Jumat, 02 Desember 2011

Katekese Audio Visual


PENDAHULUAN

            John Killinger, profesor homiletik berpendapat:  “Dunia telah berubah menjadi desa dunia. Kita hidup dengan televisi, video tape, alat perekam, komputer, kamera, proyektor, mesin cetak, mesin fotocopy – segala perpanjangan mekanis dari diri  manusia. Lebih dari yang lain …. alat-alat ini telah mengubah zaman dimana kita hidup.”  
Pewartaan adalah kegiatan komunikasi. menurut Black Jay dan Frederick Whitney, komunikasi merupakan proses dimana masing-masing individu terlibat dalam tukar menukar makna.  Komunikasi tidak hanya terdiri dari pernyampaian pesan secara verbal, langsung dan dengan maksud tertentu, melainkan juga semua proses dimana orang saling mempengaruhi satu sama lain. Proses komunikasi itu dapat melalui media audio visual, baik group media maupun mass media. 
Pierre Babin OMI, ahli katekese audio-visual menegaskan bahwa televisi lebih mengutamakan bahasa simbolis daripada bahasa konseptual. Bahasa simbolis adalah bahasa yang menggoda, menggetarkan emosi sebelum akhirnya ia berfungsi menerangkan. Bahasa simbolis menggerakkan bukan hanya roh, tetapi juga hati dan tubuh kita. Bahasa simbolis adalah bahasa yang penuh resonansi, ritme, cerita, imaginasi, sugesti dan koneksi. Bahasa itu berbeda dengan bahasa konseptual sebagai bentuk bahasa yang menyediakan representasi mental yang baku, terbatas, abstrak atas realitas.
            Menurut Babin, televisi bekerja dengan prinsip symbolic way.  Televisi menggunakan imaginasi,  gambar, intuisi, cerita, nyanyian, dan pengalaman-pengalaman yang di-share-kan. Pewartaan iman, menurut Babin, bisa dijalankan dengan dua cara, yaitu katekese (instruksional) dan symbolic way.
Dalam zaman ini, bila kita ingin mengadakan pewartaan iman atau pendalaman iman bagi generasi yang dipengaruhi bahasa televisi, kita harus menggunakan bahasa simbolis. Alasannya, bahasa jenis ini mempunyai pendekatan yang penuh gambar, imaginasi dan cerita. Tujuan utamanya bukan pemahaman intelektual, tetapi keterlibatan hati dan pertobatan.  Iman di zaman sekarang harus ditemukan dalam kesadaran akan pentingnya mata, atau interioritas pribadi manusia. Hanya iman yang dibangun di atas interioritas pribadi akan bertahan dan berkembang.
Penyebaran makna bukanlah sekedar pengiriman atau penerimaan informasi, melainkan hasil dari kegiatan menerima dan memberi melalui interaksi sosial. Dengan demikian pewartaan iman sebagai proses komunikasi merupakan kegiatan mengelola pesan (keselamatan) dengan tujuan menciptakan makna (imani). 




BAB I
MEDIA AUDIO VISUAL 
PENGERTIAN DAN JENIS-JENIS
A. PENGERTIAN DAN TUJUAN
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, media adalah alat atau sarana komunikasi seperti koran, majalah, radio, televisi, film, poster, dan spanduk.  Media disebut juga alat-alat audio visual, artinya alat yang dapat dilihat dan didengar yang dipakai dengan maksud untuk membuat cara berkomunikasi lebih efektif dan efisien.
Media merupakan kata jamak dari kata medium yang berasal dari bahasa Latin medium yang berarti antara.  Pada umumnya, definisi media selalu didasarkan pada proses komunikasi.  Media merupakan perantara bagi pengirim (sender) dan penerima (receiver) dalam melakukan pertukaran informasi.
Dengan penggunaan alat-alat ini orang dapat berkomunikasi lebih hidup serta interaksinya bersifat multi arah. Media adalah alat yang dapat membantu proses komunikasi yang berfungsi memperjelas makna pesan yang disampaikan sehingga tujuan dapat tercapai dengan lebih baik, lebih sempurna.





Pemanfaatan media memiliki beberapa tujuan yaitu: untuk memotivasi perilaku tertentu (to motivate), menyampaikan informasi (to inform) dan pembelajaran (to instruct).
Media memungkinkan pemakainya dapat mengatasi hambatan  berupa ruang dan waktu dalam memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan. Media tertentu seperti media audio visual dapat memberikan pengalaman belajar langsung kepada pemakainya. Medium televisi dapat mengungkapkan peristiwa yang berlangsung di tempat yang cukup jauh. Medium lain seperti halnya film dan video memiliki potensi dalam mengungkapkan kembali peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di masa lalu.
B. JENIS-JENIS MEDIA
Berbagai sudut pandang menggolongkan jenis-jenis media. Pada umumnya media akan diklasifikasikan menjadi: media visual, media audio, dan media audio-visual.
1.      Media Visual
a.    Media yang tidak diproyeksikan
·      Media realia adalah benda nyata. Benda tersebut tidak harus dihadirkan, tetapi dapat melihat langsung ke obyek.
·      Model adalah benda tiruan dalam wujud tiga dimensi yang merupakan representasi atau pengganti dari benda yang sesungguhnya. Penggunaan model untuk mengatasi kendala tertentu sebagai pengganti realia.
·      Media grafis tergolong media visual yang menyalurkan pesan melalui simbol-simbol visual. Fungsi dari media grafis adalah menarik perhatian, memperjelas  pesan, dan mengilustrasikan suatu fakta atau konsep yang mudah terlupakan jika hanya dilakukan melalui penjelasan verbal.
Jenis-jenis media grafis adalah:
-       gambar/foto: paling umum digunakan
-       sketsa: gambar sederhana atau draft kasar yang melukiskan bagian pokok tanpa detail.  Dengan sketsa dapat menarik perhatian, menghindarkan verbalisme, dan memperjelas pesan.
-       diagram/skema: gambar sederhana yang menggunakan garis dan simbol untuk menggambarkan struktur dari obyek tertentu secara garis besar.
-       bagan/ chart: menyajikan ide atau konsep yang sulit sehingga lebih mudah dicerna. Selain itu bagan mampu memberikan ringkasan butir-butir penting dari pesan. Dalam bagan sering dijumpai bentuk grafis lain, seperti: gambar, diagram, kartun, atau lambang verbal.
-       grafik: gambar sederhana yang menggunakan garis, titik, simbol verbal atau bentuk tertentu yang menggambarkan data kuantitatif.
b.   Media Proyeksi
1)  Transparansi OHP/LCD
Perangkat media transparansi meliputi perangkat lunak (Overhead transparancy/OHT) dan perangkat keras (Overhead projector/ OHP/ komputer). Teknik pembuatan media transparansi, yaitu:
-       Mengambil dari bahan cetak dengan teknik tertentu
-       Membuat sendiri secara manual
2)       Film bingkai / slide
Adalah film transparan yang umumnya berukuran 35 mm dan diberi bingkai 2X2 inci. Dalam satu paket berisi beberapa film bingkai yang terpisah satu sama lain. Manfaat film bingkai hampir sama dengan transparansi OHP, hanya kualitas visual yang dihasilkan lebih bagus. Sedangkan kelemahannya adalah biaya produksi dan peralatan lebih mahal serta kurang praktis.  Untuk menyajikan dibutuhkan proyektor slide.
2.      Media Audio
a.   Radio
Radio merupakan perlengkapan elektronik yang dapat digunakan untuk mendengarkan berita yang bagus dan aktual, dapat mengetahui beberapa kejadian dan peristiwa-peristiwa penting dan baru, masalah-masalah kehidupan dan sebagainya. Radio dapat digunakan sebagai media pembelajaran yang cukup efektif.
b.   Kaset/cd - audio
       Keuntungannya adalah merupakan media yang ekonomis karena biaya pengadaan dan perawatan murah.

3. edia Audio-Visual
a.   Media video
Merupakan salah satu jenis media audio visual, seperti  film. Yang banyak dikembangkan untuk keperluan pembelajaran, biasa dikemas dalam bentuk VCD.
b.        Media computer
Media ini memiliki semua kelebihan yang dimiliki oleh media lain. Selain mampu menampilkan teks, gerak, suara dan gambar, komputer juga dapat digunakan secara interaktif, bukan hanya searah. Bahkan komputer yang disambung dengan internet dapat memberikan keleluasaan belajar menembus ruang dan waktu serta menyediakan sumber belajar yang hampir tanpa batas.


C. PANDANGAN GEREJA TERHADAP MEDIA KOMUNIKASI
Sarana komunikasi sosial telah menjadi demikian penting sehingga banyak menjadi sarana utama informasi, pendidikan, bimbingan, dan inspirasi dalam tingkahlaku individu-individu, keluarga-keluarga dan masyarakat luas pada umumnya. Beriktu beberapa dokumen Gereja yang berbicara tentang sikap dan pemanfaatan media komunikas, yaitu:
a.       Konsili Vatikan II  (Inter Mirifica) mengajak untuk memanfaatkan sarana komunikasi modern  untuk karya pewartaan dan penggembalaan Gereja.
b.      Ensiklik Communio et Progressio (128), Paus Paulus VI menegaskan bahwa media modern menawarkan cara-cara baru untuk menghadapkan manusia dengan pesan Injil.


c.       Evangelii Nuntiandi (45) beliau juga menegaskan, Gereja akan merasa bersalah di hadapan Kristus bila gagal menggunakan media untuk evangelisasi. Paus Yohanes Paulus juga mendukung pemanfaatan media massa untuk katekese.
d.       Ensiklik Redemptoris Missio (37) beliau menyebut media sebagai aeropogus pertama di zaman modern.  Maka Gereja belumlah cukup untuk menggunakan media sekedar untuk menyebarkan pesan Injil dan ajaran otentik Gereja. Namun juga perlu mengintegrasikan pesan Injil ke dalam kebudayaan baru yang diciptakan oleh komunikasi modern.
e.       Paus Benediktus XVI (dalam pesan hari komunikasi ke-44 pada tahun imam ini mengangkat tema)  Imam dan Pelayanan Pastoral di Dunia Digital: Media Baru demi Pelayanan Sabda. Ditegaskannya bahwa penggunaan teknologi komunikasi baru ini sangatlah perlu, khususnya dalam menjawab secara tepat tantangan-tantangan yang dirasakan di tengah pergeseran dunia dewasa ini.  Kita ditantang untuk mewartakan Injil dengan menggunakan generasi teknologi audiovisual yang paling mutakhir (gambar, video, animasi, blog dan website) yang seiring dengan media tradisional dapat membuka wawasan baru dan luas demi dialog, evangelisasi, dan katekese.

BAB II
AUDIO VISUAL:
SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN

Dr. Vernom A. Magnesen (1983) menyatakan kita belajar, "10% dari apa yang dibaca; 20% dari apa yang didengar, 30% dari apa yang dilihat, 50% dari apa yang dilihat dan dengar, 70% dari apa yang dikatakan, 90% dari apa yang dilakukan". Berpijak kepada konsep Vernom, bahwa pembelajaran dengan mempergunakan teknologi audiovisual akan meningkatkan kemampuan belajar sebesar 50%, daripada dengan tanpa mempergunakan media.


A.      PENGERTIAN MEDIA PEMBELAJARAN
 Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari  medium  yang secara harfiah berarti “perantara” atau “pengantar” yaitu perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Secara khusus, kata tersebut dapat diartikan sebagai alat komunikasi yang digunakan untuk membawa informasi dari satu sumber kepada penerima. Dikaitkan dengan pembelajaran, media dimaknai sebagai alat komunikasi yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk membawa informasi berupa materi ajar dari pengajar kepada peserta didik sehingga peserta didik menjadi lebih tertarik untuk mengikuti kegiatan pembelajaran.
Berikut pendapat beberapa ahli yang dirangkum oleh Akhmad Sudrajat dalam http//www.Wordpressakhmad sudrajar.com/Akhmad Sudrajat Let’s Talk About Education.htm sebagai berikut;


1.      Schramm (1977)
Media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran.
2.      Briggs (1977)
Media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti : buku, film, video dan sebagainya.

3.      National Education Associaton (1969)
Media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras.
 Dari ketiga pendapat di atas disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang fikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik.
Menurut Brown (1973) media pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dapat mempengaruhi terhadap efektivitas pembelajaran. Namun satu hal yang perlu diingat bahwa peranan media tidak akan terlihat apabila penggunaannya tidak sejalan dengan isi dan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Secanggih apa pun media tersebut, tidak dapat dikatakan menunjang pembelajaran apabila keberadaannya menyimpang dari isi dan tujuan pembelajarannya.

B.       FUNGSI MEDIA DALAM PEMBELAJARAN

Ada dua fungsi utama media pembelajaran yang perlu kita ketahui.  Yaitu  media adalah sebagai alat bantu pembelajaran, dan fungsi kedua media adalah sebagai sumber belajar.
1. Media Sebagai Alat Bantu
Setiap materi ajar memiliki tingkat kesukaran yang bervariasi. Pada satu sisi ada materi ajar yang tidak memerlukan alat bantu, tetapi di lain pihak ada materi ajar yang sangat memerlukan alat bantu berupa media pembelajaran. Materi ajar dengan tingkat kesukaran yang tinggi tentu sukar dipahami oleh siswa. Tanpa bantuan media, maka materi ajar menjadi sukar dicerna dan dipahami oleh setiap siswa. Hal ini akan semakin terasa apabila materi ajar tersebut abstrak dan rumit/kompleks.
Sebagai alat bantu, media mempunyai fungsi melicinkan jalan menuju tercapainya tujuan pembelajaran. Hal ini dilandasi keyakinan bahwa kegiatan pembelajaran dengan bantuan media mempertinggi kualitas kegiatan belajar siswa dalam tenggang waktu yang cukup lama.
Itu berarti, kegiatan belajar siswa dengan bantuan media akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih baik daripada tanpa bantuan media.


2.      Media Sebagai Sumber Belajar
Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat bahan pembelajaran untuk belajar peserta didik tersebut berasal. Sumber belajar dapat dikelompokkan menjadi lima kategori, yaitu manusia, buku perpustakaan, media massa, alam lingkungan, dan media  pendidikan. Media pendidikan, sebagai salah satu sumber belajar, ikut membantu guru dalam memudahkan tercapainya  pemahaman materi ajar oleh siswa, serta dapat memperkaya wawasan siswa.  
Secara rinci manfaat media pembelajaran :
1)     Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para peserta didik.  
2)     Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas
3)     Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta didik dengan lingkungannya.
4)     Media menghasilkan keseragaman pengamatan
5)     Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis
6)     Media membangkitkan keinginan dan minat baru  
7)     Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar
8)     Media memberikan pengalaman yang integral/ menyeluruh dari yang konkrit sampai dengan abstrak

C.  MACAM /JENIS MEDIA PEMBELAJARAN
Berdasarkan jenisnya, media dapat Anda bedakan atas (1) media audiktif, (2) media visual, dan (3) media audio visual. Media audiktif adalah media yang hanya mengandalkan kemampuan suara saja. Yang termasuk jenis media ini antara lain meliputi tape recorder dan radio.
Media visual adalah media yang hanya mengandalkan indra pengelihatan. Yang temasuk jenis ini antara lain meliputi gambar, foto, serta benda nyata yang tidak bersuara.
Adapun media audiovisual adalah media yang mempunyai unsure suara dan unsur gambar. Beberapa contoh media audiovisual meliputi televisi, video, film, atau demonstrasi langsung.  Media audiovisual dapat Anda bedakan lagi menjadi (a) audio visual  diam dan (b) audio visual gerak.
Audio visual diam adalah media yang menampilkan suara dan gambar diam (tidak bergerak). Misalnya, film bingkai suara sound sistem, film rangkai suara, dan cetak suara. Audio visual gerak adalah media yang dapat menampilkan unsur suara dan gambar yang bergerak. Misalnya, film suara dan video-cassette.
Pembagian lain, media dibedakan sebagai berikut;
 a.   Media Visual
Terdiri atas media visual yang tidak diproyeksikan (non proyeksi) dan media visual yang diproyeksikan. Media nonproyeksi disebut juga media pameran atau displayed media. Media yang termasuk media nonproyeksi adalah gambar nati, ilustrasi, karikatur, poster, bagan, diagram, grafik, peta datar, replika dan model, papan, dan sketsa. Media yang termasuk sebagai media yang diproyeksikan adalah overhead transparansi (OHT), slide, filmstrips, dan opaque. Media tersebut diproyeksikan ke layar dengan menggunakan proyektor. Perkembangan teknologi yang ada saat ini memungkinkan komputer dan video juga diproyeksikan dengan menggunakan peralatan khusus, yaitu LCD.
c.    Media Audio
Media audio merupakan media yang fleksibel karena bentuknya yang mudah dibawa, praktis, dan relatif murah (misalnya tape compo, pengeras suara). Media audio ini mencakup program wicara,  wawancara, diskusi, bulletin, warta berita, program dokumenter program feature dan majalah udara, drama audio)
d.   Media Video
d.Media video dapat digunakan sebagai alat bantu mengajar pada berbagai bidang studi. Hal itu disebabkan oleh kemampuan video untuk memanipulasi kondisi waktu dan ruang .
e.    Media Berbasis Komputer
e.Media komputer juga mampu menampilkan unsur audio-visual yang bermanfaat untuk meningkatkan minat belajar siswa, atau yang dikenal dengan program multi media.

D.    PEMILIHAN MEDIA PEMBELAJARAN
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan media adalah  sebagai beriktu:
1.   Tujuan
Media yang dipilih hendaknya menunjang pencapaian tujuan pembelajaran.
2.    Ketepatgunaan
Hendaknya dipilih ketepatan dan kegunaannya untuk menyampaikan pesan yang hendak dikomunikasikan/ diinformasikan
3.        Tingkat kemampuan siswa/peserta didik
Media yang dipilih hendaknya sesuai dengan tingkat kemampuan siswa/peserta didik,  pendekatan terhadap pokok masalah, besar kecilnya kelompok atau jangkauan penggunaan media tersebut.
4.          Biaya
Biaya yang dikeluarkan hendaknya seimbang dengan hasil yang diharapkan dan tergantung kemampuan dana yang tersedia.
5.          Ketersediaan
Apakah media yang diperlukan tersedia atau tidak, apakah ada pengganti yang relevan, direncanakan untuk perorangan atau kelompok.
6.          Mutu teknis
Kualitas media harus dipertimbangkan, jika media sudah rusak atau kurang jelas/terganggu sehingga mengganggu proses transfer informasi (tidak menarik, detail kurang bisa dipahami).


E. PRINSIP PEMILIHAN MEDIA PEMBELAJARAN
Ada beberapa prisip yang perlu dipertimbangkan pengajar dalam memilih dan menggunakan media pembelajaran, yaitu:
1.      Kesesuain dengan tujuan
Tidak ada suatu media yang paling unggul untuk semua tujuan, suatu media hanya cocok untuk tujuan pembelajaran  tertentu,  tetapi mungkin tidak cocok untuk yang lain.
2.      Integral dalam pembelajaran
Hal ini berarti bahwa media bukan hanya sekedar alat bantu mengajar pengajar saja, tetapi merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari proses pembelajaran. Penetapan suatu media haruslah sesuai dengan komponen yang lain dalam perencanaan intruksional. Tanpa alat bantu pembalajran mungkin pembalajaran dapat berlangsung, tetapi tanpa media pembalajaran itu takkan terjadi.

3.      Alat bantu
Media apapun yang berhak digunakan, sasaran akhirnya adalah untuk memudahkan belajar peserta didik. Kemudahan belajar peserta didik haruslah dijadikan acuan utama dalam pemilihan dan penggunaan suatu media.
4.      Memiliki tujuan
Penggunaan berbagai media dalam suatu pembalajaran bukan hanya sekedar selingan/pengisi waktu atau hiburan, melainkan mempunyai tujuan yang menyatu dengan pembelajaran yang sedang berlangsung.
5.      Objektif
Hal ini didasarkan pada tujuan pembelajaran, tidak didasarkan pada kesenangan pribadi.

6.      Selektif
Penggunaan beberapa media sekaligus akan membingungkan  peserta didik. Penggunaan multi media tidak berarti media yang banyak sekaligus, tetapi media tertentu  dipilih untuk tujuan tertentu dan media yang lain untuk tujuan yang lain pula.
Dengan melihat pada realitas yang ditemukan pada proses pembelajaran tersebut, maka pencapaian belajar secara efektif akan dicapai apabila:
1.   Mengenal keunggulan dan kelemahan media
Penggunaan teknologi auditif bukan berarti lebih buruk daripada media audiovisual, karena ada beberapa materi pembelajaran yang akan lebih baik ditayangkan dengan mempergunakan teknologi auditif untuk merangsang imajinasi siswa, dan melatih kepekaan pendengaran.
2.    Menentukan pilihan materi
Apakah materi yang dibahas sesuai dengan penggunaan media auditif, visual, atau audiovisual. Misalnya untuk melatih kepekaan siswa dalam memahami percakapan bahasa Inggris, akan lebih baik kalau dipergunakan media auditif, sementara untuk mengetahui ragam budaya masyarakat berbagai bangsa tentu lebih relevan dengan mempergunakan tayangan audiovisual.
3.    Menyiapkan skenario tayangan
Hal ini menyangkut model tayangan yang akan disajikan sehingga menjadi menarik, serta mampu mengembangkan berbagai aspek kemampuan (potensi) dalam diri siswa. Tidak kalah pentingnya, adalah bagaimana membuat anak tetap fokus kepada tayangan yang disajikan, dan mengukur apa yang telah dilakukan siswa.
4.        Menyiapkan lembar tugas
Lembaran tugas yang dikerjakan siswa ketika menyaksikan tayangan pembelajaran


BAB III
AUDIO VISUAL
 SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI
DALAM KATEKESE

A.    MELIHAT KEMBALI  PERKEMBANGANKATEKESE  DEWASA INI

1.      Katekese merupakan salah satu metode dan bentuk pemberitaan Injil yang khas 
Kekhasan tersebut terletak bahwa katekese menjadi karya ampuh yang memuat segi pemahaman dan pengetahuan iman. Kekhasan tersebut tampak melalui rumusan, bentuk dan metode katekese, serta isi pemahaman dan pengetahuan iman itu sendiri dalam upaya membentuk pola-pola hidup kristen yang sejati.
Katekese mempunyai tujuan sebagai tahap pengajaran dan pendewasaan. Tujuan ini memungkinkan seseorang dimekarkan menuju kepenuhan Kristen. Melalui taraf pengetahuan ini seseorang diajak sampai kepada penghayatan dan pengertian tentang misteri Kristus yang sejati.
2.      Jembatan antara pengalaman hidup dan visi kristiani
Dalam proses katekese dibutuhkan jembatan antara tradisi iman dengan visi atau nilai kristianitas dalam situasi yang baru saat ini. Hal itu membutuhkan hubungan yang bersifat timbal balik dan selaras antara apa yang menjadi visi dengan kenyataan faktual yang dihadapi.
Dalam hubungan tersebut, pengalaman-pengalaman faktual berhadapan dengan berbagai nilai, makna dan pengalaman manusiawi itu menjadi muara bagaimana Gereja harus berbuat mengupayakan perjuangan visi Injil sebagai sebuah warta sejati mengenai Kerajaan Allah di kancah hidup masyarakat saat ini. Warta tersebut diharapkan mampu menjadi bentuk penyadaran atau konsientisasi yang berdampak spiritual baik secara perorangan maupun bersama.
Maka, agar warta Injil sungguh menyentuh dan berdampak pada segi spiritual orang-orang di zaman sekarang, katekese harus senantiasa mampu membuat jembatan antara nilai kristianitas dan pengalaman hidup itu. Untuk itu, ketika orang-orang zaman sekarang telah dipengaruhi dengan gaya hidup dan berbagai perkembangan teknologi modern, katekese hendaknya juga memanfaatkan sarana-sarana dan metode-metode modern itu, agar secara efektif mampu menyapa hidup orang di jaman sekarang.

B.  ISI DAN SUASANA KATEKESE MELALUI MEDIA AUDIO VISUAL

 Dalam proses katekese, ada dua unsur penting yang harus diperhatikan, yaitu isi dan suasana
1.   Isi katekese
Isi katekese biasanya memuat pengalaman hidup peserta, Kitab Suci dan Tradisi Gereja.  Dalam katekese terjadi dialektika dan proses edukatif serta konsientisasi menyangkut visi dan pengetahuan iman, yang membawa nilai dan pesan moral bagi peserta katekese. Melalui proses ini pengalaman manusia menjadi sebuah pengalaman iman.
Isi katekese tidak dapat dilepaskan dari pengaruh suasana, baik faktor perkembangan psikologis peserta katekese dan aspek-aspek eksternalnya, yaitu lingkungan, sarana, pendekatan dan metodenya.

2.   Suasana Katekese
Suasana akomodatif mampu menghantar isi kepada peserta katekese. Suasana tanpa isi akan membuat proses katekese hanya sekedar ruang hiburan, tetapi isi tanpa suasana akan membuat proses katekese bagaikan ruang ceramah yang membosankan dan sama sekali tidak edukatif bagi segi afektifitas peserta katekese.
Untuk itu segi isi dan suasana menjadi bagian yang tak terpisahkan. Isi haruslah berjalan dengan suasana, begitupun suasana haruslah memuat isi yang membangun iman peserta katekese.


Untuk membangun isi dan suasana katekese yang lebih menyapa, maka:
a)     pertama, proses katekese harus mempertimbangkan segi himbauan pesan yang bersifat himbauan emosional melalui berbagai media yang tepat dan mampu menyentuh cita rasa.  
b)     kedua, proses katekese harus menjadi proses komunikatif, dimana berbagai metode pendekatan komunikasi digunakan. Katekese tidak hanya bersifat intruksional saja, tetapi juga mempergunakan prinsip symbolic way dimana pengertian-pengertian didapat dari proses yang bersifat simbolis, baik dari gambar, film, cerita, dan lain sebagainya.


B.       MEDIA AUDIO VISUAL DALAM KATEKESE
Salah satu media yang dapat digunakan agar katekese itu menarik adalah media komunikasi popular  (selanjutnya disebut audio visual). Media audio visual adalah media yang digunakan untuk menyampaikan pesan dalam proses komunikasi yang metodologinya bersifat “dekat” dengan kehidupan dewasa ini, misalnya: film, foto digital, poster, hasil download internet, tampilan-tampilan presentasi dengan powerpoint dan flash player, music, potongan artikel, potongan cergam-komik, dan lain-lain.
Untuk kepentingan katekese, media audio visual dalam pelaksanaan hendaknya diperhatikan hal-hal berikut:
a.      Pandangan hidup manusia jaman sekarang
Media dapat menjadi jembatan antara pengalaman hidup dengan visi kristiani.  Media audio visual ini dapat menjadi salah satu bantuan, agar jembatan untuk menghubungkan pengalaman hidup orang zaman sekarang dengan visi kristianitas mampu terjadi.
Media audio visual ini menjadi sarana supaya terjadi proses sintesa antara media dan katekese yang sesuai dengan perkembangan budaya serta tehnologi yang mempengaruhi umat berkaitan dengan gaya hidup (life style) dan pandangan-pandangan hidup umat dewasa ini.
b.      Media audio visual ditempatkan dalam rancangan katekese yang menarik dan kreatif.
Hal itu sangat beralasan, karena:
-          Media sudah menjadi tiang penyangga kehidupan dan sekaligus menjadi ciri khas setiap orang bersosialisasi.
-          Bahasa media yang bersifat membujuk, menggetarkan hati, dan penuh dengan resonansi, irama, cerita, dan gambar yang tervisualisasikan.
-          Bahasa media lebih berpusat pada getaran hati.
-          Bahasa menjadi simbol untuk mengangkat dan memberi tekanan pada aneka kekayaan cita rasa. Segalanya seakan diciptakan kembali menjadi sesuatu yang kreatif.

Media audio visual dapat digunakan dalam proses katekese, baik sebagai apersepsi (pemusatan perhatian), narasi apresiatif dan refleksi, peneguhan, rangkuman atau pengiring doa.  Apresiasi ini merupakan kegiatan yang memuat tiga unsur penting.
-          Pemahaman.
-          Memberikan pendapat dan tanggapan atau yang umum disebut sebagai intrepetasi dan
-          Ungkapan/ekspresi yang representatif dan kaya akan makna (reflektif).



BAB IV
PENDEKATAN DAN METODE
KATEKESE AUDIO VISUAL
Membangun isi dan suasana katekese yang menarik dan menyentuh melalui bahasa media komunikasi. Media audio visual dan  performance art  dapat digunakan dalam proses katekese, misalnya dengan beberapa pendekatan metodologi sebagai berikut.
A. METODE APRESIASI  FILM
Metode ini mempergunakan sarana film sebagai obyek-media yang dapat menjadi bahan analisa, diskusi dan refleksi. Namun juga dapat dipergunakan sebagai pengantar atau peneguh kesimpulan, maupun sebagai ilustrasi di dalam proses katekese. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya adalah setiap film, mempunyai nilai-nilai yang perlu diperhatikan,.


Agar apresiasi menjadi lebih mempunyai nilai yang reflektif, nilai-nilainya yaitu:
a.      Pernyataan moral
-       Pernyataan moral biasanya muncul melalui dialog-dialog tokoh atau visualisasi kisah, baik secara langsung maupun yang bersifat hanya tersurat.
-       Peryantaan moral ini biasanya terlihat dari alur plot film, misalnya dari orang yang jahat yang berubah menjadi orang baik (pertobatan), orang yang mengurbankan dirinya untuk menolong sahabat-sahabatnya (pengurbanan).

b.      Cermin atau potret kehidupan manusia
-          Dalam film termuat kisah kehidupan manusia, kisah yang dituturkan kembali sebagai cermin kehidupan.
-          Kisah dalam film dapat dijadikan sebagai media batin betapa kehidupan memuat makna yang kaya.
-          Film-film pada umumnya memuat potret kehidupan manusia adalah film yang berjenis biografi seseorang, atau film yang diangkat dari kisah nyata.
-          Kisah film yang disajikan dapat menjadi sebuah pernyataan tentang kehidupan, pernyataan tentang kebenaran, bagaimana manusia mencari dan menjalani kehidupannya. Misalnya, bagaimana ketegaran hati seorang ibu, perjuangan di kamp pengungsian, dan lain sebagainya.
c.      Cermin atau potret sifat manusia
-       Penokohan dalam film biasanya tergambarkan di dalam penokohan antara yang baik dan yang jahat atau protagonis dan antagonis.
-       Kadang film menyuguhkan sebuah potret kelam manusia, atau potret biografi kehidupan tertentu.
-       Potret tentang sifat manusia melalui penokohan film itu dapat ditangkap tentang kebenaran-kebenaran umum bagaimana sifat manusia menghadapi zaman dan kehidupannya.
-       Dari tutur kisah dalam film biasanya ditampakkan bagaimana sang tokoh menghadapi masalah dan kemudian menyelesaikannya,
-       Biasanya sifat-sifat manusia terlihat/terwakili oleh sang tokoh.
d.      Kritik sosial
-            Kritik social muncul melalui kisah, tokoh, setting tempat dan alur sebuah film.
-            Kritik sosial ini biasanya tergambar melalui tampilan-tampilan visual baik langsung (dalam film) maupun tidak langsung ataupun di dalam dialog-dialog tokoh.
-            Kritik kadang dapat bersifat sangat lugas dan transparan, namun kadang begitu halus dengan mempergunakan banyak lambang intrepetasi yang beragam.
-            Biasanya di dalam mengangkat masalah-masalah sosial, film lebih memberikan segi reflektif secara umum dan jarang sekali mengangkat akar permasalahan.
-       Film lebih mengatakan dan menggambarkan bagaimana pentingnya upaya pembaharuan dan perubahan sosial, tetapi jarang mengangkat cara-cara perubahan sosial tersebut.
e.      Pertanyaan-pertanyaan filsafati
-          Tokoh dengan dialog dan alur kisahnya biasanya juga mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan filsafati kehidupan, yang akhirnya tidak dijawab oleh tokoh cerita melainkan dijawab oleh para penikmatnya/audence sendiri.
-          Film mengantar penikmat/audence untuk bertanya tentang kehidupannya.
-          Pertanyaan-pertanyaan filsafati muncul  melalui alur cerita atau dialog tokoh, dialektika antara kisah film dengan penikmatnya/audence melalui apa yang disebut intrepetasi.


Dalam metode apresiasi film ini, ada beberapa cara yang dapat dipergunakan untuk mengolah proses diskusi dan refleksi agar film sungguh-sungguh bisa menjadi media atau sarana katekese yang bermakna, yaitu:
1.      SOTARAE
(Situasi, Obyektif, Tema, Analisa-Ajaran, Rangkuman-Ajaran dan Evaluasi)
Secara praktis, langkahnya adalah sebagai berikut:
1.        Mengantar tema dan pokok apa yang akan dibicarakan, beserta proses serta film apa yang akan didalami.
2.        Menayangkan film; film hendaknya berdurasi pendek (antara 15-20 menit) agar proses pendalaman dapat berjalan maksimal. Namun jika film berdurasi panjang dan diputar utuh, maka pendalaman dapat dilakukan pada pertemuan berikutnya.
3.        Menggali kesan spontan dari apa yang sudah dilihat.
4.        Menggali secara obyektif tentang apa yang sudah dilihat. Dalam hal ini menggali secara lahir/eksplisit, misalnya plot filmnya, setting filmnya, tokohnya, dan lain sebagainya. Maka dalam rangka ini, pendamping sebelumnya sudah mempunyai referensi cukup yang melatar belakangi film yang sedang didiskusikan.
5.        Menggali tema atau inti dari apa yang telah dilihat. Dalam hal ini mencoba menangkap dari apa yang implisit tersaji.
6.        MengAnalisa dari apa yang dilihat. Alternatif analisa dapat sebagai berikut; yaitu memberikan pertanyaan pancingan untuk didiskusikan. Pertanyaan untuk diskusi tidak terbatas pada pertanyaan praktis saja melainkan sampai kepada pertanyaan refleksi kritis. Kemudian analisa ini dikembangkan dan dihubungkan atau disentesakan dengan visi Kristiani.
7.        Merangkum segala apa yang ditemukan dalam pertemuan dan baik juga dibuat dalam bentuk rekomendasi point-point penting yang dapat digunakan sebagai tindak lanjut secara kongkrit. Dalam rangkuman ini dapat juga ditambahkan beberapa hal yang menyangkut visi Kristiani.
8.        Merencanakan sebuah aksi bersama yang bertujuan sebagai tindak lanjut dari pertemuan ini dan dari hasil pendalaman suatu dokumen.
2.  ORID
(Obyektif, Reflektif, Intepretatif dan Dicecion) [1]
Secara praktis, langkahnya adalah sebagai berikut:
1).     Mengantar tema dan pokok apa yang akan dibicarakan, beserta proses serta film apa yang akan didalami.
2).     Menayangkan film; film hendaknya berdurasi pendek (antara 15-20 menit) agar proses pendalaman dapat berjalan maksimal. Namun jika film berdurasi panjang dan diputar utuh, maka pendalaman dapat dilakukan pada pertemuan berikutnya.
3).     Menggali secara obyektif tentang apa yang sudah dilihat. Mengeksplorasi fakta, data, atas film, misalnya, peristiwa apa yang terjadi, apa yang dilakukan tokohnya dll. Pertanyaan yang diajukan pada tahap ini, yaitu pertanyaan APA ; apa yang dialami, apa yang dilihat dll.
4).     Menggali secara reflektif dari apa yang telah dilihat. Mengeksplorasi respon dari peserta  atas fakta, data dari film. Pertanyaan yang diajukan pada tahap ini, MENGAPA, bagaimana perasaan/kesan mengenai film yang telah diamati.
5).     Menggali secara intepretatif. Menggali pemikiran kritis peserta atas fakta atau topik yang dibahas.  Pertanyaan yang diajukan kepada peserta pada tahap ini, BAGAIMANA, terkait dengan pemikiran kritis atas topik yang dibahas.
6).     Merangkum segala apa yang ditemukan dalam pertemuan dan baik juga dibuat dalam bentuk point-point penting yang dapat digunakan sebagai tindak lanjut secara kongkrit. Dalam rangkuman ini dapat juga ditambahkan beberapa hal yang menyangkut visi Kristiani.
7).     Merencanakan sebuah aksi bersama. Mengajak – menawarkan kepada peserta untuk mengambil peran dalam pengambilan kesimpulan atas topik yang dibahas dan bagaimana merumuskan bentuk kegiatan yang terkait dengan tidak lanjut atas proses yang telah dilakukan. Pertanyaan yang diajukan kepada peserta pada tahap ini, apa yang dapat DILAKUKAN.

Dengan kelebihan dan kekurangannya, metode ORID lebih sederhana daripada SOTARAE. Kedua metode diatas dapat digunakan untuk saling melengkapi dan memperkaya temuan proses refleksi.  Intinya, kedua metode diatas mempunyai tujuan yang sama, yaitu menggali lebih dalam dokumen film sebagai sarana katekese. Metode diatas dapat juga diproses untuk model apresiasi terhadap dokumen lain, misalnya cergam, poster, foto, artikel dan lain sebagainya. Baik juga, jika proses diskusi dapat divariasi dengan beberapa model-model sebagai berikut:
1.        Diskusi kelompok dadakan (buzz group), yaitu sejenis diskusi kelompok kecil yang beranggotakan 3-4 orang dan langsung dibentuk untuk memperdalam materi.
2.        Diskusi kelompok sindikat (syndicate group), yaitu sejenis diskusi kelompok 3 – 7 orang di mana setiap kelompok mengerjakan suatu penggalian materi, kemudian hasil penggalian materi didiskusikan secara pleno.
3.        Sumbang pendapat (brainstorming), yaitu sering disebut sebagai inventarisasi gagasan. Kegiatan ini merupakan kegiatan curah gagasan secara spontan berhubungan dengan bidang minat atau kebutuhan kelompok untuk mencapai suatu kesimpulan.
4.        Diskusi terarah, yaitu suatu pola kegiatan diskusi dimana setiap peserta diberi waktu untuk mengemukakan pendapatnya.
5.        Diskusi meja bundar, yaitu diskusi saling mengemukakan pendapat secara berurutan melingkar.
6.        Dialog berganda, yaitu peserta diberi waktu untuk bertukar pikiran secara berpasangan. Setelah itu, mereka diminta untuk berkumpul lagi dalam kelompok umum.
7.        Diskusi parlementer, yaitu diskusi dimana terdapat dua kelompok besar yang sudah mempunyai pendapat yang saling bertentangan yaitu kelompok yang mendukung dan kelompok yang menentang, dalam hal ini pendapat-pendapat pribadi dikesampingkan. Diskusi ini memerlukan moderator untuk mengatur jalannya proses. Diskusi ini juga dibentuk kelompok ketiga untuk membuat rangkuman.
8.        Diskusi akuarium, yaitu diskusi yang terbagi atas dua kelompok, dimana masing-masing kelompok mempunyai peran sebagai kelompok diskusi dan kelompok pengamat, dan kemudian dua kelompok ini akan bertukar peran.



B. METODE BAHASA FOTO
Foto merupakan salah satu media yang dapat digunakan untuk penyadaran (konsientisasi). Melalui foto, ada kisah dan peristiwa yang terajut utuh bagi setiap pikiran dan setiap keprihatinan. Foto menghadirkan kembali kenangan akan peristiwa, yang tentu saja mempunyai nilai jika didiskusikan dan direfleksikan. Upaya yang bersifat teknis dan pemilihan obyek, dengan kuatnya telah dirajut oleh kesadaran seorang fotografer untuk membidik sebuah peristiwa agar hadir di ruang-ruang setiap orang yang melihatnya.
Foto mempunyai bahasa yang luas dan kuat untuk menyentuh perasaan, misalnya bagaimana menghadirkan sebuah pemaknaan akan kesadaran ekologis melalui foto. Hal itu seperti apa yang telah terjadi di tahun 1970-an, seorang fotografer W. Eugene Smith mampu menunjukan kepada publik mengenai upaya perjuangan lingkungan hidup melalui foto kasus pencemaran lingkungan, yang dikenal dengan Minamata. Melalui karya itu, dipaparkan betapa ruang foto, mampu menjadi medan dialog reflektif bagaimana realisasi gamblang dari rusaknya hubungan antara manusia dan kemajuan yang diinginkannya. Foto mampu berdampak provokatif mengurai batas-batas kesadaran kritis.
Agar proses katekese dengan mempergunakan bahasa foto ini menjadi menarik dan mempunyai makna yang mendalam, ada salah satu metode yang dapat dipergunakan, yaitu dengan metode Mass Room Project (Proyek Ruang Publik).
Mass Room Project lebih dikenal dikalangan komunitas seni media. Biasanya, Mass Room Project digunakan untuk mengamati ruang publik yang “ditangkap” melalui sarana media seperti photo-camera dan camera shooting, yang dipadu dengan sebuah kajian sosial, baik bersifat antropologis maupun sosiologis yang kemudian diberi sentuhan seni. Kajian yang dilakukan, biasanya berkisar pada ruang-ruang publik perkotaan, dari pasar, jalan raya, mall, halte bis, perkampungan urban, tempat nongkrong, rambu-rambu lalu lintas, terminal dan lain sebagainya, yang terpenting ada segi ruang publik yang dihadirkan.
Metode yang dilakukan, biasanya sangat variatif dan kreatif, mengingat adanya unsur seni media didalamnya. Biasanya suatu obyek ruang publik diamati dan dibidik dengan peralatan media baik photo-camera dan camera shooting, dengan suatu ketentuan tertentu.
·        Pertama, dapat bersifat bergerak, baik linear, maupun spiral, ataupun bersifat sentrifugal maupun sentripetal,
·        Kedua, dapat bersifat stagnan (diam), dengan suatu durasi waktu yang digunakan, baik detik, menit, jam, hari maupun sampai bulan, bahkan tahunan, ataupun obyektifikasi yang bersifat masif.
Untuk kepentingan katekese, Mass Room Project dapat diproses sebagai berikut:
a.    Sebelum melakukan hunting ke obyek yang dipilih, peserta perlu diajak diskusi untuk menentukan tema dan cara pengambilan fotonya. Tema dan cara pengambilan foto yang dipilih akan mempengaruhi jenis dan tempat obyeknya, dan bagaimana proses yang akan dilakukan, baik yang bergerak maupun yang stagnan ataupun yang bersifat obyektifikasi.
b.   Setelah tema ditentukan, begitu juga tempat dan dinamikanya, barulah hunting ke obyek yang dikehendaki.
c.    Berdasarkan obyek yang dipilih, obyek dapat “direkam” mempergunakan foto-digital sesuai dengan yang telah ditentukan menurut pola yang telah disiapkan.
d.   Setelah foto obyek didapatkan, foto tersebut dapat diolah hasilnya berdasarkan selera dan tema yang sudah ditetapkan.
e.    Hasil data tersebut dapat dikemas, baik dalam bentuk pameran foto, esai foto, perfomance art, ataupun pem-visualan yang lainnya. Hasil yang sudah dikemas itu bisa digunakan untuk media awal analisa.
f.     Foto yang telah dihasilkan itu, dapat direfleksikan dan didiskusikan dengan metode SOTARAE atau ORID.

C. METODE BAHASA GAMBAR
Media gambar mempunyai daya pikat tersendiri ketika dijadikan sarana katekese. Sebab, melalui gambar, baik dalam bentuk poster, cergam, karikatur, ataupun lukisan, ada sentuhan yang dapat mengajak peserta semakin memperdalam maksud gambar yang disajikan, baik maksud untuk memperkuat isi-memberi peneguhan, merefleksikan, ataupun sampai memperbandingkan.
Misalnya, gambar karikatur, kata karikatur berasal dari bahasa Latin dan Italia caricare yang berarti “memuat beban atau bobot (makna)”. Kata tersebut memberi makna lebih kepada kata caricatura, yang berarti gambar yang membawa parodi mengenai kehidupan, sehingga gambar itu dapat ditertawakan. Gambar karikatur jika diperdalam dapat bersifat mengguggah, lucu, menyindir dan cerdas (lateral thingking  Sifatnya yang menyindir dan cerdas itu dapat digunakan sebagai media katekese.
Media gambar ini dalam proses katekese dapat dilakukan dengan:

a.      Divisualisasikan
artinya gambar (poster, lukisan, karikatur, dll), digunakan untuk memvisualkan tema atau gagasan yang ingin didalami atau dipelajari, sarana atau media bantu penjelasan bagi fasilitator/pendamping atau media yang digunakan untuk diskusi, diamati, dan didalami-direfleksi bersama (apresiasiatif).
b.      Dinarasikan
artinya gambar (poster, lukisan, karikatur dll) sebagai media untuk bercerita (storytelling). Gambar yang disajikan, membantu memberikan “suasana” dan pusat perhatian bagi peserta. Cerita memang sangat kuat untuk membawakan argumen moral publik yang berhubungan dengan pertanyaan dasar tentang baik dan buruk, hidup dan mati, gagasan-gagasan mengenai kepribadian, dan bagaimana manusia menghayati hidup ini.
c.      Mempergunakan bahasa gambar melalui papan tulis. Fasilitator/pendamping membuat gambar-gambar sederhana untuk memperkuat suasana cerita. Bahasa gambar dengan papan tulis ini memang membutuhkan ketrampilan tersendiri, karena fasilitator/pendamping harus mampu membuat bahasa gambar itu dengan disajikan kepada peserta dengan cepat namun menarik.
d.      Media gambar ini dapat juga direfleksikan dan didiskusikan dengan metode SOTARAE atau ORID.

Berbagai metode diatas merupakan pelengkap atau pendukung bagi proses katekese. Jangan sampai, metode-metode dengan media audio visual tersebut menjadi dominan daripada gagasan serta materi pemahaman iman dalam proses katekese. Jangan sampai karena berbagai pengembangan kreatifitas melalui media audio visual tersebut, peserta katekese kurang menemukan makna imannya. Seharusnya peserta semakin dikembangkan pemahaman imannya dengan dukungan atau bantuan media-media komunikasi tersebut.


Hal yang penting diperhatikan:
1.   Kesuaian
Fasilitator/pendamping mampu menempatkan segi alokasi waktu, porsi, dan kesesuaian antara metode-pendekatan dan media komunikasi audio visual yang digunakan bagi proses katekese.
2.   Alat-alat pendukung
Jika media komunikasi audio visual ini dipergunakan untuk proses katekese, fasilitator/pendamping hendaknya mempersiapkannya dengan sebaiknya. Film, foto, gambar dan lain sebagainya membutuhkan alat pendukung seperti TV, VCD-DVD player, dan tempat yang memadai.
3.   Mendukung tujuan
Begitu juga, media audio visual ini perlu dipilih dan diseleksi sehingga mampu mendukung isi pemahaman iman yang akan diproses, baik ditujukkan untuk peneguhan atau diperdalam atau sebagai pengantar-ilustrasi.
Demikianlah beberapa gagasan dan pengalaman konkrit mengenai kekuatan audio visual dalam pewartaan iman. Harus dikatakan bahwa bahwa “the power of imagination” itu memang nyata. Film atau audio visual adalah cara kontemporer untuk menangkap pewahyuan timbal balik antara Tuhan dan manus

DAFTAR PUSTAKA

1.            Agung, A. A. G. (2003). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Singaraja: Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Negeri Singaraja.
2.             Alex Supartono. Minamata, tentang Sebuah Foto. Kompas, Minggu, 1 Agustus 2004, hlm 17.
3.             Batmomolin, Lukas dan Frasisca Hermawan. (2003). Budaya Media: Bagaimana Pesona Media Elektronik Memperdaya Anda. Ende: Penerbit Nusa Indah.
4.             Ilham Cendekia. (2002). Tehnologi Partisipasi. Jakarta: Pattiro.
5.             Joseph M. Boggs.(1986). Cara Menilai Sebuah Film (terjemahan dari The Art of Watching Film oleh Asrul Sani). Jakarta: Yayasan Citra,
6.             Komkat KWI. (1997). Model-model Katekese Umat dengan Metode Analisis Sosial. Yogyakarta: Kanisius.
7.             Mangunhardjana, A Mardija. (1976). Mengenal Film. Yogyakarta: Kanisius.
8.             Manuel Olivera.(1989). Group Media. Yogyakarta: Kanisius.
9.             Y.I. Iswarahadi, SJ, (2006). Kekuatan Audio Visual dalam Pewartaan. Makalah Pertemuan Komkat Regio Jawa th. 2007, Wisma Micericordia Malang.
10.        Y.I. Iswarahadi, SJ (2003). Beriman dengan Bermedia. Yogyakarta: Kanisius.




[1]     Bdk. Ilham Cendekia. 2002. Tehnologi Partisipasi. Jakarta : Pattiro.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar