Selasa, 03 Maret 2015

Didaktik Metodik PAK

BAB I
KARAKTERISTIK PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK



A. Rasional/Dasar Pemikiran

Pendidikan pada dasarnya merupakan tanggungjawab pertama dan utama  orangtua, demikian pula dalam hal pendidikan iman anak. Pendidikan iman  pertama-tama harus dimulai dan dilaksanakan di lingkungan keluarga  dimana anak mulai mengenal dan mengembangkan iman. Pendidikan iman  yang dimulai dalam keluarga perlu dikembangkan lebih lanjut bersama  seluruh umat (Gereja).

Negara juga mempunyai kewajiban untuk memfasilitasi agar pendidikan  iman bisa terlaksana dengan baik sesuai dengan agama dan kepercayaan  masing-masing. Salah satu bentuk pelaksanaan pendidikan iman adalah  melalui Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik yang  dilaksanakan di sekolah.

Pendidikan Agama Katolik membantu dan membimbing  peserta didik untuk memperteguh iman sesuai ajaran Agama Katolik  dengan tetap memperhatikan dan mengusahakan penghormatan terhadap  agama dan kepercayaan lain. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan  keharmonisan hubungan antar umat beragama dalam masyarakat  Indonesia yang majemuk demi terwujudnya persatuan nasional.

Dengan demikian, Pendidikan Agama Katolik bertujuan  membangun hidup beriman kristiani peserta didik. Membangun hidup  beriman Kristiani berarti membangun kesetiaan pada Injil Yesus Kristus  yang memiliki keprihatinan tunggal terwujudnya Kerajaan Allah dalam  hidup manusia. Kerajaan Allah merupakan situasi dan peristiwa  penyelamatan untuk mewujudkan perdamaian dan keadilan, kebahagiaan  dan kesejahteraan, persaudaraan dan kesatuan, serta kelestarian  lingkungan hidup yang dirindukan oleh setiap orang dari berbagai agama  dan kepercayaan.

B. Hakikat Pendidikan Agama Katolik

Pendidikan Agama Katolik adalah usaha yang dilakukan  secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka mengembangkan  kemampuan peserta didik untuk memperteguh iman dan ketaqwaan kepada  Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan ajaran Agama Katolik. Usaha tersebut  dilakukan dengan tetap memperhatikan penghormatan terhadap agama lain  demi terciptanya kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat  untuk mewujudkan persatuan nasional.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Pendidikan Agama Katolik dijalankan sebagai proses komunikasi iman. Proses tersebut  meliputi kemampuan: memahami, menginternalisasi, menghayati iman  yang terwujud secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.

C. Tujuan Pendidikan Agama Katolik

Pendidikan Agama Katolik bertujuan agar peserta didik  memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan sikap membangun hidup yang  semakin beriman. Pengetahuan dimiliki melalui aktivitas-aktivitas:  mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi. Ketrampilan diperoleh melalui aktivitas-aktivitas: mengamati, menanya,  mencoba, menalar, menyaji dan mencipta. Sikap dibentuk melalui  kemampuan: menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan  mengamalkan.

D. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Katolik

Ruang lingkup pembelajaran dalam Pendidikan Agama Katolik mencakup empat aspek yang memiliki keterkaitan satu dengan yang  lain. Keempat aspek yang dibahas secara lebih mendalam sesuai tingkat kemampuan pemahaman peserta didik adalah:
a.       Pribadi peserta didik; Ruang lingkup ini membahas tentang diri sebagai  laki-laki atau perempuan yang memiliki kemampuan dan keterbatasan  kelebihan dan kekurangan, yang dipanggil untuk membangun relasi  dengan sesama serta lingkungannya sesuai dengan Tradisi Katolik.
b.      Yesus Kristus; Ruang lingkup ini membahas tentang pribadi Yesus  Kristus yang mewartakan Kerajaan Allah, seperti yang terungkap dalam  Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, agar peserta didik  membangun relasi dengan Yesus Kristus dan meneladani-Nya.
c.       Gereja; Ruang lingkup ini membahas tentang makna Gereja, agar peserta  didik mampu melibatkan diri dalam hidup menggereja.
d.      Masyarakat; Ruang lingkup ini membahas tentang perwujudan  iman  dalam hidup bersama di tengah masyarakat sesuai dengan tradisi  Katolik.


BAB II
KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR
PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

Kompetensi Inti merupakan operasionalisasi ataupun penterjemahan dari  Standar Kompetensi Lulusan yang terlebih dahulu telah ditentukan.  Kompetensi inti ini dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki mereka yang  telah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu atau jenjang  pendidikan tertentu. Kompetensi Inti merupakan gambaran tentang  kompetensi yang dikelompokkan ke dalam 3 aspek yaitu aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Ketiga aspek inilah yang harus dipelajari  peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran.

Kompetensi Inti berfungsi sebagai unsur pengorganisasi (organizing element)  dari Kompetensi Dasar. Sebagai unsur pengorganisasi, Kompetensi Inti  merupakan pengikat untuk organisasi vertikal dan organisasi horizontal dari  Kompetensi Dasar. Organisasi vertikal Kompetensi Dasar maksudnya adalah  keterkaitan antara konten Kompetensi Dasar satu kelas atau jenjang  pendidikan dengan jenjang pendidikan di atasnya. Dengan demikian akan  memenuhi prinsip belajar yaitu terjadinya suatu akumulasi yang  berkesinambungan antar konten yang dipelajari peserta didik dari satu jenjang  ke jenjang berikut. Organisasi horizontal adalah keterkaitan antara konten  Kompetensi Dasar satu mata pelajaran dengan konten Kompetensi Dasar dari  mata pelajaran yang berbeda dalam kelas yang sama sehingga terjadi proses  saling memperkuat.

Kompetensi Inti dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait yaitu  berkenaan dengan sikap keagamaan (KI 1), sikap sosial (KI 2), pengetahuan (KI 3), dan penerapan pengetahuan (keterampilan) (KI 4). Keempat kelompok itu  menjadi acuan dari Kompetensi Dasar dan harus dikembangkan dalam setiap  kegiatan pembelajaran secara integratif. Kompetensi yang berkenaan dengan  sikap keagamaan dan sosial dikembangkan secara tidak langsung (indirect  teaching) yaitu pada waktu peserta didik belajar tentang pengetahuan dan  penerapan pengetahuan (keterampilan).
Kompetensi Inti merupakan kompetensi yang mengikat berbagai Kompetensi Dasar ke dalam aspek  sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang harus dipelajari peserta didik  untuk jenjang, kelas, dan mata pelajaran tertentu. Kompetensi Inti harus  dimiliki peserta didik melalui pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran  peserta didik aktif.

Kompetensi Dasar merupakan kompetensi setiap mata pelajaran untuk setiap  kelas yang diturunkan dari Kompetensi Inti. Kompetensi Dasar adalah konten  atau kompetensi yang terdiri atas sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang  bersumber pada Kompetensi Inti yang harus dikuasai peserta didik.  Kompetensi Dasar dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik peserta  didik, kemampuan awal, serta ciri dari mata pelajaran.




BAB III
DESAIN PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK


Pada bagian ini akan diuraikan beberapa aspek pokok desain pembelajaran  PAK dan yakni: kerangka pembelajaran, pendekatan pembelajaran,  strategi dan metode pembelajaran serta rancangan pembelajaran.

A. Kerangka Pembelajaran

Prinsip pembelajaran PAK dan secara menyeluruh telah dikemukakan pada kurikulum 2013. Pada bagian ini dikemukakan  beberapa prinsip pembelajaran yang pokok saja, antara lain: penguasaan  pengetahuan pembelajaran yang dikembangkan dengan menggunakan  berbagai sumber belajar melalui pendekatan ilmiah, terpadu serta berbasis  kompetensi. Prinsip yang dikembangkan dalam pembelajaran sikap dicapai  melalui keteladanan guru dan pengembangan budaya sekolah, sehingga  pembelajaran sikap tidak bersifat verbalis. Sedangkan pengembangan  keterampilan, prinsip yang dikembangkan berorientasi pada kemampuan  mencipta. Kerangka pembelajaran yang dikembangkan berpijak pada tiga unsur,  pengalaman, Kitab Suci/ Tradisi serta refleksi pengalaman iman.



B. Pendekatan Pembelajaran

Dalam konteks Pendidikan Agama Katolik penemuan pengetahuan, pengembangan sikap iman dan  pengayaan penghayatan iman diproses melalui tindakan merefleksikan  pengalaman hidup dalam terang Kitab Suci dan Tradisi. Walaupun  demikian guru tetap dapat memanfaatkan berbagai macam pendekatan  yang selama ini dikembangkan dalam pembelajaran Pendidikan Agama  Katolik, yakni pendekatan berbasis pengalaman (pergumulan), pendekatan  naratif-eksperiensial, dan pendekatan pedagogi reflektif.

1. Pendekatan Pergumulan

Mengingat keanekaragaman murid, guru, sekolah dan berbagai  keterbatasan yang ada dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik,  Komisi Kateketik KWI dalam lokakarya di Malino tahun 1981  mengusulkan pendekatan pergumulan sebagai pola Pembelajaran Agama  Katolik di sekolah. Pendekatan ini berorientasi pada pengetahuan yang  tidak lepas dari pengalaman, yakni pengetahuan yang menyentuh pengalaman hidup peserta didik. Pengetahuan diproses melalui refleksi  pengalaman hidup, selanjutnya diinternalisasikan dalam diri peserta  didik sehingga menjadi karakter. Pengetahuan iman tidak akan  mengembangkan diri seseorang kalau ia tidak mengambil keputusan   terhadap pengetahuan tersebut. Proses pengambilan keputusan itulah yang menjadi tahapan kritis sekaligus sentral dalam pembelajaran  agama.

Tahapan proses pendekatan pergumulan adalah sebagai berikut:
a.       Menampilkan fakta dan pengalaman manusiawi yang membuka  pemikiran atau yang dapat menjadi umpan
b.      Menggumuli fakta dan pengalaman manusiawi secara mendalam dan  meluas dalam terang Kitab Suci
c.       Merumuskan nilai-nilai baru yang ditemukan dalam proses refleksi  sehingga terdorong untuk menerapkan dan mengintegrasikan dalam  hidup

2. Pendekatan Naratif-Eksperiensial

Tuhan Yesus dalam pengajaran-Nya seringkali menggunakan cerita.  Cerita-cerita itu menyentuh dan mengubah hidup banyak orang secara  bebas. Metode bercerita yang digunakan Yesus dalam pengajaranNya  dikembangkan sebagai salah satu pendekatan dalam Pendidikan Agama  Katolik dan yang dikenal dengan pendekatan naratif-eksperiensial.

Dalam pendekatan Naratif-eksperiensial biasanya dimulai dengan  menampilkan cerita (cerita-cerita yang mengandung nilai-nilai kehidupan  dan kesaksian) yang dapat menggugah sekaligus menilai pengalaman hidup peserta didik. Tahapan dalam proses pendekatan naratif eksperiensial adalah sebagai  berikut:
a.       Menampilkan cerita pengalaman/ cerita kehidupan/cerita rakyat
b.      Mendalami cerita pengalaman/cerita kehidupan/cerita rakyat
c.       Membaca Kitab Suci/Tradisi
d.      Menggali dan merefleksikan pesan Kitab Suci/Tradisi
e.       Menghubungkan cerita pengalaman/cerita/kehidupan/cerita rakyat  dengan cerita Kitab Suci/Tradisi sehingga bisa menemukan kehendak  Allah yang perlu diwujudkan
3. Pendekatan Reflektif

Pendekatan reflektif ialah suatu pembelajaran yang mengutamakan  aktivitas siswa untuk menemukan dan memaknai pengalamannya  sendiri. Pendekatan ini memiliki lima aspek pokok, yakni: konteks,  pengalaman, refleksi, aksi dan evaluasi.

