelompok mata pelajaran agama dan ahlak mulia.
Membantu peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berahlak mulia. Tujuan tersebut dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olah raga dan kesehatan.
2.    Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian.
Membentuk peserta didik menjadi manusia menjadi memiliki rasa kebanggaan dan cinta tanah air. Tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan agama, ahlak mulia, kewarganegaraan, bahasa, seni dan budaya, dan pendidikan jasmani.
3.    Kelompok mata pelajaran Ilmu pengetahuan dan teknologi.
Mengembangkan logika, kemampuan berpikir dan analisis peserta didik.
a.    Pada Satuan Pendidikan SD/MI/SD-LB/Paket A, tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pemngetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan, dan muatan lokal yang relevan.
b.    Pada Satuan Pendidikan SMP/MTs/SMP-LB/Paket B, tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan dan/teknologi informasi dan komunikasi serta muatan lokal yang relevan.
c.    Pad­a Satuan Pendidikan SMA/MA/SMA-LB/Paket C, tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan, teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan.
d.    Pada Satuan Pendidikan SMK/MAK, tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan, kejuruan, teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan.
4.    Kelompok mata pelajaran estetika.
Membentuk karakter peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa seni dan pemahaman budaya. Tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, seni dan budaya, keterampilan, dan muatan lokal yang relevan.
5.    Kelompok mata pelajaran Jasmani, olah raga dan kesehatan.
Membentuk karakter peserta didik agar sehat jasmani dan rohani, danmenumbuhkan rasa sportifitas. Tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan pendidikan jasmani, olah raga, pendidikan kesehatan, ilmu pengetahuan alam, dan muatan lokal yang relevan.
4.      Tujuan Pembelajaran/Instruksional
Dalam klasifikasi tujuan pendidikan, tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional merupakan tujuan yang paling khusus dan merupakan bagian dari tujuan kurikuler. Tujuan pembelajran dapat didefinisikan sebagai kemampuan yang harus dimiliki anak didik setelah mereka mempelajari bahasan tertentu dalam bidang studi tertentu dalam satu kali pertemuan. Karena hanya guru yang memahami kondisi lapangan, termasuk memahami karakteristik siswa yang akan melakukan pembelajaran di suatu sekolah, maka menjabarkan tujuan pembelajaran ini adalah tugas guru. Sebelum guru melakukan proses belajar mengajar, guru perlu merumuskan tujuan pembelajaran yang harus dikuasai oleh anak didik setelah mereka selesai mengikuti pelajaran.
D.HUBUNGAN ANTARA DASAR DAN TUJUAN PENDIDIKAN
o   Jika tujuan sebagai titik akhir dari usaha, maka dasar merupakan titik tolaknya/alas permulaan dari setiap usaha.
o   Antara dasar dan tujuan ada garis yang menunjuk ke arah bergeraknya usaha tersebut.
o   Dasar dan tujuan merupakan kesatuan yang tak terpisahkan.
o   Misalnya: menyusun kurikulum yang baik, memilih metode yang tepat, cara menjalankan persekolahan, atau lembaga pendidikan yang dapat memenuhi kebutuhan, membentuk kader-kader pendidikan, sehingga tujuan di atas tercapai.

============
BAB III
ISI/BAHAN PENDIDIKAN
A.      SUMBER BELAJAR DAN BAHAN AJAR

a.      Sadiman





-          Kompetensi yang akan dicapai
-          Informasi pendukung
-          Latihan-latihan
-          Evaluasi

Isi/bahan pendidikan adalah hal-hal  yang diberikan kepada siswa yang bertujuan untuk mengembangkan kepribadian siswa, yang mencakup aspek pengetahuan, kecakapan, moral, keterampilan, dan social sesuai dengan harapan bangsa, Negara dan Gereja.
B.   HUBUNGAN ISI/BAHAN DENGAN TUJUAN PENDIDIKAN
Jenis bahan yang disampaikan tergantung pada  aspek kepribadian macam apakah yang akan dikembangkan  dan juga tergantung pada pandangan tentang hakekat manusia oleh suatu bangsa, dengan memperhatikan sifat-sifat khas manusia, seperti:
-    Homo religios: manusia pada dasarnya mahluk yang beragama.
-    Homo sapiens atau animal rationale: manusia adalah makluk yang bijaksana atau dapat berpikir.
-    Homo economicus: manusia adalah mahkluk yang mempunyai kesadaran ekonomi.
-    Homo faber: manusia adalah makluk yang dapat bekerja (dengan kemampuan dan keterampilan bisa menghasilkan; produsen).
-    Zon politicon:  manusia adalah makluk yang mempunyai kesadaran berpolitik.
-    Homo homoni socius:  manusia adalah mahkluk social bagi manusia lain.
-    Homo sacra res homini:  manusia merupakan mahkluk yang suci.
-    Manusia sebagai mahkluk ethis: manusia memiliki kesadaan susila.
-    Manusia mahkluk biologis: karena pentingnya aspek biologis, mens sana incorpore sano.

C.   MACAM-MACAM ISI PENDIDIKAN
(bdk, penjabaran isi untuk setiap mata pelajaran)


BAB IV
LEMBAGA PENDIDIKAN
A. MACAM-MACAM LEMBAGA PENDIDIKAN
 1. Pendidikan Keluarga
a. Pengertian
Pendidikan informal adalah pendidikan yang diperoleh seseorang melalui pengalaman hidupnya sehari-hari, baik yang disadari maupun tidak disadari, pada umumnya bersifat tidak teratur dan tidak sistimatis, berlangsung sejak lahir sampai mati, dan terjadi dalam keluarga, tetangga serta pergaulan hidup sehari-hari.
b. Sifat-sifat:
-          Lembaga pendidikan tertua
-          Tak resmi
-          Pertama dan utama
-          Alami
c.    Fungsi Pendidikan Keluarga:
-          Pengalaman pertama pada masa anak-anak
-          Menjamin kehidupan emosional anak
-          Menanamkan dasar pendidikan moril
-          Memberikan dasar pendidikan sosial



d.    Isi dan Metode:
v  Isi :
-          Lapangan pengetahuan
-          Sikap
-          Keterampilan
v  Metode :
-      Integral/bersatu dengan kegiatan sehari-hari
-      Learning by doing (belajar sambil bekerja)
-      Learning by experiment

2.    Pendidikan  Di Sekolah (Formal)
a.      Pengertian
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan formal terdiri dari pendidikan formal berstatus negeri dan pendidikan formal berstatus swasta.
b.      Sifat-sifat :
-          Muncul setelah pendidikan dalam keluarga
-          Bersifat resmi
-          Tidak bersifat alami
c.       Fungsi Pendidikan Sekolah
-          Menyampaikan pengetahuan, nilai dan meningkatkan serta mengembangkan kepandaian.
-          Memberikan keterampilan/pengetahuan yang mengarah kepada kekhususan (spesialisasi).
-          Dapat menghemat waktu, biaya dan tenaga.
-          Sosialisasi
-          Konservatori dan transmisi kulturil
-          Transisi dari rumah ke masyarakat.

Dalam hubungan dengan masyarakat, sekeloh berperan sebagai :
-          Tempat persiapan, maksudnya sekolah mempunyai peranan sebagai lembaga untuk mempersiapkan anak dalam kehidupan masa mendatang.
-          Sekolah sebagai masyarakat dalam bentuk miniature.
-          Sekolah sebagai bentuk masyarakat yang ideal
-          Sekolah sebagai karakter.
-          Sekolah sebagai legatee (orang yang dapat menerima pemberian hak waris).
d.      Macam-Macam Sekolah
1)      Ditinjau dari yang mengusahakan :
a)   Sekolah Negeri
b)   Sekolah Swasta/partikulir
2)      Ditinjau dari segi tingkatan :
a)      Pendidikan pra sekolah
b)      Pendidikan dasar
c)      Pendidikan menengah
d)      Pendidikan tinggi

3)      Ditinjau dari sifat :
a)      Sekolah umum
b)      Sekolah kejuruan

3. Pendidikan Non Formal
a.  Sasaran
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Misalnya :
-          Mereka yang tidak pernah sekolah
-          Mereka yang putus sekolah (drop out)
-          Mereka yang sedang dalam pendidikan
-          Mereka yang sedang bekerja
b.Fungsi
Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
c.  Alasan pelaksanaan pendidik non formal
-          Pendidikan formal belum maksimal menghasilkan out put yang siap pakai
-          Pendidikan formal  kurang memberi kesempatan kepada semua orang.
-          Tuntutan kerja; menuntut keahlian
-          Masyarakat masih dikuasai orang yang bermodal; sumber kehidupan
Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
d. Jenis
Pendidikan nonformal meliputi:
-          pendidikan kecakapan hidup
-          pendidikan anak usia dini
-          pendidikan kepemudaan
-          pendidikan pemberdayaan perempuan
-          pendidikan keaksaraan
-          pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja.
-          Pendidikan kesetaraan meliputi Paket A, Paket B dan Paket C,
-          Pendidikan ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik seperti: Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, sanggar, dan lain sebagainya, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.




B.HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN INFORMAL,
FORMAL DAN NONFORMAL

1.      Persamaan pendidikan non formal dengan pendidikan formal
a. Keduanya diadakan/diselenggarakan
b. Materi diprogramkan secara utuh
c. Jam belajar tertentu
d. Menyelenggarakan evaluasi
e. Diselenggarakan pemerintah dan swasta

2.      Perbedaan pendidikan nonformal dengan pendidikan formal
Nonformal
Formal
a.   Umumnya tidak dibagi dalam jenjang
b.   Waktu penyampaian program lebih pendek.
c.    Usia peserta tidak sama

d.   Orientasai jangka pendek
e.   Materi belajar bersifat praktis dan khusus
f.     Respons dari kebutuhan mendesak

g.   Ijasah kurang berperan
a.Selalu dibagi dalam jenjang
b.Waktu penyampaian lebih panjang.
c. Usia homogen pada jenjang pertama
d.Orientasi jangka panjang
e.Materi lebih bersifat academis & umum
f.  Respons kebutuhan umum dan jangka panjang.
g.Ijasah sangat berperan

3. Persamaan pendidikan nonformal dan pendidikan informal
     a. Terjadi di luar pendidikan formal
     b. Penerimaan siswa tidak atas dasar usia
     c. Materi umumnya praktis.
     d. Menggunakan metode belajar yang sama
     e. Dapat diselenggarakan dalam dan di luar sekolah.
Perbandingan antara Pendidikan Formal, Pendidikan Non Formal dan Pendidikan Informal

Ditinjau dari sudut
Pendidikan Formal
Pendidikan
non-formal
Pendidikan
Informal
Tempat berlangsung
Gedung sekolah
Di luar dan dalam gedung sekolah
Dimana saja orang berada
Syarat untuk mengikuti
Usia dan tingkat pendidikan tertentu
Kadang-kadang, tak memegang peranan penting
Tidak ada
Jenjang Pendidikan
Ada jenjang yang ketat
Biasanya tidak ada
Tidak ada
Program
Ditentukan secara teliti untuk tiap jenjang secara tertulis
Ada program tertentu
Tidak ada
Bahan pelajaran
Akademis dan bersifat umum
Praktis dan khusus
Tidak ada yang ditentukan
Lama pendidikan
Waktu panjang
Relatif singkat
Sepanjang hidup
Penilaian
Ada ujian formal , dengan pemberian ijazah
Ada, biasanya diberi ijazah / keterangan
Tidak ada ujian / penilaian
Penyelenggara
Pemerintah / swasta
Pemerintah / swasta
Tidak ada badan tertentu
Metode mengajar
Menurut metodologi tertentu
Dapat mengikuti metode tertentu walau tak slalu
Tidak ada
Tenaga pengajar
Harus mempunyai wewenang berdasar ijazah dan diangkat untuk tugas itu
Tidak slalu mempunyai ijazah sebagai pengajar
Tidak ada
Administrasi
Sistematis dan uniform untuk tingkat sekolah
Ada walau tidak begitu uniform
Tidak ada
Ditinjau dari sejarahnya
Paling akhir
Lebih tua daripada pendidikan formal
Sejak ada manusia ada di dunia ini

Dapat disimpulkan bahwa pendidikan formal, nonformal, dan informal ketiganya hanya dapat dibedakan tetapi sulit dipisah-pisahkan karena keberhasilan pendidikan dalam arti terwujudnya keluaran pendidikan yang berupa sumberdaya manusia sangat bergantung kepada sejauh mana ketiga sub-sistem tersebut berperanan.



BAB V
PENDIDIK DAN ANAK DIDIK

A.      PENDIDIK
1. Siapa itu Pendidik
Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Peserta didik mengalami pendidikannya dalam tiga lingkunga yaitu lingkungankeluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masayarakat. Sebab itu yang bertanggung jawab terhadap pendidikan ialah orang tua, guru, pemimpin program pembelajaran, latihan, dan masyarakat.
Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan kepada anak didik.
Pendidik dibedakan menjadi dua golongan, yaitu :
-            Pendidik karena keharusan (kodrat), yaitu orangtua.
-            Pendidik karena diserahi tugas oleh orangtua, masyarakat, pemerintah.
2. Ciri Umum Pendidik
a. Kewibawaan
b. Memahami anak didik
c. Kemauan membantu anak didik.


3. Ciri Khusus (Guru Agama)
a. Seorang yang beriman
b. Saksi warta Gembira
c. Saksi dari keseluruhan umat beriman
d. Selalu berhubungan erat dengan Allah
e. Setia dan jujur terhadap warta Gembira
f. Ikut serta dalam persaudaraan umat
g. Mampu melayani umat

4. Syarat-syarat menjadi Pendidik
a. Mengetahui tujuan pendidikan
b. Tahu prinsip dan penggunaan alat pendidikan
c. Berindetifikasi dengan anak didik
d. Memiliki keahlian

Syarat lain yang mendukung :
a. Orangtua sebagai pendidik di rumah
-       Hindari hubungan yang merugikan; broken home.
-       Sikap attitude diterapkan secara tepat: terlalu lemah, terlalu keras, memanjakan, dsb.
Saran Stewaq untuk pendidikan di rumah :
1. Kekuasaan jangan dihubungkan dengan kepentingan pribadi, karena akan mengakibatkan pertentangan.
2. Pengalaman masa muda  hendaknya tidak mempengaruhi sikap terhadap anak.
3. Anak adalah pribadi; punya potensi
4. Tugas orangtua yaitu mengarahkan, menyiapkan situasi lingkungan.
b.    Guru sebagai pendidik di sekolah
1.        Profesional (ijasah);
2.        Syarat biologis (kesehatan jasmani)
3.        Syarat Psikologis
-       integritas pribadi; pribadi yang berkembang secara harmonis dan integrative/pribadi yang utuh.
-       Integritas; pribadi yang menyatu dengan norma sikap yang dipilihnya.
4.        Syarat pedagogis-didaktis
-       Knowledge; memiliki pengetahuan  mendidik serta menguasai bahan.
-       Skill; terampil dalam mendidik
-       Attitude; sikap mental positif terhadap anak didik, pekerjaan.
-       Kode Etik jabatan guru
Pendidik sebagai profesi maka harus mengikuti norma yang mengatur.
-          Hubungan guru dengan orangtua
-          Kersajama yang baik antara guru dan orangtua.



B.        PESERTA DIDIK
1. Siapa Peserta Didik
a.      Peserta didik adalah anak yang belum dewasa yang memerlukan bantuan orang lain menuju kedewasaan.
b.      Anak kandung adalah peserta didik dalam keluarga
c.       Murid adalah anak didik di sekolah
d.      Anak-anak penduduk adalah peserta didik masyarakat sekitar.
Peserta didik dipandang sebagai organisme yang menerima informasi dan pengetahuan dari berbagai sumber. Peserta didik dalam usia dan tingkat kelas yang sama bisa memiliki profil materi pengetahuan yang berbeda-beda. Ini tergantung pada konteks yang mendorong perkembangan seseorang.
Ada 4 konteks yang mendorong perkembangan, yaitu :
-          Lingkungan tempat peserta didik belajar secara aksidental dan insidental.
-          Lingkungan belajar secara insidental
-          Sekolah sebagai tempat yang terprogram
-          Lingkungan pendidikan yang optimal
Peserta didik berstatus sebagai subjek didik. Pandangan modern cenderung menyebutkan demikian oleh karena peserta didik adalah subjek atau pribadi yang otonom, yang ingin diakui keberadaannya.

2. Ciri khas peserta didik
a.    Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan insan yang unik.
b.    Individu yang sedang berkembang.
c.    Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi.
d.    Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri. 
3. Kebutuhan Peserta Didik
a.  Menurut L.J. Crown Bach
-          Kebutuhan afeksi (kasih sayang)
-          Kebutuhan diterima oleh teman sekelompok
-          Kebutuhan independence
-          Kebutuhan harga diri

b. Menurut Maslow (secara hirarkis)
-          Kebutuhan biologis
-          Kebutuhan rasa aman
-          Kebutuhan rasa harga diri
-          Kebutuhan self realisasi
c. Menurut Donald & Doane (Kaum muda)
-         Memilih jabatan
-          Filsafat hidup
-          Moral
-          Keuangan
-          Kesehatan
-          Moral
-          Sex dan reproduksi
-          Agama
-          Hubungan dengan keluarga
-          Keterampilan social
-          Lapangan minta lain.

4.  Interaksi antara peserta didik dengan Pendidik
Interaksi edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik antara peserta didik dengan pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan. Pencapaian tujuan pendidikan secara optimal ditempuh melalui proses berkomunikasi intensif dengan manipulasi isi, metode, serta alat-alat pendidikan.


BAB VI
PANDANGAN KRISTIANI TENTANG PENDIDIKAN
A.   ASAS DASAR PENDIDIKAN KRISTIANI
1.        Martabat Manusia
2.        Kelahiran Baru dalam Air dan Roh
3.        Keluarga (orangtua) Pendidikan yang utama dan Pertama
4.        Gereja
5.        Pendidikan di sekolah
6.        Mendidik adalah panggilan
7.        Pendidikan Moral dan Agama adalah Tugas Gereja
8.        Gereja Hadir dalam Sekolah Katolik
9.        Sekolah Non Katolik yang bergabung dalam gereja harus menyesuaikan dengan citra Sekolah Katolik
10.    PT mengutamakan mutu, terutama melalui penelitian ilmiah
11.    Fakultas Ilmu Sakral dipersiap dengan baik
12.    Kerjasama antar lembaga-lembaga Akademik




B.   LEMBAGA PENDIDIKAN
1. Pendidikan dalam Keluarga
a. Kan. 793 :
v  Art. 1 : Orangtua dan para pengganti berkewajiban dan berhak mendidik keturunannya
v  Art. 2: Hak orangtua mendapat bantuan dari masyarakat sipil untuk pendidikan anak.
b. Kan. 794 :
v  Art. 1 : Tugas dan hak mendidik dimiliki Gereja yang diserahi Allah untuk menolong orang agar  mencapai kepenuhan hidup katolik.
v  Art. 2 : Tugas para gembala memenuhi pendidikan beriman semua orang.
c. Kan. 795:
Pendidikan sejati mencakup pembinaan secara utuh/menyeluruh  pribadi manusia.
2.      Pendidikan Dalam gereja
a.      Kan. 781: Gereja bersifat missioner, maka tugas semua orang ikut ambil bagian dalam tugas ini.
b.      Kan. 785 :
v  Art. 1 : Keikutsertaan ketekis
v  Art. 2 : Pendidikan katekis

c.       Kan. 786 : Perhatian khusus untuk Gereja muda.

3.    Pendidikan dalam Sekolah
a. Kan. 796 :
v Art. 1 : Ajakan untuk menghargai sekolah dalam mengemban tugas orang tua (mendidik anak).
v Art. 2 : Kerjasama antara guru dan orangtua.
b.Kan. 800
v Art. 1 : Hak gereja untuk mendirikan dan mengarahkan sekolah.
v Art 2. : Dukungan (mendirikan dan membiaya) sekolah.
c.Kan. 802 :
v   Art. 1 : Tugas  Uskup Diosesan mendirikan sekolah
v   Art. 2 :Uskup Diosesan mendirikan juga sekolah-sekolah khusus.
d. Kan. 803 :
v  Art. 1 : Wewenang pejabat Gereja untuk memberi nama/predikat pada sekolah yang disebut sebagai sekolah Katolik.
v  Art.  2 : Pengajaran harus disesuaikan dengan azas katolik dan diberikan oleh pendidik yang unggul.
v  Art. 3 : Persetujuan Pejabat Gereja untuk  memberi nama/predikat Sekolah Katolik.



C.TUJUAN PENDIDIKAN
Tujuan pendidikan menurut pandangan kristiani adalah mencapai perkembangan manusia seutuhnya.
1.    Popularium Progresio  4
Perkembangan sejati haruslah perkembangan seutuhnya, yakni mengarah pada perkembangan setiap manusia dan manusia seutuhnya.
2.    Gravissimum Educationis art. 8
Sekolah sarana istimewa untuk memajukan pembentukan manusia seutuhnya; sekolah adalah pusat pengembangan dan penyampaian konsepsi tertentu mengenai dunia manusia dan sejarah (bdk. 26,29,45).
3.    Apostolicam Actuositatem 17 (Awam Katolik)
     Pembentukan menusia seutuhnya, sebagai tuntutan dari tujuan pendidikan.
           


D.PENANGGUNG JAWAB PENDIDIKAN

1.    Keluarga: Tugas mendidik yang utama dan pertama (GE, 3).
2.    Masyarakat : Mengupayakan pendidikan untuk membantu orang tua.
3.    Negara :
-          Mengupayakan semua warga mendapat pendidikan
-          Menjamin orangtua memilih sekolah untuk anak-anak sesuai hati nurani.
-          Mencegah segala bentuk ‘menopoli’ pelaksanaan pendidikan.
4.    Gereja
-          Menyelenggarakan pendidikan moral
-          Perhatian pada perdidikan (hadir & bantu)
-          Mengjarkan keselamatan sesuai keadaan peserta didik.

E.SARANA PENDIDIKAN
1.    Media komunikasi : TV, pers, HP, tape recorder, dll.
2.    Penggunaan berbagai tempat, kesempatan dan pertemuan
3.    Studi kepustakaan :
-            Teori pendidikan berhubungan dengan kenyataan hidup peserta didik
-            Bahasa harus disesuaikan
-            Memperdalam pengetahuan menuju pembentukkan kepribadin.

F. ISI PENDIDIKAN KRISTIANI
1.        Pemahaman tentang Wahyu
a.      Persiapan untuk wahyu Allah
b.      Yesus Kristus puncak wahyu Allah
c.       Iman sebagai sikap dasar
2.      Pengalaman Manusia
a.         Roh Allah memanggil/mengundang manusia untuk diselamatkan.
b.         Manusia menanggapi  pengalaman hidupnya (DV. 6).
c.         Pengalaman adalah sarana perjumpaan Allah dan manusia.
d.         Pengalaman hendaknya dimanfaatkan dalam kegiatan pendidikan.

3.      Sejarah Keselamatan PL dan PB
a.      Sejarah keselamatan PL
Allah berperan dalam sejarah keselamatan bangsa Israel (pengalaman Israel). Pengalaman diteruskan melalui lisan dan tertulis (KSPL)
b.      Sejarah keselamatan PB
-          Yesus Kristus
-          Umat Purba
-          Gereja Kristus
4.      Ajaran Pewartaan Kristen
Rahasia Allah Tritunggal, pengetahuan tentang Allah, kesaksian cinta Yesus Kristus, manusia baru, Gereja, kehiudupan moral kristiani, santa Maria, kehidupan abadi dan sakramen-sakramen.
5.      Kesaksian Hidup Orang Kristen
Penyaksi adalah orang yang melihat sesuatu dan mengundang orang untuk percaya pada sabda. Banyak orang Kristen menjadi penyaksi; berani mengorbankan diri karena keyakinannya dirasa benar. Kesaksian hidup mereka menjadi isi pendidikan kristiani.

G.PERAN DAN TUJUAN PENDIDIKAN HIDUP BERIMAN
DALAM LINGKUP SEKOLAH

1. Pendidikan Hidup Beriman dalam Lingkup Sekolah
a.    Pembentukan pribadi kristiani
-       Mempertajam kepekaan kehadiran Tuhan yang berkarya dalam hidupnya.
-       Mendalami dan mengartikan pengalaman hidupnya
b.    Memberi keyakinan pendidikan di sekolah adalah bekal yang berguna untuk dirinya dan masyarakat.
c.    Pembentukan hidup menggereja
-        Penjelasan tentang arti gereja
-        Mendorong anak didik agar terlibat dalam hidup menggeraja
d.    Semangat misioner
-          Tugas sebagai nabi, imam, dan raja
-          Menyiapkan dan melatih untuk tiga tugas tersebut.
e.    Membina iman peserta didik agar turut mewujudkan masyarakat adil dan makmur.
f.     Menunjang tercapainya tujuan pendidikan nasional.
2. Tujuan Pendidikan Hidup Beriman dalam Lingkup Sekolah
-          Menjadi orang katolik yang sungguh menghayati imannya.
-          Merasa diri sebagai bagian dari Gereja
-          Memiliki semangat misioner
-          Mencintai tanah air Indonesia.
-          Sanggup menggumuli kenyataan hidup berdasadarkan terang Sabda Tuhan.


Suplemen:




UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 1989
TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

Pengantar

Sistem Pendidikan Nasional ditetapkan melalui undang-undang berupa dan ditetapkan pada tanggal 27 Maret 1989.
Bab I Ketentuan Umum
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1.           Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang ;
2.           Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 ;
3.           Sistem pendidikkan nasional adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional ;
4.           Jenis pendidikan adalah pendidikan yang dikelompokkan sesuai dengan sifat dan kekhususan tujuannya;
5.           Jenjang pendidikan adalah suatu tahap dalam pendidikan berkelanjutan yang ditempatkan berdasarkan tingkat perkembangan para peserta didik serta keluasan dan kedalaman bahan pengajaran;
6.           Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu;
7.           Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pendidikan;
8.           Tenaga pendidikan adalah anggota masyarakat yang bertugas membimbing, mengajar dan/atau melatih peserta didik;
9.           Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar;
10.       Sumber daya pendidikan adalah pendukung dan penunjang pelaksanaan pendidikan yang terwujud sebagai tenaga, dana, sarana, dan prasarana yang tersedia atau diadakan dan didayagunakan oleh keluarga, masyarakat, peserta didik dan Pemerintah, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama;
11.       Warga negara adalah warga negara Republik Indonesia;
12.       Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab atas bidang pendidikan nasional.



Bab II Dasar, Fungsi, dan Tujuan

Pasal 2
Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 3
Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional.
Pasal 4
Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan , kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Bab III. Hak Warga Negara untuk Memperoleh Pendidikan

Pasal 5
Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk nemperoleh pendidikan.
Pasal 6
Setiap warga negara berhak atas kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti pendidikan agar memperoleh pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan yang sekurang-kurangnya setara dengan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan tamatan pendidikan dasar.
Pasal 7
Penerimaan seseorang sebagai peserta didik dalam suatu satuan pendidikan diselenggarakan dengan tidak membedakan jenis kelamin, suku, ras, kedudukan sosial dan tingkat kemampuan ekonomi, dan dengan tetap mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 8
1.    Warga negara yang memiliki kelainan fisik dan/atau mental berhak memperoleh pendidikan luar biasa.
2.    Warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus.
3.    Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bab IV. Satuan, Jalur, dan Jenis Pendidikan

Pasal 9
1.    Satuan pendidikan menyelenggarakan kegiatan belajar-mengajar yang dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah.
2.    Satuan pendidikan yang disebut sekolah merupakan bagian dari pendidikan yang berjenjang dan bersinambungan.
3.    Satuan pendidikan luar sekolah meliputi keluarga, kelompok belajar, kursus, dan satuan pendidikan sejenis.
Pasal 10
1.    Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan melalui 2 (dua) jalur yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah.
2.    Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar-mengajar secara berjenjang dan bersinambungan.
3.    Jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar-mengajar yang tidak harus berjenjang dan bersinambungan.
4.    Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral, dan keterampilan.
5.    Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang tidak menyangkut ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
1.    Jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan profesional.
2.    Pendidikan umum merupakan pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan peserta didik dengan pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat- tingkat akhir masa pendidikan.
3.    Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu.
4.    Pendidikan luar biasa merupakan pendidikan yang khusus diselenggarakan untuk peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental.
5.    Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan yang berusaha meningkatkan kemampuan dalam pelaksanaan tugas kedinasan untuk pegawai atau calon pegawai suatu Depatemen Pemerintah atau Lembaga Pemerintah Non Departemen.
6.    Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan.
7.    Pendidikan akademik merupakan pendidikan yang diarahkan terutama pada penguasaan ilmu pengetahuan.
8.    Pendidikan profesional merupakan pendidikan yang diarahkan terutama pada kesiapan penerapan keahlian tertentu.
9.    Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (8) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.



Bab V. Jenjang Pendidikan
Bagian Kesatu Umum
Pasal 12
1.    Jenjang pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
2.    Selain jenjang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diselenggarakan pendidikan prasekolah.
3.    Syarat-syarat dan tata cara pendirian serta bentuk satuan, lama pendidikan, dan penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua Pendidikan Dasar
Pasal 13
1.    Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah.
2.    Syarat-syarat dan tata cara pendirian, bentuk satuan, lama pendidikan dasar, dan penyelenggaraan pendidikan dasar ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.



Pasal 14
1.    Warga negara yang berumur 6 (enam) tahun berhak mengikuti pendidikan dasar.
2.    Warga negara yang berumur 7 (tujuh) tahun berkewajiban mengikuti pendidikan dasar atau pendidikan yang setara sampai tamat.
3.    Pelaksanaan wajib belajar ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga Pendidikan Menengah
Pasal 15
1.    Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar, serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi.
2.    Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, dan pendidikan keagamaan.
3.    Lulusan pendidikan menengah yang memenuhi persyaratan berhak melanjutkan pendidikan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
4.    Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.




Bagian Keempat Pendidikan Tinggi
Pasal 16
1.    Pendidikan tinggi merupakan kelanjutkan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyakarat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian.
2.    Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi disebut perguruan tinggi yang dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas.
3.    Akademi merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan terapan dalam satu cabang atau sebagian cabang ilmu pengetahuan, teknologi, atau kesenian tertentu.
4.    Politeknik merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan terapan dalam sejumlah bidang pengetahuan khusus.
5.    Sekolah tinggi merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam satu disiplin ilmu tertentu.
6.    Institut merupakan perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sekelompok disiplin ilmu yang sejenis.
7.    Unversitas merupakan perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sejumlah disiplin ilmu tertentu.
8.    Syarat-syarat dan tata cara pendirian, struktur perguruan tinggi dan penyelenggaraan pendidikan tinggi ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
1.    Pendidikan tinggi terdiri atas pendidikan akademik dan pendidikan profesional.
2.    Sekolah tinggi, institut, dan universitas menyelenggarakan pendidikan akademik dan/ atau profesional.
3.    Akademi dan politeknik menyelenggarakan pendidikan profesional.
Pasal 18
1.    Pada perguruan tinggi ada gelar sarjana, magister, doktor, dan sebutan profesional.
2.    Gelar sarjana hanya diberikan oleh sekolah tinggi, institut, dan universitas.
3.    Gelar magister dan doktor diberikan oleh sekolah tinggi, institut, dan universitas yang memenuhi persyaratan.
4.    Sebutan profesional dapat diberikan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan profesional.
5.    Institut dan universitas yang memenuhi persyaratan berhak untuk memberikan gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa) kepada tokoh-tokoh yang dianggap perlu memperoleh penghargaan amat tinggi berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan ataupun kebudayaan.
6.    Jenis gelar dan sebutan, syarat-syarat dan tata cara pemberian, perlindungan dan penggunaannya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
1.    Gelar dan/atau sebutan lulusan perguruan tinggi hanya dibenarkan digunakan oleh lulusan perguruan tinggi yang dinyatakan berhak memiliki gelar dan/atau sebutan yang bersangkutan.
2.    Penggunaan gelar dan/atau sebutan lulusan perguruan tinggi hanya dibenarkan dalam bentuk yang diterima dari perguruan tinggi yang bersangkutan atau dalam bentuk singkatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 20
Penggunaan gelar akademik dan/atau sebutan profesional yang diperoleh dari perguruan tinggi di luar negeri harus digunakan dalam bentuk asli sebagaimana diperoleh dari perguruan tinggi yang bersangkutan, secara lengkap ataupun dalam bentuk singkatan.
Pasal 21
1.    Pada universitas, institut, dan sekolah tinggi dapat diangkat guru besar atau profesor.
2.    Pengangkatan guru besar atau profesor sebagai jabatan akademik didasarkan atas kemampuan dan prestasi akademik atau keilmuan tertentu.
3.    Syarat-syarat dan tata cara pengangkatan termasuk penggunaan sebutan guru besar atau profesor ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.



Pasal 22
1.    Dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan pada perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan.
2.    Perguruan tinggi memiliki otonomi dalam pengelolaan lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi dan penelitian ilmiah.
3.    Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bab VI. Peserta Didik

Pasal 23
1.    Pendidikan nasional bersifat terbuka dan memberikan keleluasaan gerak kepada peserta didik.
2.    Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Menteri.
Pasal 24
Setiap peserta didik pada suatu satuan pendidikan mempunyai hak-hak berikut:
1.    mendapat perlakuan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya;
2.    mengikuti program pendidikan yang bersangkutan atas dasar pendidikan berkelanjutan, baik untuk mengembangkan kemampuan diri maupun untuk memperoleh pengakuan tingkat pendidikan tertentu yang telah dibakukan;
3.    mendapat bantuan fasilitas belajar, beasiswa, atau bantuan lain sesuai dengan persyaratan yang berlaku;
4.    pindah ke satuan pendidikan yang sejajar atau yang tingkatnya lebih tinggi sesuai dengan persyaratan penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan yang hendak dimasuki;
5.    memperoleh penilaian hasil belajarnya;
6.    menyelesaikan program pendidikan lebih awal dari waktu yang ditentukan;
7.    mendapat pelayanan khusus bagi yang menyandang cacat.
Pasal 25
1.    Setiap peserta didik berkewajiban untuk
1.    ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku;
2.    mematuhi semua peraturan yang berlaku;
3.    menghormati tenaga kependidikan;
4.    ikut memelihara sarana dan prasarana serta kebersihan, ketertiban, dan keamanan satuan pendidikan yang bersangkutan.
2.    Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Menteri.
Pasal 26
Peserta didik berkesempatan untuk mengembangkan kemampuan dirinya dengan belajar pada setiap saat dalam perjalanan hidupnya sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan masing- masing.

Bab VII. Tenaga Kependidikan

Pasal 27
1.    Tenaga kependidikan bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan/atau memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan.
2.    Tenaga kependidikan, meliputi tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas, peneliti dan pengembang di bidang pendidikan, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar.
3.    Tenaga pengajar merupakan tenaga pendidik yang khusus diangkat dengan tugas utama mengajar yang pada jenjang pendidikan dasar dan menengah disebut guru dan pada jenjang pendidikan tinggi disebut dosen.
Pasal 28
1.    Penyelenggaraan kegiatan pendidikan pada suatu jenis dan jenjang pendidikan hanya dapat dilakukan oleh tenaga pendidik yang mempunyai wewenang mengajar.
2.    Untuk dapat diangkat sebagai tenaga pengajar, tenaga pendidik yang bersangkutan harus beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berwawasan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta memiliki kualifikasi sebagai tenaga pengajar.
3.    Pengadaan guru pada jenjang pendidikan dasar dan menengah pada dasarnya diselenggarakan melalui lembaga pendidikan tenaga keguruan.
4.    Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 29
1.    Untuk kepentingan pembangunan nasional, Pemerintah dapat mewajibkan warga negara Republik Indonesia atau meminta warga negara asing yang memiliki ilmu pengetahuan dan keahlian tertentu menjadi tenaga pendidik.
2.    Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 30
Setiap tenaga kependidikan yang bekerja pada satuan pendidikan tertentu mempunyai hak- hak berikut:
1.    memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial :
a.    tenaga kependidikan yang memiliki kedudukan sebagai pegawai negeri memperoleh gaji dan tunjangan sesuai dengan peraturan umum yang berlaku bagi pegawai negeri;
b.    Pemerintah dapat memberi tunjangan tambahan bagi tenaga kependidikan ataupun golongan tenaga kependidikan tertentu;
c.    tenaga kependidikan yang bekerja pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat memperoleh gaji dan tunjangan dari badan/perorangan yang bertanggung jawab atas satuan pendidikan yang bersangkutan;
2.    memperoleh pembinaan karir berdasarkan prestasi kerja;
3.    memperoleh perlindungan hukum dalam melakukan tugasnya;
4.    memperoleh penghargaan seuai dengan darma baktinya;
5.    menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan yang lain dalam melaksanakan tugasnya.
Pasal 31
Setiap tenaga kependidikan berkewajiban untuk :
1.    membina loyalitas pribadi dan peserta didik terhadap ideologi negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2.    menjunjung tinggi kebudayaan bangsa;
3.    melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan pengabdian;
4.    meningkatkan kemampuan profesional sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan bangsa;
5.    menjaga nama baik sesuai dengan kepercayaan yang diberikan masyarakat, bangsa, dan negara.
Pasal 32
1.    Kedudukan dan penghargaan bagi tenaga kependidikan diberikan berdasarkan kemampuan dan prestasinya.
2.    Pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah diatur oleh Pemerintah.
3.    Pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan.
4.    Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah  

Bab VIII. Sumber Daya Pendidikan

Pasal 33
Pengadaan dan pendayagunaan sumber daya pendidikan dilakukan oleh Pemerintah, masyarakat, dan/atau keluarga peserta didik.
Pasal 34
1.    Buku pelajaran yang digunakan dalam pendidikan jalur pendidikan sekolah disusun berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah.
2.    Buku pelajaran dapat diterbitkan oleh Pemerintah ataupun swasta.
Pasal 35
Setiap satuan pendidikan jalur pendidikan sekolah baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun masyarakat harus menyediakan sumber belajar.
Pasal 36
1.    Biaya penyelenggaraan kegiatan pendidikan di satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah menjadi tanggung jawab Pemerintah.
2.    Biaya penyelenggaraan kegiatan pendidikan di satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat menjadi tanggung jawab badan/perorangan yang menyelenggarakan satuan pendidikan.
3.    Pemerintah dapat memberi bantuan kepada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Bab IX Kurikulum

Pasal 37
Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan.
Pasal 38
1.    Pelaksanaan kegiatan pendidikan dalam satuan pendidikan didasarkan atas kurikulum yang berlaku secara nasional dan kurikulum yang disesuaikan dengan keadaan serta kebutuhan lingkungan dan ciri khas satuan pendidikan yang bersangkutan.
2.    Kurikulum yang berlaku secara nasional ditetapkan oleh Menteri atau Menteri lain atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen berdasarkan pelimpahan wewenang dari Menteri.
Pasal 39
1.      Isi kurikulum merupakan susunan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional.
2.      Isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat :
a.       pendidikan Pancasila;
b.      pendidikan agama;
c.       pendidikan kewarganegaraan.
3.      Isi kurikulum pendidikan dasar memuat sekurang-kurangnya bahan kajian dan pelajaran tentang :
a.       pendidikan Pancasila;
b.      pendidikan agama;
c.       pendidikan kewarganegaraan;
d.      bahasa Indonesia;
e.       membaca dan menulis;
f.       matematika (termasuk berhitung);
g.      pengantar sains dan teknologi;
h.      ilmu bumi;
i.        sejarah nasional dan sejarah umum;
j.        kerajinan tangan dan kesenian;
k.      pendidikan jasmani dan kesehatan;
l.        menggambar; serta
m.    bahasa Inggris.
4.      Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur oleh Menteri.



Bab X. Hari Belajar dan Libur Sekolah

Pasal 40
1.    Jumlah sekurang-kurangnya hari belajar dalam 1 (satu) tahun untuk setiap satuan pendidikan diatur oleh Menteri.
2.    Hari-hari libur untuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah diatur oleh Menteri dengan mengingat ketentuan hari raya nasional, kepentingan agama, dan faktor musim.
3.    Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dapat mengatur hari-hari liburnya sendiri dengan mengingat ketentuan yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

Bab XI. Bahasa Pengantar

Pasal 41
Bahasa pengantar dalam pendidikan nasional adalah bahasa Indonesia.
Pasal 42
1.    Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikan dan sejauh diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan/atau keterampilan tertentu.
2.    Bahasa asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar sejauh diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan/atau keterampilan tertentu. 



Bab XII. Penilaian

Pasal 43
Terhadap kegiatan dan kemajuan belajar peserta didik dilakukan penilaian.
Pasal 44
Pemerintah dapat menyelenggarakan penilaian hasil belajar suatu jenis dan/atau jenjang pendidikan secara nasional.
Pasal 45
Secara berkala dan berkelanjutan Pemerintah melakukan penilaian terhadap kurikulum serta sarana dan prasarana pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan keadaan.
Pasal 46
1.    Dalam rangka pembinaan satuan pendidikan, Pemerintah melakukan penilaian setiap satuan pendidikan secara berkala.
2.    Hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan secara terbuka.

Bab XIII. Peranserta Masyarakat

Pasal 47
1.    Masyarakat sebagai mitra Pemerintah berkesempatan yang seluas-luasnya untuk berperanserta dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.
2.    Ciri khas satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat tetap diindahkan.
3.    Syarat-syarat dan tata cara dalam penyelenggaraan pendidikan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bab XIV. Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional

Pasal 48
1.    Keikutsertaan masyarakat dalam penentuan kebijaksanaan Menteri berkenaan dengan sistem pendidikan nasional diselenggarakan melalui suatu Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional yang beranggotakan tokoh-tokoh masyarakat dan yang menyampaikan saran, dan pemikiran lain sebagai bahan pertimbangan.
2.    Pembentukan Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional dan pengangkatan anggota-anggotanya dilakukan oleh Presiden.

Bab XV. Pengelolaan

Pasal 49
Pengelolaan sistem pendidikan nasional adalah tanggung jawab Menteri.
Pasal 50
Pengelolaan satuan dan kegiatan pendidikan yang dislenggarakan oleh Pemerintah dilakukan oleh Menteri dan Menteri lain atau Pimpinan Lembaga Pemerintah lain yang menyelenggarakan satuan pendidikan yang bersangkutan.



Pasal 51
Pengelolaan satuan dan kegiatan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan oleh badan/ perorangan yang menyelenggarakan satuan pendidikan yang bersangkutan.

Bab XVI. Pengawasan

Pasal 52
Pemerintah melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah ataupun oleh masyarakat dalam rangka pembinaan perkembangan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 53
Menteri berwenang mengambil tindakan administratif terhadap penyelenggara satuan pendidikan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini.

Bab XVII. Ketentuan Lain-lain

Pasal 54
1.    Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Republik Indonesia di luar negeri khusus bagi peserta didik warga negara adalah bagian dari sistem pendidikan nasional.
2.    Satuan pendidikan yang diselenggarakan di wilayah Republik Indonesia oleh perwakilan negara asing khusus bagi peserta didik warga negara asing tidak termasuk sistem pendidikan nasional.
3.    Peserta didik warga negara asing yang mengikuti pendidikan di satuan pendidikan yang merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional wajib menaati ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi dan dari satuan pendidikan yang bersangkutan.
4.    Kegiatan pendidikan yang diselenggarakan dalam rangka kerja sama internasional atau yang diselenggarakan oleh pihak asing di wilayah Republik Indonesia dilakukan sesuai dengan ketentuan undang-undang ini dan sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.
5.    Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bab XVIII. Ketentuan Pidana

Pasal 55
1.    Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 19 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 18 (delapan belas) bulan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
2.    Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kejahatan.
Pasal 56
1.    Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 19 ayat (2), Pasal 20, dan Pasal 29 ayat (1) dipidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
2.    Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah pelanggaran.

Bab XIX. Ketentuan Peralihan

Pasal 57
1.    Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 550),
2.    Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1960 dari Republik Indonesia Dahulu tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah Untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 550),
3.    dan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 302, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2361),
4.    Undang-undang Nomor 14 PRPS Tahun 1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 80) dan Undang-undang Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 81) yang ada pada saat diundangkannya undang-undang ini masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan undang-undang ini.



Bab XX. Ketentuan Penutup
Pasal 58
Pada saat mulai berlakunya undang-undang ini,
5.    Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 550),
6.    Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1960 dari Republik Indonesia Dahulu tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah Untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 550),
7.    dan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 302, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2361),
8.    Undang-undang Nomor 14 PRPS Tahun 1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 80) dan Undang-undang Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 81) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 59
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diumumkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
========================


PERNYATAAN

TENTANG PENDIDIKAN KRISTEN


PENDAHULUAN
Konsili Ekumenis ini penuh perhatian mempertimbangkan SANGAT PENTINGNYA PENDIDIKAN dalam hidup manusia, serta dampak pengaruhnya yang makin besar atas perkembangan masyarakat zaman sekarang. Memang benarlah, pendidikan kaum muda, bahkan juga semacam pembinaan terus-menerus kaum dewasa, dalam situasi zaman sekarang menjadi lebih mudah, tetapi sekaligus juga lebih mendesak. Sebab orang-orang makin menyadari martabat maupun kewajiban mereka sendiri, dan ingin berperan serta makin aktif dalam kehidupan sosial, terutama dibidang ekonomi dan politik. Kemajuan-kemajuan yang mengagumkan di bidang teknologi dan penelitian ilmiah, begitu pula upaya-upaya komunikasi sosial yang baru, membuka peluang bagi khalayak ramai, yang acap kali mempunyai lebih banyak waktu bebas dari kesibukan-kesibukan, untuk dengan lebih mudah memanfaatkan harta warisan rohani dan budaya, dan untuk saling memperkaya melalui jaringan hubungan antar kelompok maupun antar bangsa yang lebih erat.
      Oleh karena itu dimana-mana berlangsunglah usaha-usaha untuk makin meningkatkan mutu karya pendidikan. Hak-hak asasi manusia, khususnya anak-anak serta orang tua, atas pendidikan dinyatakan dan dikukuhkan dengan dokumen-dokumen resmi. Menanggapi pesatnya laju pertambahan jumlah para siswa, dimana-mana sekolah-sekolah berlipatganda dan meningkat mutu, serta diciptakan lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Metode-metode pendidikan dan pengajaran dikembangkan melalui eksperimen-eksperimen baru. Usaha-usaha yang sangat berarti dijalankan untuk menyediakan segalanya bagi semua orang, sungguhpun anak-anak dan kaum muda masih banyak sekali, dan bahkan belum mendapat pendidikan dasar pun, dan masih sekian banyak orang lainnya belum menikmati pendidikan yang memadai, dan sekaligus memungkinkan usaha mencari kebenaran serta mengembangkan cinta kasih.
      Adapun untuk melaksanakan perintah Pendirinya yang ilahi, yakni mewartakan misteri keselamatan kepada semua orang yang membaharui segalanya dalam Kristus, Bunda Gereja yang kudus, wajib memelihara perihidup manusia seutuhnya, juga didunia ini, sejauh berhubungan dengan panggilan sorgawinya. Maka Gereja berperan serta dalam pengembangan dan perluasan pendidikan. Oleh sebab itu Konsili suci menetapkan berbagai prinsip dasar tentang pendidikan kristen, khususnya disekolah-sekolah. Prinsip-prinsip itu masih perlu dijabarkan oleh panitia khusus sesudah Konsili, dan diterapkan pada pelbagai situasi daerah-derah oleh Konferensi-Konferensi para uskup.
1.     (Hak semua orang atas pendidikan)
Semua orang dari suku, kondisi atau usia manapun juga, berdasarkan martabat mereka selaku pribadi mempunyai hak yang tak dapat diganggu gugat atas pendidikanyang cocok dengan tujuan maupun sifat-perangai mereka, mengindahkan perbedaan jenis, serasi dengan tradisi-tradisi kebudayaan serta para leluhur, sekaligus juga terbuka bagi persekutuan persaudaraan dengan bangsa-bangsa lain, untuk menumbuhkan kesatuan dan damai yang sejati di dunia. Tujuan pendidikan dalam arti sesungguhnya ialah: mencapai pembinaan pribadi manusia dalam perspektif tujuan terakhirnya demi kesejahteraan kelompok-kelompok masyarakat, mengingat bahwa manusia termasuk anggotanya, dan bila sudah dewasa ikut berperan menunaikan tugas kewajibannya.
Maka dengan memanfaatkan kemajuan ilmu-pengetahuan psikologi, pedagogi dan didaktik, perlulah anak-anak dan kaum remaja dibantu untuk menumbuhkan secara laras-serasi bakat-pembawaan fisik, moral dan intelektual mereka. Dengan demikian mereka setapak demi setapak akan mencapai kesadaran bertanggungjawab yang kian penuh, dan kesadaran itu akan tampil dalam usaha terus menerus untuk dengan saksama mengembangkan hidup mereka sendiri. Sambil mengatasi hambatan-hambatan dengan kebesaran jiwa dan ketabahan hati, mereka akan mencapai kebebasan yang sejati. Hendaklah seiring dengan bertambahnya umur mereka menerima pendidikan seksualitas yang bijaksana. Kecuali itu hendaknya mereka dibina untuk melibatkan diri dalam kehidupan sosial sedemikian rupa, sehingga dibekali upaya-upaya seperlunya yang sungguh menunjang, mereka mampu berintegrasi secara aktif dalam pelbagai kelompok rukun manusiawi, makin terbuka berkat pertukaran pandangan dengan saksama, dan dengan sukarela ikut mengusahakan peningkatan kesejahteraan umum.
Begitu pula Konsili suci menyatakan, bahwa anak-anak dan kaum remaja berhak didukung, untuk belajar menghargai dengan suara hati yang lurus nilai-nilai moral, serta dengan tulus menghayatinya secara pribadi, pun juga untuk makin sempurna mengenal serta mengasihi Allah. Maka dengan sangat Konsili meminta, supaya siapa saja yang menjabat  kepemimpinan atas bangsa-bangsa atau berwewenang dibidang pendidikan,  mengusahakan supaya jangan sampai generasi muda tidak terpenuhi haknya yang asasi itu. Konsili menganjurkan, supaya putera-puteri Gereja dengan jiwa yang besar menyumbangkan jerih-payah mereka diseluruh bidang pendidikan, terutama dengan maksud, agar buah hasil pendidikan dan pengajaran sebagaimana mestinya selekas mungkin terjangkau oleh siapa pun diseluruh dunia.  
2.    (Pendidikan kristen)
Berkat kelahiran kembali dari air dan Roh Kudus umat kristen telah menjadi ciptaan baru, serta disebut dan memang menjadi putera-puteri Allah. Maka semua orang kristen berhak menerima pendidikan kristen. Pendidikan itu tidak hanya bertujuan pendewasaan pribadi manusia seperti telah diuraikan, melainkan terutama hendak mencapai, supaya mereka yang telah dibabtis langkah demi langkah makin mendalami misteri keselamatan, dan dari hari ke hari makin menyadari kurnia iman yang telah mereka terima; supaya mereka belajar bersujud kepada Allah Bapa dalam Roh dan kebenaran (lih. Yoh 4:23), teutama dalam perayaan Liturgi; supaya mereka dibina untuk mengahayati hidup mereka sebagai manusia baru dalam kebenaran dan kekudusan yang sejati (Ef 4:22-24); supaya dengan demikian mereka mencapai kedewasaan penuh, serta tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus (lih. Ef 4:13), dan ikut serta mengusahakan pertumbuhan Tubuh Mistik. Kecuali itu hendaklah umat beriman menyadari panggilan mereka, dan melatih diri untuk memberi kesaksian tentang harapan yang ada dalam diri mereka (lih. 1Ptr 3:15) serta mendukung perubahan dunia menurut tata-nilai kristen. Demikianlah nilai-nilai kodrati akan ditampung dalam perspektif menyeluruh manusia yang telah ditebus oleh kristus, dan merupakan sumbangan bagi kesejahteraan segenap masyarakat. Oleh karena itu Konsili ini mengingatkan kepada para Gembala jiwa-jiwa akan kewajiban mereka yang amat berat untuk mengusahakan segala sesuatu, supaya seluruh umat beriman menerima pendidikan kristen, terutama angkatan muda yang merupakan harapan Gereja
3.     (Mereka yang bertanggung jawab atas pendidikan)
Karena orang tua telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anak, terikat kewajiban amat berat untuk mendidik anak mereka. Maka orang tualah yang harus diakui sebagai pendidik mereka yang pertama dan utama Begitu pentinglah tugas mendidik itu, sehingga bila diabaikan, sangat sukar pula dapat dilengkapi. Sebab merupakan kewajiban orang tua: menciptakan lingkungan keluarga, yang diliputi semangat bakti kepada Allah dan kasih sayang terhadap sesama sedemikian rupa, sehingga menunjang keutuhan pendidikan pribadi dan sosial anak-anak mereka. Maka keluarga itulah lingkungan pendidikan pertama keutamaan-keutamaan sosial, yang dibutuhkan oleh setiap masyarakat. Adapun terutama dalam keluaraga kristen, yang diperkaya dengan rahmat serta kewajiban Sakramen Perkawinan, anak-anak sudah sejak dini harus diajar mengenal Allah serta berbakti kepada-Nya dan mengasihi sesama, seturut iman yang telah mereka terima dalam Baptis. Disitulah anak-anak menemukan pengalaman pertama masyarakat manusia yang sehat serta Gereja. Melalui keluargalah akhirnya mereka lambat-laun diajak berintegrasi dalam masyarakat manusia dan umat Allah. Maka hendaklah para orang tua menyadari, betapa pentinglah keluarga yang sungguh kristen untuk kehidupan dan kemajuan umat Allah sendiri
Tugas menyelenggarakan pendidikan, yang pertama-tama menjadi tanggung jawab keluarga, memerlukan bantuan seluruh masyarakat. Oleh sebab itu, disamping hak-hak orang tua serta mereka, yang oleh orangtua diserahi peran serta tugas dalam mendidik, masyarakatpun mempunyai kewajiban-kewajiban dan hak-hak tertentu, sejauh merupakan tugas wewenangnya untuk mengatur segala-sesuatu yang diperlukan bagi kesejahteraan umum di dunia ini. Termasuk tugasnya: dengan pelbagai cara memajukan pendidikan generasi muda; misalnya: melindungi kewajiban maupun hak-hak para orangtua serta pihak-pihak lain, yang memainkan peranan dalam pendidikan, dan membantu mereka: sesuai dengan prinsip subsidiaritas melengkapi karya pendidikan, bila usaha-usaha para orangtua dan kelompok-kelompok lain tidak memadai, tetapi dengan mengindahkan keinginan-keinginan para orangtua; kecuali itu, sejauh dibutuhkan bagi kesejahteraan umum, mendirikan sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan
 Akhirnya secara istimewa pendidikan termasuk tugas Gereja, bukan hanya masyarakat pun harus diakui kemampuannya menyelenggarakan pendidikan, melainkan terutama karena Gereja bertugas mewartakan jalan keselamatan pada semua orang, menyalurkan kehidupan kristus kepada umat beriman, serta tiada hentinya penuh perhatian membantu mereka, supaya mampu meraih kepenuhan kehidupan itu Jadi bagi para putera-puteri Gereja selaku Bunda wajib menyelenggarakan pendidikan, supaya seluruh hidup mereka diresapi oleh semangat Kristus. Lagi pula Gereja menyumbangkan bantuannya kepada semua bangsa, untuk mendukung penyempurnaan pribadi manusia seutuhnya, juga demi kesejahteraan masyarakat dunia, dan demi pembangunan dunia sehingga menjadi makin manusiawi
4.    (Aneka upaya untuk melayani pendidikan kristen)
Dalam menunaikan tugasnya dibidang pendidikan, Gereja memang memperhatikan segala upaya yang mendukung, tetapi terutama mengusahakan upaya-upaya yang khas baginya. Diantaranya yang utama ialah pendidikan kateketisyang menyinari dan meneguhkan iman, menyediakan santapan bagi hidup menurut semangat kristus, mengantar kepada partisipasi yang sadar dan aktif dalam Misteri Liturgidan menggairahkan kegiatan merasul. Gereja sangat menghargai dan berusaha meresapi dengan semangatnya serta mengangkat upaya-upaya lainnya juga, yang termasuk harta warisan bersama umat manusia, dan yang cukup besar maknanya untuk mengembangkan jiwa dan membina manusia, dan yang cukup besar maknanya untuk mengembangkan jiwa dan membina manusia, misalnya upaya komunikasi-komunikasi sosialbanyak kelompok-kelompok yang bertujuan mengembangkan badan dan jiwa, himpunan-himpunan kaum muda, dan terutama sekolah-sekolah.
5.    (Pentingnya sekolah)
Diantara segala upaya pendidikan sekolah mempunyai makna yang istimewaSementara terus-menerus mengembangkan daya kemampuan akalbudi, berdasarkan misinya sekolah menumbuhkan kemampuan memberi penilaian yang cermat, memperkenalkan harta warisan budaya yang telah dihimpun oleh generasi-gerasi masa silam, meningkatkan kesadaran akan tata nilai, menyiapkan siswa untuk mengelola kejuruan tertentu, memupuk rukun persahabatan antara para siswa yang beraneka watak-perangai maupun kondisi hidupnya, dan mengembangkan sikap saling memahami. Kecuali itu sekolah merupakan bagaikan suatu pusat kegiatan kemajuan, yang serentak harus melibatkan keluarga-keluarga, para guru, bermacam-macam perserikatan yang memajukan hidup berbudaya, kemasyarakatan dan keagamaan, masyarakat sipil dan segenap keluarga manusia.
Maka sungguh indah tetapi berat jugalah panggilan mereka semua, yang untuk membantu para orang tua menunaikan kewajiban mereka sebagai wakil-wakil masyarakat, sanggup menjalankan tugas kependidikan disekolah-sekolah. Panggilan itu memerlukan bakat-bakat khas budi maupun hati, persiapan yang amat saksama, kesediaan tiada hentinya untuk membaharui dan menyesuaikan diri.
6.     (Kewajiban dan hak-hak orang tua)
Orangtualah yang pertama-tama mempunyai kewajiban dan hak yang pantang diganggu gugat untuk mendidik anak-anak mereka. Maka sudah seharusnyalah mereka sungguh-sungguh bebas dalam memilih sekolah-sekolah. Maka pemerintah, beserta kewajibannya melindungi dan membela kebebasan para warga negara, sambil mengindahkan keadilan dan pemerataan, wajib mengusahakan, supaya subsidi-subsidi negara dibagikan sedemikian rupa, sehingga para orang tua mampu dengan kebebasan sepenuhnya memilihkan bagi anak-anak mereka sekolah-sekolah menurut suara hati mereka
Pada umumnya termasuk fungsi negara mengusahakan, supaya semua warganya berpeluang melibatkan diri dalam hidup berbudaya sebagaimana mestinya, dan menjalani persiapan selayaknya untuk menunaikan tugas-kewajiban serta menggunakan hak-hak mereka selaku warga negara. Maka negara sendiri wajib menjamin hak anak-anak atas pendidikan sekolah yang memadai, mengawasi kemampuan para guru serta menjaga mutu studi, memperhatikan kesehatan para murid, dan pada umumnya meningkatkan seluruh sistem persekolahan, sambil menerapkan prinsip subsidiaritas, dan karena itu dengan menghindari segala macam monopoli persekolahan. Sebab monopoli itu bertentangan dengan hak-hak asasi pribadi manusia, kemajuan serta pemerataan kebudayaan sendiri juga, kehidupan bersama para warganegara dalam damai, serta kemacam-ragaman yang sekarang ini berlaku di banyak masyarakat      Konsili suci mendorong umat beriman, supaya rela memberi bantuan untuk menemukan metode-metode pendidikan serta sistem pengajaran yang cocok, dan untuk pembinaan guru-guru yang mampu mendidik kaum muda seperti semestinya, begitu pula untuk dengan bantuan mereka – terutama melalui perserikatan orangtua – ikut menopang seluruh peranan sekolah dan terutama penyelenggaraan pendidikan moral
7.     (Pendidikan moral dan kegamaan di sekolah)
Selain itu Gereja menyadari sangat beratnya kewajibannya untuk dengan tekun mengusahakan pendidikan moral dan keagamaan semua putera-puterinya. Maka Gereja harus hadir dengan kasih-keprihatinan serta bantuannya yang istimewa bagi sekian banyak siswa, yang menempuh studi di sekolah-sekolah bukan katolik. Kehadirannya itu hendaklah dinyatakan baik melalui kesaksian hidup mereka yang mengajar dan membimbing siswa-siswi itu, melalui kegiatan kerasulan sesama siswa maupun terutama melalui pelayanan para imam dan kaum awam, yang menyampaikan ajaran keselamatan kepada mereka, dan yang memberi pertolongan rohani kepada mereka melalui berbagai usaha yang tepat guna dengan situasi setempat dan semasa..
Oleh Konsili para orangtua diingatkan akan kewajiban mereka yang berat, untuk menyelenggarakan atau juga menuntut apa saja yang diperlukan, supaya anak-anak mereka mendapat kemudahan-kemudahan itu, dan mengalami kemajuan dalam pembinaan kristen, yang serasi dengan pendidikan profan mereka. Kecuali itu Gereja memuji para penguasa dan masyarakat sipil, yang dengan mengindahkan kemajemukan masyarakat zaman sekarang serta menjamin kebebasan beragama sebagaimana wajarnya, menolong keluarga-keluarga, supaya pendidikan anak-anak disemua sekolah dapat diselenggarakan seturut prinsip-prinsip moral dan religius yang dianut oleh keluarga-keluarga itu sendiri
8.     (Sekolah-sekolah katolik)
Kehadiran Gereja di dunia persekolahan secara khas nampak melalui sekolah katolik. Tidak kurang dari sekolah-sekolah lainnya, sekolah katolik pun mengejar tujuan-tujuan budaya dan menyelenggarakan pendidikan manusiawi kaum muda. Tetapi ciri khasnya ialah menciptakan lingkungan hidup bersama di sekolah, yang dijiwai oleh semangat Injil kebebasan dan cinta kasih, dan membantu kaum muda, supaya dalam mengembangkan kepribadian mereka sekaligus berkembang sebagai ciptaan baru, sebab itulah mereka, karena menerima Baptis. Termasuk ciri sekolah katolik pula, mengarahkan seluruh kebudayaan manusia akhirnya kepada pewartaan keselamatan, sehingga pengetahuan yang secara berangsur-angsur diperoleh para siswa tentang dunia, kehidupan dan manusia disinari oleh terang imanDemikianlah sekolah katolik, sementara sebagaimana harusnya membuka diri bagi kemajuan dunia modern, mendidik para siswanya untuk dengan tepat-guna mengembangkan kesejahteraan masyarakat di dunia, serta menyiapkan mereka untuk pengabdian demi meluasnya Kerajaan Allah, sehingga dengan memberi teladan hidup merasul mereka menjadi bagaikan ragi keselamatan bagi masyarakat luas.
Karena sekolah katolik dapat memberi sumbangan begitu besar kepada umat Allah untuk menunaikan misinya dan menunjang dialog antara Gereja dan masyarakat yang menguntungkan kedua pihak, maka juga bagi situasi kita sekarang ini tetap penting sekali. Oleh karena itu Konsili ini sekali lagi mengulangi pernyataan, bahwa – seperti berkali-kali telah ditetapkan dalam dokumen-dokumen Magisterium – Gereja berhak secara bebas mendirikan dan mengurus segala macam sekolah pada semua tingkat. Sementara itu Konsili mengingatkan juga, bahwa pelaksanaan hak itu merupakan dukungan kuat sekali untuk melindungi kebebasan suara hati serta hak-hak para orangtua, lagi pula banyak menunjang kemajuan kebudayaan sendiri.
Hendaknya para guru menyadari, bahwa terutama peranan merekalah yang menentukan bagi sekolah katolik, untuk dapat melaksanakan rencana-rencana dan usaha-usahanya. maka dari itu hendaklah mereka sungguh-sungguh disiapkan, supaya membawa bekal ilmu-pengetahuan profan maupun keagamaan yang dikukuhkan oleh ijazah-ijazah semestinya, dan mempunyai kemahiran mendidik sesuai dengan penemuan-penemuan zaman modern. Hendaklah cinta kasih menjadi ikatan mereka timbal balik dengan para siswa, dan mereka dijiwai oleh semangat merasul. Dengan demikian hendaknya mereka memberi kesaksian tentang Kristus Sang Guru satu-satunya melalui perihidup dan tugas mereka mengajar. Hendaknya mereka tahu bekerja sama, terutama dengan para orangtua. Bersama orangtua hendaklah para guru dalam seluruh pendidikan memperhatikan perbedaan jenis serta panggilan khas pria maupun wanita dalam keluarga dan masyarakat, seperti telah ditetapkan oleh Penyelenggaraan ilahi. Hendaknya mereka berusaha membangkitan pada para siswa kemampuan bertindak secara pribadi, dan juga sesudah para siswa tamat sekolah hendaklah para guru tetap mendampingi mereka dengan nasehat-nasehat, sikap bersahabat, pun melalui himpunan-himpunan yang bertujuan khusus dan bernafaskan semangat gerejawi yang sejati. Konsili menyatakan, bahwa pelayanan para guru itu sungguh-sungguh merupakan kerasulan, yang memang perlu dan benar-benar menanggapi kebutuhan zaman sekarang, sekaligus juga pengabdian  yang sejati kepada masyarakat. Konsili mengingatkan para orang tua katolik akan keajiban mereka, untuk bilamana dan dimana pun mungkin menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah-sekolah katolik, sekedar kemampuan mereka menanggung kelangsungannya, dan bekerja sama dengannya demi kepentingan anak-anak
9.    (Berbagai macam sekolah katolik)
Hendaknya semua sekolah, yang bagaimana pun bernaung pada gereja, sedapat mungkin membentuk diri menurut citra sekolah katolik itu, sungguhpun sesuai dengan berbagai situasi setempat sekolah katolik dapat mengenakan aneka bentuk pulaelas jugalah Gereja memandang sangat berharga sekolah-sekolah katolik, terutama didaerah Gereja-Gereja yang masih muda, yang menampung siswa-siswa bukan katolik juga.
Pada umumnya dalam mendirikan dan mengurus sekolah-sekolah katolik hendaknya kebutuhan-kebutuhan zaman yang makin maju sungguh ditanggapi. Oleh sebab itu memang tetap harus dikembangkan sekolah-sekolah tingkat dasar dan menengah, yang meletakkan dasar-dasar pendidikan; tetapi patut dihargai juga sekolah-sekolah, yang secara khas dibutuhkan dalam situasi sekarang, misalnya apa yang disebut sekolah-sekolah kejuruandan teknik, lembaga-lembaga bagi pembinaan kaum dewasa, pengembangan bantuan-bantuan sosial, serta penampungan para penyandang cacat yang memerlukan pelayanan istimewa, begitu pula sekolah-sekolah untuk mempersiapkan guru-guru pendidikan agama dan untuk bentuk-bentuk pendidikan lainnya.
Konsili suci dengan sangat menganjurkan kepada para Gembala Gereja dan segenap umat beriman, supaya tanpa melewatkan pengorbanan manapun membantu sekolah-sekolah katolik, untuk semakin sempurna menjalankan tugasnya, dan terutama untuk menanggapi kebutuhan-kebutuhan mereka, yang miskin harta duniawi, atau hidup tanpa bantuan atau kasih sayang keluarga, atau masih jauh dari kurnia iman.
10.    (Fakultas dan universitas katolik)
Begitu pula sekolah-sekolah tingkat lebih tinggi, terutama universitas-universitas dan fakultas-fakultas, dari pihak Gereja mendapat perhatian yang istimewa. Bahkan Gereja menghendaki, supaya diperguruan-perguruan yang bernaung padanya secara laras terpadu masing-masing bidang ilmu dikembangkan menurut asas-asasnya sendiri, dengan metodenya sendiri, dan dengan kebebasan penelitian ilmiah sedemikian rupa, sehingga ilmu-pengetahuan di bidang-bidang itu kian hari makin mendalam, dan – sementara diperhatikan secermat mungkin masalah-persoalan  serta penyelidikan-penyelidikan aktual di zaman modern ini – hendaknya disadari secara lebih mendalam, bagaimana iman dan akalbudi berpadu mencari kebenaran yang tunggal, dan diikuti jejak-jejak para Pujangga Gereja, terutama S. Tomas AkuinoBegitulah hendaknya terwujudkan kehadiran visi kristen secara publik, terus-menerus dan universal, dalam seluruh usaha untuk meningkatkan mutu kebudayaan. Pun hendaknya para mahasiswa perguruan-perguruan itu dibina menjadi tokoh-tokoh yang benar-benar unggul ilmu-pengetahuannya, siap-siaga untuk menunaikan kewajiban-kewajiban yang cukup berat dalam masyarakat, dan menjadi saksi-saksi iman di dunia
Di universitas-universitas katolik, yang tidak mempunyai fakultas teologi, hendaknya diadakan Lembaga atau Mimbar Teologi, yang menyelenggarakan kuliah-kuliah yang juga disesuaikan dengan kaum awam. Karena ilmu-pengetahuan mengalami kemajuan terutama berkat penelitian-penelitian khas yang bermutu ilmiah lebih tinggi, hendaknya di universitas-universitas dan fakultas-fakultas katolik terutama dikembangkan lembaga-lembaga, yang pertama-tama berfungsi memajukan penelitian ilmiah.
 Konsili sangat menganjurkan, supaya universitas-universitas dan fakultas-fakultas katolik, yang hendaknya diselenggarakan secara cukup merata di pelbagai kawasan dunia, tetap dikembangkan, tetapi sedemikian rupa, sehingga tidak menonjol karena jumlahnya, melainkan karena mutu perkuliahannya. Hendaknya perguruan-perguruan itu mudah terbuka bagi para mahasiswa yang memberi harapan lebih besar, kendati kondisinya kurang menguntungkan, terutama bagi mereka yang berasal dari negara-negara yang masih muda.
 Untung-malang masyarakat dan gereja sendiri berhubungan erat sekali dengan kemajuan generasi muda yang menempuh studi tingkat lebih tinggi. Maka hendaknya para Gembala Gereja jangan hanya menyediakan reksa pastoral paroki intensif bagi hidup rohani para mahasiswa universitas katolik saja. Terdorong oleh keprihatinan akan pembinaan rohani semua putera-puteri mereka, dan berdasarkan musyawarah yang seyogyanya diadakan antara para Uskup, hendaklah mereka mengusahakan, supaya juga disekitar universitas-universitas bukan katolik terdapat asrama-asrama serta pusat-pusat universiter katolik; disitu hendaknya imam-imam, para religius dan kaum awam, yang dipilih dan disiapkan dengan cermat, memberi pelayanan rohani dan ilmiah yang tetap kepada generasi muda di lingkup universitas. Kaum muda yang berbakat lebih tinggi dilingkungan universitas katolik atau universitas lain, yang nampak cocok untuk menjadi dosen atau menjalankan penelitian-penelitian, hendaknya diusahakan perkembangannya secara istimewa, dan diarahkan untuk menunaikan tugas mengajar.
11.     (Fakultas teologi)
Gereja menaruh harapan amat besar atas kegiatan fakultas-fakultas  teologiebab kepada fakultas-fakultas itulah Gereja mempercayakan tugas yang berat sekali, yakni menyiapkan para mahasiswanya bukan saja untuk pelayanan imam, tetapi terutama untuk mengajar dilembaga-lembaga studi gerejawi tingkat tinggi, untuk mengembangkan berbagai bidang ilmu atas jerih-payah mereka sendiri, dan menangani tugas-tugas kerasulan intelektual yang lebih berat. Termsuk tugas fakultas-fakultas itu sendiri: mengadakan penelitian-penelitian lebih mendalam di pelbagai bidang teologi, sehingga tercapailah pengertian yang makin mendalam tentang Perwahyuan Roh Kudus, makin penuh terbukalah pusaka kebijaksanaan kristen warisan para leluhur, makin berkembanglah dialog dengan saudara-saudari yang terpisah dan dengan umat beragama lain, dan masalah-persoalan yang timbul dari kemajuan ilmu-pengetahuan mendapat jawabannya      Maka hendaklah fakultas-fakultas gerejawi pada saatnya meninjau kembali Anggaran Dasarnya, secara intensif mengembangkan teologi serta ilmu-ilmu yang berkaitan dengannya, dan dengan memanfaatkan metode-metode serta upaya-upaya yang mutakhir pula, membina para mahasiswanya untuk tetap melanjutkan penelitian-penelitian.
12.     (Koordinasi di bidang persekolahan)
Kerja sama, yang pada tingkat keuskupan, nasional maupun internasional dari hari ke hari makin mendesak dan makin tepat guna, sangat perlu juga di dunia persekolahan. Oleh sebab itu hendaklah diusahakan sedapat mungkin, supaya antara sekolah-sekolah katolik koordinasi makin dipererat, begitu pula dikembangkan kerja sama antara sekolah-sekolah katolik dan sekolah-sekolah lainnya. Kerja sama itu dibutuhkan demi kesejahteraan segenap masyarakat      Berkat koordinasi dan kerja sama yang lebih erat itu, terutama dikalangan lembaga-lembaga akademis, akan diperbuahkan hasil-hasil yang lebih melimpah. Maka hendaklah disetiap universitas berbagai fakultas saling membantu, sejauh kekhususan masing-masing mengijinkannya. Universitas-universitas sendiri hendaknya berpadu maksud dan menjalin kerja sama, dengan bersama-sama menyelenggarakan kongres-kongres internasional, saling berbagi tugas dibidang penelitian ilmiah, mengadakan pertukaran hasil-hasil penelitian, mengusahakan pertukaran dosen-dosen untuk sementara waktu, dan mendukung usaha-usaha lain, yang dapat meningkatkan kerja sama.

PENUTUP
Konsili dengan sangat mendorong angkatan muda, supaya menyadari keluhuran tugas mendidik, dan menyediakan diri untuk dengan kebesaran jiwa menerima tugas itu, terutama didaerah-daerah, yang kekurangan guru, sehingga pendidikan kaum muda menghadapi krisis.
      Konsili menyatakan syukur terima kasih sebesar-besarnya kepada imam-imam, para religius pria maupun wanita, dan kaum awam, yang dengan dedikasi injili membaktikan diri dalam karya luhur pendidikan dan persekolahan di pelbagai jenis dan pada berbagai tingkat. Konsili mengajak mereka, supaya tetap bertahan dengan kebesaran jiwa dalam tugas yang mereka jalankan, lagi pula supaya dalam meresapkan semangat Kristus di hati para siswa, dalam keahlian mendidik, dan dalam menekuni ilmu-pengetahuan berusaha menjadi unggul sedemikian rupa, sehingga mereka bukan melulu mendukung pembaharuan intern Gereja, melainkan mempertahankan serta meningkatkan kehadiran Gereja yang dermawan terutama didunia ilmu pengetahuan zaman sekarang.
Semua dan masing-masing pokok, yang telah diuraikan dalam Pernyataan ini, berkenan kepada para Bapa Konsili suci. Dan kami, atas kuasa Rasuli yang oleh Kristus diserahkan kepada Kami, dalam Roh Kudus menyetujui, memutuskan dan menetapkan itu semua bersama dengan para Bapa yang terhormat, lagi pula memerintahkan, agar segala sesuatu yang dengan demikian telah ditetapkan dalam Konsili, dimaklumkan secara resmi demi kemuliaan Allah.  

Roma, di gereja Santo Petrus,
tanggal 28 bulan Oktober tahun 1965.




Pustaka

1.    Suwarno, (1985). Pengantar Umum Pendidikan. Jakarta: PN Angkasa Baru.
2.    Suryasubroto, B. (1983). Beberapa Aspek Dasar Pendidikan. Jakarta: PN. Bina Aksara.
3.    Soejono Ag. (1983). Pendahuluan Ilmu Pendidikan Umum. Bandung: CV. Ilmu.
4.    Gravisium Educationis; Pernyataan Tentang Pendidikan Kristen. Konsili Vatikan II 1965.
5.    Winkel, WS. (1987). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia.
6.    Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003.
7.    Idris, Zahara. (1981). Dasar-Dasar Kependidikan. Padang: Angkaa Raya.
8.    Yakob Papo. (1990). Pendidikan Beriman Dalam Lingkup Sekolah. Ende: Nusa Indah.