a)      Konteks
Perkembangan pribadi peserta didik dimungkinkan jika mengenal bakat,  minat, pengetahuan, dan keterampilan mereka. Konteks hidup peserta  didik ialah keluarga, teman-teman sebaya, adat, keadaan sosial  ekonomi, politik, media, musik, dan lain lain. Dengan kata lain konteks  hidup peserta didik meliputi seluruh kebudayaan yang melingkupinya  termasuk lingkungan sekolah.
Komunitas sekolah adalah sintesis antara kebudayaan yang hidup dan  kebudayaan yang ideal. Kebudayaan yang berlangsung di masyarakat  akan berpengaruh pada sekolah. Namun demikian sekolah sebagai  lembaga pendidikan seharusnya bersikap kritis terhadap kebudayaan  yang berkembang di masyarakat. Komunitas sekolah merupakan tempat  berkembangnya nilai-nilai dan norma-norma yang dijunjung dan dihormati. Konteks ini menjadi titik tolak dari proses Pendekatan Reflektif.

b)      Pengalaman
Pengalaman yang dimaksud dalam pendekatan reflektif adalah pengalaman baik langsung maupun tidak langsung yang merupakan  akumulasi dari proses pembatinan yang melibatkan aspek kognitif dan afektif. Dalam pengalaman tersebut termuat di dalamnya fakta-fakta, analisis, dan dugaan-dugaan serta penilaian terhadap ide-ide.
Pengalaman langsung jauh lebih mendalam dan lebih berarti daripada  pengalaman tidak langsung. Pengalaman langsung dapat diperoleh bila peserta didik melakukan percobaan-percobaan, melaksanakan suatu proyek, dan lain-lain. Pengalaman tidak langsung dapat diolah dan direfleksikan dengan membangkitkan imajinasi dan indera, sehingga mereka dapat sungguh-sungguh memasuki kenyataan yang sedang  dipelajari.

c)      Refleksi
Pengalaman akan bernilai jika pengalaman tersebut diolah. Pengalaman  yang diolah secara kognitif akan menghasilkan pengetahuan. Pengalaman yang diolah secara afektif menghasilkan sikap, nilai-nilai dan kematangan pribadi. Pengalaman yang diolah dalam perspektif  religius akan menghasilkan pengalaman iman. Pengalaman yang diolah  dalam perspektif budi, akan mendidik nurani.
Refleksi adalah mengolah pengalaman dengan berbagai perspektif  tersebut. Refleksi inilah inti dari proses belajar. Tantangan bagi pendidik  adalah merumuskan pertanyaan yang mewakili berbagai perspektif  tersebut; pertanyaan-pertanyaan yang membantu peserta didik dapat  belajar secara bertahap. Dengan refleksi tersebut, pengetahuan,  nilai/sikap, perasaan yang muncul, bukan sesuatu yang dipaksakan dari  luar, melainkan muncul dari dalam dan merupakan temuan pribadi.
Hasil belajar dari proses reflektif tersebut akan jauh lebih membekas,  masuk dalam kesadaran daripada suatu yang dipaksakan dari luar. Hasil belajar yang demikian itu diharapkan mampu menjadi motivasi dan melakukan aksi nyata.

d)     Aksi
Refleksi menghasilkan kebenaran yang berpihak. Kebenaran yang  ditemukan menjadi pegangan yang akan mempengaruhi semua  keputusan lebih lanjut. Hal ini nampak dalam prioritas-prioritas.   Prioritas-prioritas keputusan dalam batin tersebut selanjutnya  mendorong peserta didik untuk mewujukannya dalam aksi nyata secara  konsisten.
Dengan kata lain pemahaman iman, baru nyata kalau terwujud secara  konkret dalam aksi. Aksi mencakup dua langkah, yakni: pilihan-pilihan  dalam batin dan pilihan yang dinyatakan secara lahir.

e)      Evaluasi
Evaluasi dalam konteks Pendekatan Reflektif mencakup penilaian  terhadap proses/cara belajar, kemajuan akademis, dan perkembangan  pribadi peserta didik. Evaluasi proses/cara belajar dan evaluasi  akademis dilakukan secara berkala. Demikian juga evaluasi  perkembangan pribadi perlu dilakukan berkala, meskipun frekuensinya  tidak sesering evaluasi akademis.
Evaluasi akademis dapat dilaksanakan melalui tes, laporan tugas,  makalah, dan sebagainya. Untuk evaluasi kemajuan kepribadian dapat  dilakukan dengan menggunakan berbagai alat antara lain: buku harian,  evaluasi diri, wawancara, evaluasi dari teman dan sebagainya. Evaluasi  ini menjadi sarana bagi pendidik untuk mengapresiasi kemajuan peserta  didik dan mendorong semakin giat berefleksi.



C. Strategi dan Metode Pembelajaran

Pendidikan Agama Katolik tidak lain ialah pembelajaran  mengenai hidup. Pengalaman hidup peserta didik menjadi sentral dalam  proses pembelajaran. Oleh karena itu strategi pembelajaran Pendidikan  Agama Katolik perlu dirancang sehingga memungkinkan  optimalisasi potensi-potensi yang dimiliki peserta didik yang meliputi  perkembangan, minat dan harapan serta kebudayaan yang melingkupi  kehidupan peserta didik.
Metode yang relevan untuk mengoptimalisasikan potensi peserta didik dan  pendekatan saintifik antara lain: observasi,  bertanya, refleksi, diskusi, presentasi, dan unjuk kerja. Rencana pembelajaran meliputi analisis kompetensi, analisis konteks,  identifikasi permasalahan (kesenjangan antara harapan dan kenyataan),  penentuan strategi yang meliputi pemilihan model, materi, metode, dan  media pembelajaran untuk mencapai kompetensi bertolak dari konteks.
Berdasarkan keseluruhan gagasan tersebut disusunlah proses  pembelajaran yang meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.


Hal itu dapat digambarkan dalam bagan berikut:

 


























BAB IV
MODEL PEMBELAJARAN


A. Model Pembelajaran

Para ahli meyakini bahwa melalui pendekatan saintifik/ilmiah,  selain dapat menjadikan peserta didik lebih aktif dalam mengkonstruksi  pengetahuan dan keterampilannya, juga dapat mendorong peserta didik  untuk melakukan penyelidikan guna menemukan fakta-fakta dari suatu  fenomena atau kejadian. Artinya, dalam proses pembelajaran, peserta didik  dibelajarkan dan dibiasakan untuk menemukan kebenaran ilmiah, dalam  melihat suatu fenomena. Mereka dilatih untuk mampu berpikir logis, runtut  dan sistematis, dengan menggunakan kapasistas berpikir tingkat tinggi  (High Order Thinking/HOT). Combie White (1997) dalam bukunya yang  berjudul “Curriculum Innovation; A Celebration of Classroom Practice” telah  mengingatkan kita tentang pentingnya membelajarkan peserta didik tentang  fakta-fakta. “Tidak ada yang lebih penting, selain fakta“, demikian  ungkapnya.

Penerapan pendekatan saintifik/ilmiah dalam model pembelajaran  menuntut adanya pembaharuan dalam penataan dan bentuk pembelajaran  itu sendiri yang seharusnya berbeda dengan pembelajaran konvensional. Beberapa model pembelajaran yang dipandang sejalan dengan prinsip-prinsip pendekatan saintifik/ ilmiah, antara lain:
1. Contextual Teaching and Learning
2. Cooperative Learning
3. Communicative Approach
4. Project-Based Learning
5. Problem-Based Learning
6. Direct Instruction

Model-model ini berusaha membelajarkan peserta didik untuk mengenal  masalah, merumuskan masalah, mencari solusi atau menguji jawaban  sementara atas suatu masalah/pertanyaan dengan melakukan penyelidikan  (menemukan fakta-fakta melalui penginderaan), pada akhirnya dapat  menarik kesimpulan dan menyajikannya secara lisan maupun tulisan. Pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran didalamnya  mencakup komponen: mengamati, menanya, mengeksplorasi, mengasosiasi,  mengomunikasikan dan mencipta.

B. Model Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik

Penerapan Pendekatan saintifik dalam model pembelajaran Mata Pelajaran  Pendidikan Agama Katolik perlu dipahami secara tepat. Sebab pendekatan pemahaman bidang agama sangat berbeda dengan  pendekatan saintifik pada bidang ilmu lain. Tidak semua isi agama dapat  diuraikan dan dipahami secara ilmiah, sehingga seolah-olah agama itu  menjadi serba logis dan riil. Bidang agama mempunyai dimensi ilahi dan  misteri yang tidak bisa dijelaskan dan didekati secara saintifik.

Selama ini kita mengenal beberapa pola model pembelajaran Pendidikan  Agama Katolik. Model pembelajaran yang umumnya  digunakan adalah model komunikasi iman dan internalisasi iman, analisa  sosial, reflektif, dan lainnya. Bila melihat unsur dan langkah-langkah yang  ditampilkan dalam pendekatan saintifik (mengamati, menanya, mengeksplorasi, mengasosiasi, mengomunikasikan dan mencipta), dan  membandingkannya dengan model yang selama ini digunakan dalam  Pendidikan Agama Katolik, maka kita menemukan  beberapa unsur yang sejalan, walaupun tidak persis sama.

Proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik, diawali dengan  mengungkapkan pengalaman riil yang dialami diri sendiri atau orang lain,  baik yang didengar, dirasakan, maupun dilihat (bdk. mengamati).  Pengalaman yang diungkapkan itu kemudian dipertanyakan sehingga dapat dilihat secara kritis keprihatinan utama yang terdapat dalam pengalaman  yang terjadi, serta kehendak Allah dibalik pengalaman tersebut (bdk. menanya). Upaya mencari jawaban atas kehendak Allah di balik pengalaman keseharian kita, dilakukan dengan mencari jawabannya dari  berbagai sumber, terutama melalui Kitab Suci dan Tradisi (bdk. mengeksplorasi). Pengetahuan dan Pemahaman dari Kitab Suci dan Tradisi menjadi bahan refleksi untuk menilai sejauhmana pengalaman keseharian kita sudah sejalan dengan kehendak Allah yang diwartakan dalam Kitab Suci dan Tradisi itu.
Konfrontasi antara pengalaman dan pesan dari sumber  seharusnya memunculkan pemahaman dan kesadaran baru/ metanoia (bdk. mengasosiasi), yang akan sangat baik bila dibagikan kepada orang lain, baik secara lisan maupun tulisan (bdk. mengomunikasikan). Pertobatan yang dihasilkan dalam proses pembelajaran, hendaknya diwujud-nyatakan  dalam karya dan tindakan yang mengungkapkan nilai-nilai pertobatan tersebut (bdk. mencipta)

Berkaitan dengan keenam langkah pembelajaran seperti diuraikan di atas  bisa jadi tidak semuanya sampai pada langkah mencipta, karena sangat  tergantung dari materi pembelajarannya.





BAB V
PENILAIAN PEMBELAJARAN DALAM
PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI


A. Pengertian

Penilaian pembelajaran adalah proses pengumpulan dan pengolahan  informasi untuk mengukur dan menilai tentang masukan, proses, dan  pencapaian hasil belajar peserta didik.

B. Strategi Penilaian

Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan  menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut.
a.       Objektif berarti penilaian berbasis pada standar dan tidak dipengaruhi  faktor subjektivitas penilai.
b.      Terpadu berarti penilaian oleh pendidik dilakukan secara terencana,  menyatu dengan kegiatan pembelajaran, dan berkesinambungan.
c.       Ekonomis berarti penilaian yang efisien dan efektif dalam perencanaan,  pelaksanaan, dan pelaporannya.
d.      Transparan berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar  pengambilan keputusan dapat diakses oleh semua pihak.
e.       Akuntabel berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak  internal sekolah maupun eksternal untuk aspek teknik, prosedur, dan  hasilnya.
f.       Edukatif berarti mendidik dan memotivasi peserta didik dan guru.

Penilaian proses pembelajaran menggunakan pendekatan penilaian otentik  (authentic assesment) yang menilai kesiapan peserta didik, proses, dan hasil  belajar secara utuh. Keterpaduan penilaian ketiga komponen tersebut akan  menggambarkan kapasitas, gaya, dan perolehan belajar peserta didik atau  bahkan mampu menghasilkan dampak instruksional (instructional effect)  dan dampak pengiring (nurturant effect) dari pembelajaran.

Hasil penilaian otentik dapat digunakan oleh guru untuk merencanakan  program perbaikan (remedial), pengayaan (enrichment), atau pelayanan  konseling. Selain itu, hasil penilaian otentik dapat digunakan sebagai bahan  untuk memperbaiki proses pembelajaran sesuai dengan Standar Penilaian  Pendidikan. Evaluasi proses pembelajaran dilakukan saat proses  pembelajaran dengan menggunakan alat: angket, observasi, catatan  anekdot, dan refleksi.

C. Bentuk Penilaian

1.      Penilaian Kompetensi Sikap

Pendidik melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi,  penilaian diri, penilaian “teman sejawat” (peer evaluation) oleh peserta  didik dan jurnal. Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian  diri, dan penilaian antarpeserta didik adalah daftar cek atau skala  penilaian (rating scale) yang disertai rubrik, sedangkan pada jurnal  berupa catatan pendidik.
a)      Observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara  berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara  langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan pedoman  observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati.
b)      Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta  peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan  dirinya dalam konteks pencapaian kompetensi. Instrumen yang  digunakan berupa lembar penilaian diri.
c)      Penilaian antar peserta didik merupakan teknik penilaian dengan cara  meminta peserta didik untuk saling menilai terkait dengan  pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar  penilaian antarpeserta didik.
d)     Jurnal merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas yang  berisi informasi hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan  peserta didik yang berkaitan dengan sikap dan perilaku.

Contoh format penilaian Sikap:

1. Sikap Spiritual
a.    Tehnik                      : Penilaian Diri
b.    Bentuk Instrumen    : lembar Penilaian Diri
c.    Kisi-kisi                    :

No
Sikap/ nilai
Butir instrumen
1.
Kagum akan Tuhan
1
2.
Merasa dicintai Tuhan secara istimewa
2
3.
Bangga terhadap  keadaan diri
3
4.
Mensyukuri karunia  Tuhan
4
5.
Merawat tubuh sebagai  karunia Tuhan
5
6.
Ikut serta memelihara  ciptaan Tuhan
6
7.
Membuang sampah  pada tempatnya
7




Instrumen

Petunjuk : Nilailah dirimu sendiri: seberapa sering dirimu menyadari hal-hal  berikut dalam kehidupanmu sehari-hari
»         4= selalu
»         3= sering (dalam 1 tahun minimal 12 kali)
»         2= kadang-kadang (dalam 1 tahun kurang dari 4 kali)
»         1=tidak pernah

No
Pernyataan
Nilai
1
2
3
4
1
Saya kagum terhadap Allah yang telah
menciptakan setiap orang secara unik




2
Saya menyadari bahwa apapun yang melekat  pada diri saya merupakan bukti bahwa Tuhan  mencintai diri saya secara istimewa




3
Saya merasa bangga terhadap keadaan diri saya  seperti yang nampak saat sekarang ini




4

Saya mensyukuri apapun yang ada/ melekat  pada diri saya




5
Saya merawat tubuh sebaik mungkin sebagai  ungkapan syukur saya atas kebaikan Tuhan  terhadap diri saya




6
Sebagai Citra Allah, Saya dipanggil Tuhan untuk  ikut serta memelihara ciptaanNya




7
Saya membuang sampah pada tempatnya sebagai  wujud tanggung jawab saya memelihara ciptaan  Allah





Nilai:
»         7-12 = Kurang
»         13-18 = Cukup
»         19-24 = Baik
»         24-28 = Sangat Baik

2. Sikap Sosial
a.      Tehnik                      : Observasi
b.      Bentuk Instrumen    : lembar Observasi
c.      Kisi-kisi                    :

No
Sikap/ nilai

Butir instrumen
1
Tidak bersikap  diskriminatif
1
2
Hormat terhadap  sesama
2 – 4
3.

Bertanggung jawab  terhadap lingkungan  hidup di sekitarnya
5 – 7


Instrumen :

»         4= selalu
»         3= sering (dalam 1 tahun minimal 12 kali)
»         2= kadang-kadang (dalam 1 tahun kurang dari 4 kali)
»         1=tidak pernah


No
Sikap/nilai
Butir Instrumen
1
2
3
4
1
Menghormati
sesama sebagai  citra Allah yang
baik adanya
1.      Bergaul dengan semua teman  tanpa bertindak diskriminatif
2.      Bersikap hormat terhadap yang  tua dan santun kepada yang  lebih muda
3.      Saya menghormati setiap teman,  karena pada dasarnya mereka  ciptaan Allah yang unik,  termasuk mereka yang memiliki  kekurangan





2
Terlibat aktif
dalam
memelihara
ciptaan sebagai
perwujudan
pelaksanaan
tugas manusia
citra Allah

4.      Menegur secara sopan terhadap  teman yang membuang sampah  sembarangan
5.      Memelihara kebersihan kelas  sekalipun tidak ditugaskan  dalam piket
6.      Berinisiatif mengajak sesama  untuk memelihara lingkungan agar menjadi tempat yang  nyaman untuh hidup dan  bertumbuh
7.      Menawarkan gagasan untuk  memelihara lingkungan hidup





Nilai:
»         7-12 = Kurang
»         13-18 = Cukup
»         19-24 = Baik
»         24-28 = Sangat Baik

2. Penilaian Kompetensi Pengetahuan

Pendidik menilai kompetensi pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan,  dan penugasan.
1)      Instrumen tes tulis berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat,  benar-salah, menjodohkan, dan uraian. Instrumen uraian dilengkapi  pedoman penskoran.
2)      Instrumen tes lisan berupa daftar pertanyaan.
3)      Instrumen penugasan berupa pekerjaan rumah dan/atau projek yang  dikerjakan secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik  tugas.

Contoh format penilaian Pengetahuan
a. Tehnik                     : Tertulis
b. Bentuk Instrumen   : Uraian
c. Kisi-kisi                   :
No
Indikator
Butir Instrumen
1.

3.1.1. Menginventarisasi ciri-ciri yang menjadikan seseorang disebut unik.
1

2
3.1.2.Menjelaskan sikap-sikap yang muncul dalam menghadapi keunikan beserta dampaknya pada tindakan.
2
3
3.1.3 Menjelaskan makna manusia sebagai citra Allah berdasarkan Kej. 1: 26- 28. 4
3
4
3.1.4 Menganalisa beberapa  contoh kasus atau peristiwa  yang menggambarkan  kondisi memperihatinkan  dari ciptaan Tuhan saat ini.
4
5
3.1.5 Merumuskan dengan  kata-kata sendiri ajaran  Kitab Suci Kej. 1:26-30  tentang tugas manusia  sebagai citra Allah
5
6
3.1.6 Membuat perbandingan tentang ciri-ciri tindakan manusia yang sesuai dengan kehendak  Allah dengan yang  bertentangan dengan kehendak Allah
6
Instrumen :
No
Butir Instrumen
Score
1
Sebutkan unsur-unsur apa saja yang menjadikan
manusia itu unik !
10

2
Seorang remaja berkata: “Tuhan itu tidak adil, mengapa Ia  tidak menciptakan saya seperti A yang sekarang jadi bintang sinetron dan bintang iklan itu. Nyatanya wajah  saya jelek dan kurang menarik”. Bagaimana pendapatmu  tentang sikap temanmu itu bila dikaitkan dengan pemahamanmu tentang keunikan manusia ?
25

3
Jelaskan makna manusia sebagai Citra Allah serta tugas yang diberkan Allah kepadanya !
15
4
Disajikan kasus pembalakan liar.
Uraikanlah tanggapanmu atas kasus tersebut dengan
mengungkapkan:
-          Apa dampak peristiwa tersebut bagi kehidupan umat manusia ?
-          Sejauhmana perilaku tersebut jika dikaitkan dengan pemahamanmu tentang Tugas Manusia sebagai Citra Allah menurut Kej 1:26-28
30
5
Rumuskan dengan kata-katamu sendiri pesan yang
disampaikan dalam kitab Kej 1:26-30
10

6









Sebutkan ciri-ciri tindakan manusia yang tidak sesuai dan yang sesuai dengan kedudukan manusia sebagai citra Allah dalam kolom berikut.
Tindakan yang tidak
sesuai
Tindakan yang sesuai
kehendak Allah
………………….
…………………
…………………
…………………
…………………
…………………
…………………
…………………
10

Nilai=
Score yang diperoleh
x 100 %
Score total

3. Penilaian Kompetensi Keterampilan

Pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja,  yaitu penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu  kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik, proyek, dan  penilaian portofolio. Instrumen yang digunakan berupa daftar cek atau  skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi rubrik.
1)      Tes praktik adalah penilaian yang menuntut respon berupa  keterampilan melakukan suatu aktivitas atau perilaku sesuai dengan  tuntutan kompetensi.
2)      Proyek adalah tugas-tugas belajar (learning tasks) yang meliputi  kegiatan perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis  maupun lisan dalam waktu tertentu.
3)      Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara  menilai kumpulan seluruh karya peserta didik dalam bidang tertentu  yang bersifat reflektif-integratif untuk mengetahui minat,  perkembangan, prestasi, dan/atau kreativitas peserta didik dalam  kurun waktu tertentu. Karya tersebut dapat berbentuk tindakan  nyata yang mencerminkan kepedulian peserta didik terhadap  lingkungannya.
Contoh format Penilaian Ketrampilan:

a. Tehnik                     : Membuat Karya Tertulis
b. Bentuk Instrumen` : Menyusun Doa Tertulis
c. Kisi-kisi                   :
No
Sikap/ nilai
Butir
instrumen
1
Doa tertulis yang mengungkapkan rasa syukur sebagai Citra Allah yang unik
1 – 4


Instrumen Penilaian:
No
Indikator penilaian
Score
Total
1
Struktur doa memuat: pujian,
syukur dan permohonan
20

2
Doa sesuai dengan tema
10
3
Isi mengungkapkan rasa syukur
atas dirinya yang unik
50

4
Bahasa, kata tepat, jelas dan
bisa difahami
20

Score total
100


Nilai:
·        21-40       : Kurang
·        41-60       : Cukup
·        61-80       : Baik
·        81-100     : Sangat Baik

Instrumen penilaian harus memenuhi persyaratan:

1)      Substansi yang merepresentasikan kompetensi yang dinilai;
2)      Konstruksi yang memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk  instrumen yang digunakan; dan
3)      Penggunaan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai  dengan tingkat perkembangan peserta didik.

Pendekatan penilaian yang digunakan adalah Penilaian Acuan Kriteria (PAK). PAK merupakan penilaian pencapaian kompetensi yang didasarkan pada  kriteria ketuntasan minimal (KKM). KKM merupakan kriteria ketuntasan  belajar minimal yang ditentukan oleh satuan pendidikan dengan mempertimbangkan karakteristik Kompetensi Dasar yang akan dicapai, daya dukung, dan karakteristik peserta didik  



D. Pelaporan Hasil Penilaian

1. Pelaksanaan dan Pelaporan Penilaian oleh Pendidik

Penilaian hasil belajar oleh pendidik yang dilakukan secara  berkesinambungan bertujuan untuk memantau proses dan kemajuan  belajar peserta didik serta untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran.  Penilaian hasil belajar oleh pendidik memperhatikan hal-hal  sebagai berikut :
a.       Proses penilaian diawali dengan mengkaji silabus sebagai acuan  dalam membuat rancangan dan kriteria penilaian pada awal  semester. Setelah menetapkan kriteria penilaian, pendidik memilih  teknik penilaian sesuai dengan indikator dan mengembangkan  instrumen serta pedoman pen-skor-an sesuai dengan teknik  penilaian yang dipilih.
b.      Pelaksanaan penilaian dalam proses pembelajaran diawali dengan  penelusuran dan diakhiri dengan tes dan/atau nontes.  Penelusuran dilakukan dengan menggunakan teknik bertanya untuk  mengeksplorasi pengalaman belajar sesuai dengan kondisi dan  tingkat kemampuan peserta didik.
c.       Penilaian pada pembelajaran tematik-terpadu dilakukan dengan  mengacu pada indikator dari Kompetensi Dasar setiap mata pelajaran  yang diintegrasikan dalam tema tersebut.
d.      Hasil penilaian oleh pendidik dianalisis lebih lanjut untuk  mengetahui kemajuan dan kesulitan belajar, dikembalikan kepada  peserta didik disertai umpan balik (feedback) berupa komentar yang  mendidik (penguatan) yang dilaporkan kepada pihak terkait dan  dimanfaatkan untuk perbaikan pembelajaran.


2. Laporan hasil penilaian oleh pendidik berbentuk:
a.       nilai dan/atau deskripsi pencapaian kompetensi, untuk hasil  penilaian kompetensi pengetahuan dan keterampilan termasuk  penilaian hasil pembelajaran tematik-terpadu.
b.      deskripsi sikap, untuk hasil penilaian kompetensi sikap spiritual dan  sikap sosial.
3.      Laporan hasil penilaian oleh pendidik disampaikan kepada Kepala  Sekolah /Wali Kelas dan Orangtua pada periode yang ditentukan
4.      Penilaian kompetensi sikap spiritual dan sosial dilakukan oleh semua  pendidik selama satu semester, hasilnya diakumulasi dan dinyatakan  dalam bentuk deskripsi kompetensi oleh wali kelas/guru





BAB VI
MEDIA PEMBELAJARAN DAN SUMBER BELAJAR

 A. Pengertian Media Pembelajaran dan Sumber Belajar

Media pembelajaran adalah pengantar atau pengantara yang dapat  menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan serta kemauan  para peserta didik, sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar  pada diri mereka. Media pembelajaran meliputi perangkat keras yang dapat  mengantarkan pesan dan perangkat lunak yang mengandung pesan. Perlu  diingat media pembelajaran bukan hanya berupa alat (TV, radio, komputer)  atau bahan saja (makalah, buku, artikel), tapi juga hal-hal lain yang  memungkinkan peserta didik memperoleh pengetahuan, misalnya diskusi,  seminar, simulasi.

Sumber belajar adalah buku teks, media cetak, media elektronik,  narasumber, lingkungan sekitar, dan sebagainya, yang dapat digunakan  baik secara terpisah maupun terkombinasi oleh para peserta didik dalam  belajar, sehingga mempermudah mereka dalam mencapai tujuan belajar  atau mencapai kompetensi tertentu. Sumber belajar membantu optimalisasi  hasil belajar para peserta didik, yang dapat dilihat bukan hanya dari hasil  belajar saja, namun juga dilihat dari proses pembelajaran yang berupa  interaksi para peserta didik dengan berbagai sumber belajar yang dapat  memberikan rangsangan untuk belajar dan mempercepat pemahaman serta  penguasaan bidang ilmu yang dipelajari.

Jadi, dalam arti luas media belajar adalah segala hal yang dapat menjadi  perantara pesan. Dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik dan  Budi Pekerti, yang dimaksud pesan adalah tujuan. Media belajar adalah  segala hal yang dapat membantu mencapai tujuan pembelajaran. Perangkat  keras dan perangkat lunak semuanya menjadi media belajar. Dalam arti  sempit media belajar adalah perangkat keras. Perangkat lunak, isinya  merupakan sumber belajar.

Dalam pemikiran yang berkembang akhir-akhir ini terutama oleh karena  kemajuan teknologi informasi, media dan pesan tidak terpisahkan. Pesan  adalah media itu sendiri. Media adalah pesannya. Media sekarang ini sudah  mengubah hidup orang bukan karena isinya tetapi semata karena medianya.
Oleh karena itu guru Pendidikan Agama Katolik dan perlu  cermat betul dalam memilih dan menggunakan media pembelajaran.

B. Media Pembelajaran dan Sumber Belajar dalam Pendidikan Agama Katolik  dan Budi Pekerti.

Berdasarkan pemikiran di atas, dalam pemilihan dan penggunaan media  dalam Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti, hal yang perlu  diperhatikan ialah kompetensi yang mau dikembangkan, situasi peserta  didik dan sumber belajar. Pendidikan Agama Katolik dan mau  mengembangkan kehidupan beriman peserta didik dalam seluruh aspeknya,  nalar, afeksi, hati, dan perilaku. Sehubungan dengan itu media  pembelajaran yang digunakan perlu relevan dengan daya nalar, afeksi, hati,  dan perilaku. Situasi peserta didik mencerminkan kebudayaan yang  melingkupinya. Kebudayaan yang melingkupi peserta didik sekaligus  merupakan sumber belajar.

Sehubungan dengan pemikiran tersebut, maka media pembelajaran  Pendidikan Agama Katolik dan dapat menggunakan  hasil  budaya setempat. Hasil budaya tersebut antara lain: cerita, nyanyian,  musik, patung, lukisan, tarian, arsitektur, adat-istiadat, norma, permainan  anak, cara bertani, cara beternak, masakan, tata masyarakat dan  sebagainya. Hasil budaya sangat kaya nilai baik nilai sains, nilai moral,  bahkan nilai religi. Misalnya, Candi Borobudur merupakan hasil budaya, di  samping sarat nilai religi juga mengandung nilai sains yang tinggi. Hasil  budaya-budaya setempat seperti itu kiranya menjadi media sekaligus  sumber belajar yang perlu diangkat dalam Pendidikan Agama Katolik dan  Budi Pekerti.

Tradisi Gereja yang berkembang sekitar 2000 tahun hingga kini sangat  banyak menghasilkan hasil budaya yang sangat kaya nilai iman, antara lain:  patung, musik-nyanyian, arsitektur, lukisan, tarian, cerita, dan sebagainya.
Hasil-hasil tradisi Gereja tersebut sangat perlu diangkat juga, mengingat  hasil-hasil budaya tersebut sungguh diinspirasikan oleh iman yang  bersumber pada Kitab Suci.

Tentu tidak dapat diabaikan bahwa kebudayaan sekarang ini lebih  dipengaruhi oleh ilmu dan teknologi. Akumulasi teknologi dalam kehidupan  masyarakat menghasilkan modernitas. Produk-produk teknologi modern  dapat menjadi media belajar pula, sebagaimana disebut dalam pengertian di  atas, antara lain DVD, VCD, Flashdisk, Viewer, computer, robot, internet dan  sebagainya.
Keseluruhan pemilihan dan penggunaan media tersebut perlu bervariasi dan   kritis. Kritis maksudnya tidak asal digunakan apalagi berdasarkan perasaan  senang dan mudah, melainkan sungguh dipikirkan apakah dapat membantu  peserta didik memperkembangkan kehidupan berimannya dalam segala  aspek: kognisi, afeksi, dan keterampilan.



BAB VII
GURU SEBAGAI PENGEMBANG BUDAYA SEKOLAH

Budaya memiliki dua aspek yang tak terpisahkan, yakni aspek lahir dan batin.  Pada aspek batiniah budaya ialah nilai, prinsip, semangat, keyakinan atau  pola berpikir, merasa, dan bersikap yang dianut oleh sebuah komunitas. Pada  aspek lahiriah budaya merupakan kebiasaan berperilaku yang tampak dalam  aturan, prosedur kerja, pengambilan keputusan, tata krama, tata tertib,  kepemimpinan, simbol-simbol, adat-istiadat yang mengatur hubungan anggota  komunitas baik formal maupun informal. Sebuah tindakan konkret selalu  didasari oleh nilai, prinsip, semangat, dan keyakinan tertentu. Aspek lahir dan  batin itu tampak sebagai cara atau pola hidup yang bermakna.

Sekolah merupakan komunitas pembelajar yang satu sama lain saling  membantu untuk menumbuhkan dan mengembangkan kualitas kehidupan.  Kualitas kehidupan itu tampak dalam perkembangan intelektual, emosi, hati nurani serta keimanan. Seluruh sumber daya sekolah melayani aktivitas  belajar demi pertumbuhan dan perkembangan kualitas kehidupan tersebut.
Budaya sekolah tidak lain adalah budaya belajar di sekolah. Dengan demikian  tata krama, tata tertib sekolah, peraturan, prosedur kerja, prosedur  pengambilan keputusan, interaksi pembelajaran, dan simbol-simbol perlu  menumbuhkan dan menghasilkan nilai dan semangat belajar.

Komunitas sekolah meliputi berbagai unsur dengan fungsi tertentu, yakni  peserta didik, guru, kepala sekolah beserta jajarannya, tenaga kependidikan, dan pemangku kepentingan. Inti dari komunitas sekolah ialah interaksi pendidik dengan peserta didik dalam belajar. Jadi pendidik bersama peserta  didik berperan sentral dalam aktivitas belajar.

Mengingat interaksi pendidik-peserta didik menjadi inti dari budaya sekolah  atau budaya belajar di sekolah, maka seluruh perilaku pendidik, dalam hal ini  guru Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti, perlu menampilkan diri  sebagai seorang pembelajar, sehingga mampu menginspirasi peserta didik dan  anggota komunitas yang lain dalam belajar. Guru Pendidikan Agama Katolik  dan perlu menjadi model atau teladan sebagai pembelajar.
Seorang pendidik tampak sebagai pembelajar antara lain dari pengelolaan kelas, pengembangan proses pembelajaran dalam bidang studinya, karya- karya ilmiah yang dihasilkannya, dan dalam menyikapi masalah-masalah  dalam masyarakat dan lingkungan sekitar.  Perkembangan dan keberhasilan aktivitas pendidik-peserta didik dalam belajar  memerlukan dukungan mutlak dari anggota komunitas yang lain seperti  peserta didik, pemimpin sekolah, tenaga kependidikan, orang tua, komite  sekolah, masyarakat dan lingkungan sekitar, serta pemangku kepentingan yang lainnya. Hubungan antar fungsi dan unsur tersebut tercermin dalam tata  krama, tata tertib, peraturan, prosedur kerja, kerja sama dan simbol-simbol.
Keseluruhan tata kehidupan sekolah tersebut harus dilaksanakan secara  bersama-sama. Sehubungan dengan itu guru Pendidikan Agama Katolik dan  perlu menjalin kerjasama dengan berbagai unsur komunitas  sekolah untuk melaksanakan tata kehidupan sekolah yang mendukung dan  demi budaya belajar.

Bersama peserta didik, guru perlu mengembangkan semangat dan proses  belajar atau prosedur ilmiah bidang studi Pendidikan Agama Katolik dan Budi  Pekerti. Bersama guru mata pelajaran yang lain, guru Pendidikan Agama  Katolik dan perlu berkomitmen melaksanakan tata krama, tata  tertib, prosedur kerja, pendekatan atau strategi pembelajaran yang dijadikan  acuan oleh sekolah. Bersama orang tua, guru perlu kerjasama untuk  mengembangkan pendampingan belajar yang mendukung pengembangan prosedur ilmiah Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti. Sehubungan  dengan itu guru perlu bersama-sama menemukan prosedur pendampingan  belajar tersebut. Misalnya dalam mengerjakan pekerjaan rumah orangtua  tidak langsung memberi jawaban tetapi membantu putra/putrinya mengikuti  langkah-langkah belajar yang diharapkan sehingga persoalan belajar yang  diberikan dalam pekerjaan rumah terpecahkan. Dengan demikian sikap ilmiah  murid akan terbangun.

Budaya sekolah tidak lepas dari budaya masyarakat. Budaya masyarakat  tersusun oleh unsur lingkungan alam, sosial, dan unsur adikodrati.  Sehubungan dengan itu pengembangan budaya sekolah perlu mendukung  sekaligus didukung oleh budaya masyarakat dengan memanfaatkan  lingkungan alam, sosial, dan religius sebagai sumber belajar. Adat masyarakat,  berbagai kesenian (tari, musik, arsitektur, pahat, sastra), wawasan lingkungan,  merupakan sumber belajar yang kaya nilai baik ilmiah, sosial maupun religius. Dengan memanfaatkan budaya masyarakat sebagai sumber belajar guru  dapat menjadi agen pengembang budaya sebagai ‘ibu’ dari pendidikan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar