BAB
I
KARAKTERISTIK
PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
A. Rasional/Dasar Pemikiran
Negara
juga mempunyai kewajiban untuk memfasilitasi agar pendidikan iman bisa terlaksana dengan baik sesuai dengan
agama dan kepercayaan masing-masing.
Salah satu bentuk pelaksanaan pendidikan iman adalah melalui Mata Pelajaran Pendidikan Agama
Katolik yang
dilaksanakan di sekolah.
Pendidikan
Agama Katolik membantu dan membimbing peserta
didik untuk memperteguh iman sesuai ajaran Agama Katolik dengan tetap memperhatikan dan mengusahakan
penghormatan terhadap agama dan
kepercayaan lain. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan keharmonisan hubungan antar umat beragama
dalam masyarakat Indonesia yang majemuk
demi terwujudnya persatuan nasional.
Dengan
demikian, Pendidikan Agama Katolik bertujuan membangun hidup beriman kristiani peserta
didik. Membangun hidup beriman Kristiani
berarti membangun kesetiaan pada Injil Yesus Kristus yang memiliki keprihatinan tunggal terwujudnya
Kerajaan Allah dalam hidup manusia.
Kerajaan Allah merupakan situasi dan peristiwa penyelamatan untuk mewujudkan perdamaian dan
keadilan, kebahagiaan dan kesejahteraan,
persaudaraan dan kesatuan, serta kelestarian lingkungan hidup yang dirindukan oleh setiap
orang dari berbagai agama dan
kepercayaan.
B. Hakikat Pendidikan Agama Katolik
Pendidikan
Agama Katolik adalah usaha yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam
rangka mengembangkan kemampuan peserta
didik untuk memperteguh iman dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan ajaran Agama
Katolik. Usaha tersebut dilakukan dengan
tetap memperhatikan penghormatan terhadap agama lain demi terciptanya kerukunan antar umat beragama
dalam masyarakat untuk mewujudkan
persatuan nasional.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Pendidikan Agama
Katolik dijalankan sebagai proses komunikasi iman. Proses tersebut meliputi kemampuan: memahami,
menginternalisasi, menghayati iman yang
terwujud secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.
C. Tujuan Pendidikan Agama Katolik
Pendidikan
Agama Katolik bertujuan agar peserta didik memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan sikap
membangun hidup yang semakin beriman.
Pengetahuan dimiliki melalui aktivitas-aktivitas: mengetahui, memahami, menerapkan,
menganalisis, dan mengevaluasi. Ketrampilan diperoleh melalui
aktivitas-aktivitas: mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji dan mencipta. Sikap
dibentuk melalui kemampuan: menerima,
menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan.
D. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Katolik
Ruang
lingkup pembelajaran dalam Pendidikan Agama Katolik mencakup empat aspek yang
memiliki keterkaitan satu dengan yang lain.
Keempat aspek yang dibahas secara lebih mendalam sesuai tingkat kemampuan
pemahaman peserta didik adalah:
a. Pribadi
peserta didik; Ruang lingkup ini membahas tentang diri sebagai laki-laki atau perempuan yang memiliki
kemampuan dan keterbatasan kelebihan dan
kekurangan, yang dipanggil untuk membangun relasi dengan sesama serta lingkungannya sesuai
dengan Tradisi Katolik.
b. Yesus
Kristus; Ruang lingkup ini membahas tentang pribadi Yesus Kristus yang mewartakan Kerajaan Allah,
seperti yang terungkap dalam Kitab Suci
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, agar peserta didik membangun relasi dengan Yesus Kristus dan
meneladani-Nya.
c. Gereja;
Ruang lingkup ini membahas tentang makna Gereja, agar peserta didik mampu melibatkan diri dalam hidup
menggereja.
d. Masyarakat;
Ruang lingkup ini membahas tentang perwujudan iman dalam
hidup bersama di tengah masyarakat sesuai dengan tradisi Katolik.
BAB
II
KOMPETENSI
INTI DAN KOMPETENSI DASAR
PENDIDIKAN
AGAMA KATOLIK
Kompetensi
Inti merupakan operasionalisasi ataupun penterjemahan dari Standar Kompetensi Lulusan yang terlebih
dahulu telah ditentukan. Kompetensi inti
ini dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki mereka yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan
pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan
tertentu. Kompetensi Inti merupakan gambaran tentang kompetensi yang dikelompokkan ke dalam 3 aspek
yaitu aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Ketiga aspek inilah yang
harus dipelajari peserta didik untuk
suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran.
Kompetensi
Inti berfungsi sebagai unsur pengorganisasi (organizing
element) dari Kompetensi Dasar.
Sebagai unsur pengorganisasi, Kompetensi Inti merupakan pengikat untuk organisasi vertikal
dan organisasi horizontal dari Kompetensi
Dasar. Organisasi vertikal Kompetensi Dasar maksudnya adalah keterkaitan antara konten Kompetensi Dasar
satu kelas atau jenjang pendidikan
dengan jenjang pendidikan di atasnya. Dengan demikian akan memenuhi prinsip belajar yaitu terjadinya
suatu akumulasi yang berkesinambungan
antar konten yang dipelajari peserta didik dari satu jenjang ke jenjang berikut. Organisasi horizontal
adalah keterkaitan antara konten Kompetensi
Dasar satu mata pelajaran dengan konten Kompetensi Dasar dari mata pelajaran yang berbeda dalam kelas yang
sama sehingga terjadi proses saling
memperkuat.
Kompetensi
Inti dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait yaitu berkenaan dengan sikap keagamaan (KI 1), sikap
sosial (KI 2), pengetahuan (KI 3), dan penerapan pengetahuan (keterampilan) (KI
4). Keempat kelompok itu menjadi acuan
dari Kompetensi Dasar dan harus dikembangkan dalam setiap kegiatan pembelajaran secara integratif.
Kompetensi yang berkenaan dengan sikap
keagamaan dan sosial dikembangkan secara tidak langsung (indirect teaching) yaitu
pada waktu peserta didik belajar tentang pengetahuan dan penerapan pengetahuan (keterampilan).
Kompetensi Inti merupakan kompetensi yang mengikat
berbagai Kompetensi Dasar ke dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang
harus dipelajari peserta didik untuk
jenjang, kelas, dan mata pelajaran tertentu. Kompetensi Inti harus dimiliki peserta didik melalui pembelajaran
dengan pendekatan pembelajaran peserta
didik aktif.
Kompetensi
Dasar merupakan kompetensi setiap mata pelajaran untuk setiap kelas yang diturunkan dari Kompetensi Inti.
Kompetensi Dasar adalah konten atau
kompetensi yang terdiri atas sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang bersumber pada Kompetensi Inti yang harus
dikuasai peserta didik. Kompetensi Dasar
dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, kemampuan awal, serta ciri dari mata
pelajaran.
BAB
III
DESAIN
PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN
AGAMA KATOLIK
Pada
bagian ini akan diuraikan beberapa aspek pokok desain pembelajaran PAK dan yakni: kerangka pembelajaran, pendekatan
pembelajaran, strategi dan metode
pembelajaran serta rancangan pembelajaran.
A. Kerangka Pembelajaran
Prinsip
pembelajaran PAK dan secara menyeluruh telah dikemukakan pada kurikulum 2013.
Pada bagian ini dikemukakan beberapa
prinsip pembelajaran yang pokok saja, antara lain: penguasaan pengetahuan pembelajaran yang dikembangkan
dengan menggunakan berbagai sumber
belajar melalui pendekatan ilmiah, terpadu serta berbasis kompetensi. Prinsip yang dikembangkan dalam
pembelajaran sikap dicapai melalui
keteladanan guru dan pengembangan budaya sekolah, sehingga pembelajaran sikap tidak bersifat verbalis.
Sedangkan pengembangan keterampilan,
prinsip yang dikembangkan berorientasi pada kemampuan mencipta. Kerangka pembelajaran yang
dikembangkan berpijak pada tiga unsur, pengalaman,
Kitab Suci/ Tradisi serta refleksi pengalaman iman.
B. Pendekatan Pembelajaran
Dalam
konteks Pendidikan Agama Katolik penemuan pengetahuan, pengembangan sikap iman
dan pengayaan penghayatan iman diproses
melalui tindakan merefleksikan pengalaman
hidup dalam terang Kitab Suci dan Tradisi. Walaupun demikian guru tetap dapat memanfaatkan
berbagai macam pendekatan yang selama
ini dikembangkan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Katolik, yakni pendekatan berbasis pengalaman
(pergumulan), pendekatan naratif-eksperiensial,
dan pendekatan pedagogi reflektif.
1.
Pendekatan Pergumulan
Mengingat
keanekaragaman murid, guru, sekolah dan berbagai keterbatasan yang ada dalam pelaksanaan
Pendidikan Agama Katolik, Komisi
Kateketik KWI dalam lokakarya di Malino tahun 1981 mengusulkan pendekatan pergumulan sebagai pola
Pembelajaran Agama Katolik di sekolah.
Pendekatan ini berorientasi pada pengetahuan yang tidak lepas dari pengalaman, yakni pengetahuan
yang menyentuh pengalaman hidup peserta didik. Pengetahuan diproses melalui
refleksi pengalaman hidup, selanjutnya
diinternalisasikan dalam diri peserta didik
sehingga menjadi karakter. Pengetahuan iman tidak akan mengembangkan diri seseorang kalau ia tidak
mengambil keputusan terhadap
pengetahuan tersebut. Proses pengambilan keputusan itulah yang menjadi tahapan
kritis sekaligus sentral dalam pembelajaran agama.
Tahapan
proses pendekatan pergumulan adalah sebagai berikut:
a. Menampilkan
fakta dan pengalaman manusiawi yang membuka pemikiran atau yang dapat menjadi umpan
b. Menggumuli
fakta dan pengalaman manusiawi secara mendalam dan meluas dalam terang Kitab Suci
c. Merumuskan
nilai-nilai baru yang ditemukan dalam proses refleksi sehingga terdorong untuk menerapkan dan
mengintegrasikan dalam hidup
2.
Pendekatan Naratif-Eksperiensial
Tuhan
Yesus dalam pengajaran-Nya seringkali menggunakan cerita. Cerita-cerita itu menyentuh dan mengubah hidup
banyak orang secara bebas. Metode
bercerita yang digunakan Yesus dalam pengajaranNya dikembangkan sebagai salah satu pendekatan
dalam Pendidikan Agama Katolik dan yang
dikenal dengan pendekatan naratif-eksperiensial.
Dalam
pendekatan Naratif-eksperiensial biasanya dimulai dengan menampilkan cerita (cerita-cerita yang mengandung
nilai-nilai kehidupan dan kesaksian)
yang dapat menggugah sekaligus menilai pengalaman hidup peserta didik. Tahapan
dalam proses pendekatan naratif eksperiensial adalah sebagai berikut:
a. Menampilkan
cerita pengalaman/ cerita kehidupan/cerita rakyat
b. Mendalami
cerita pengalaman/cerita kehidupan/cerita rakyat
c. Membaca
Kitab Suci/Tradisi
d. Menggali
dan merefleksikan pesan Kitab Suci/Tradisi
e. Menghubungkan
cerita pengalaman/cerita/kehidupan/cerita rakyat dengan cerita Kitab Suci/Tradisi sehingga bisa
menemukan kehendak Allah yang perlu
diwujudkan
3.
Pendekatan Reflektif
Pendekatan
reflektif ialah suatu pembelajaran yang mengutamakan aktivitas siswa untuk menemukan dan memaknai
pengalamannya sendiri. Pendekatan ini
memiliki lima aspek pokok, yakni: konteks, pengalaman, refleksi, aksi dan evaluasi.
a) Konteks
Perkembangan
pribadi peserta didik dimungkinkan jika mengenal bakat, minat, pengetahuan, dan keterampilan mereka.
Konteks hidup peserta didik ialah
keluarga, teman-teman sebaya, adat, keadaan sosial ekonomi, politik, media, musik, dan lain lain.
Dengan kata lain konteks hidup peserta
didik meliputi seluruh kebudayaan yang melingkupinya termasuk lingkungan sekolah.
Komunitas
sekolah adalah sintesis antara kebudayaan yang hidup dan kebudayaan yang ideal. Kebudayaan yang
berlangsung di masyarakat akan
berpengaruh pada sekolah. Namun demikian sekolah sebagai lembaga pendidikan seharusnya bersikap kritis
terhadap kebudayaan yang berkembang di
masyarakat. Komunitas sekolah merupakan tempat berkembangnya nilai-nilai dan norma-norma yang
dijunjung dan dihormati. Konteks ini menjadi titik tolak dari proses Pendekatan
Reflektif.
b) Pengalaman
Pengalaman
yang dimaksud dalam pendekatan reflektif adalah pengalaman baik langsung maupun
tidak langsung yang merupakan akumulasi
dari proses pembatinan yang melibatkan aspek kognitif dan afektif. Dalam
pengalaman tersebut termuat di dalamnya fakta-fakta, analisis, dan
dugaan-dugaan serta penilaian terhadap ide-ide.
Pengalaman
langsung jauh lebih mendalam dan lebih berarti daripada pengalaman tidak langsung. Pengalaman langsung
dapat diperoleh bila peserta didik melakukan percobaan-percobaan, melaksanakan
suatu proyek, dan lain-lain. Pengalaman tidak langsung dapat diolah dan
direfleksikan dengan membangkitkan imajinasi dan indera, sehingga mereka dapat
sungguh-sungguh memasuki kenyataan yang sedang dipelajari.
c) Refleksi
Pengalaman
akan bernilai jika pengalaman tersebut diolah. Pengalaman yang diolah secara kognitif akan menghasilkan
pengetahuan. Pengalaman yang diolah secara afektif menghasilkan sikap,
nilai-nilai dan kematangan pribadi. Pengalaman yang diolah dalam perspektif religius akan menghasilkan pengalaman iman.
Pengalaman yang diolah dalam perspektif
budi, akan mendidik nurani.
Refleksi
adalah mengolah pengalaman dengan berbagai perspektif tersebut. Refleksi inilah inti dari proses
belajar. Tantangan bagi pendidik adalah
merumuskan pertanyaan yang mewakili berbagai perspektif tersebut; pertanyaan-pertanyaan yang membantu
peserta didik dapat belajar secara
bertahap. Dengan refleksi tersebut, pengetahuan, nilai/sikap, perasaan yang muncul, bukan
sesuatu yang dipaksakan dari luar,
melainkan muncul dari dalam dan merupakan temuan pribadi.
Hasil
belajar dari proses reflektif tersebut akan jauh lebih membekas, masuk dalam kesadaran daripada suatu yang
dipaksakan dari luar. Hasil belajar yang demikian itu diharapkan mampu menjadi
motivasi dan melakukan aksi nyata.
d) Aksi
Refleksi
menghasilkan kebenaran yang berpihak. Kebenaran yang ditemukan menjadi pegangan yang akan
mempengaruhi semua keputusan lebih
lanjut. Hal ini nampak dalam prioritas-prioritas. Prioritas-prioritas keputusan dalam batin
tersebut selanjutnya mendorong peserta
didik untuk mewujukannya dalam aksi nyata secara konsisten.
Dengan
kata lain pemahaman iman, baru nyata kalau terwujud secara konkret dalam aksi. Aksi mencakup dua langkah,
yakni: pilihan-pilihan dalam batin dan
pilihan yang dinyatakan secara lahir.
e) Evaluasi
Evaluasi
dalam konteks Pendekatan Reflektif mencakup penilaian terhadap proses/cara belajar, kemajuan
akademis, dan perkembangan pribadi
peserta didik. Evaluasi proses/cara belajar dan evaluasi akademis dilakukan secara berkala. Demikian
juga evaluasi perkembangan pribadi perlu
dilakukan berkala, meskipun frekuensinya tidak sesering evaluasi akademis.
Evaluasi
akademis dapat dilaksanakan melalui tes, laporan tugas, makalah, dan sebagainya. Untuk evaluasi
kemajuan kepribadian dapat dilakukan
dengan menggunakan berbagai alat antara lain: buku harian, evaluasi diri, wawancara, evaluasi dari teman
dan sebagainya. Evaluasi ini menjadi
sarana bagi pendidik untuk mengapresiasi kemajuan peserta didik dan mendorong semakin giat berefleksi.
C. Strategi dan Metode Pembelajaran
Pendidikan
Agama Katolik tidak lain ialah pembelajaran mengenai hidup. Pengalaman hidup peserta didik
menjadi sentral dalam proses
pembelajaran. Oleh karena itu strategi pembelajaran Pendidikan Agama Katolik perlu dirancang sehingga
memungkinkan optimalisasi potensi-potensi
yang dimiliki peserta didik yang meliputi perkembangan, minat dan harapan serta
kebudayaan yang melingkupi kehidupan
peserta didik.
Metode yang relevan untuk mengoptimalisasikan
potensi peserta didik dan pendekatan
saintifik antara lain: observasi, bertanya,
refleksi, diskusi, presentasi, dan unjuk kerja. Rencana pembelajaran meliputi
analisis kompetensi, analisis konteks, identifikasi
permasalahan (kesenjangan antara harapan dan kenyataan), penentuan strategi yang meliputi pemilihan
model, materi, metode, dan media
pembelajaran untuk mencapai kompetensi bertolak dari konteks.
Berdasarkan keseluruhan gagasan tersebut disusunlah
proses pembelajaran yang meliputi
kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
Hal
itu dapat digambarkan dalam bagan berikut:
MODEL
PEMBELAJARAN
A. Model Pembelajaran
Para
ahli meyakini bahwa melalui pendekatan saintifik/ilmiah, selain dapat menjadikan peserta didik lebih
aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan
dan keterampilannya, juga dapat mendorong peserta didik untuk melakukan penyelidikan guna menemukan
fakta-fakta dari suatu fenomena atau
kejadian. Artinya, dalam proses pembelajaran, peserta didik dibelajarkan dan dibiasakan untuk menemukan
kebenaran ilmiah, dalam melihat suatu
fenomena. Mereka dilatih untuk mampu berpikir logis, runtut dan sistematis, dengan menggunakan kapasistas
berpikir tingkat tinggi (High Order
Thinking/HOT). Combie White (1997) dalam bukunya yang berjudul “Curriculum Innovation; A Celebration
of Classroom Practice” telah mengingatkan
kita tentang pentingnya membelajarkan peserta didik tentang fakta-fakta. “Tidak ada yang lebih penting,
selain fakta“, demikian ungkapnya.
Penerapan
pendekatan saintifik/ilmiah dalam model pembelajaran menuntut adanya pembaharuan dalam penataan dan
bentuk pembelajaran itu sendiri yang
seharusnya berbeda dengan pembelajaran konvensional. Beberapa model
pembelajaran yang dipandang sejalan dengan prinsip-prinsip pendekatan
saintifik/ ilmiah, antara lain:
1.
Contextual Teaching and Learning
2.
Cooperative Learning
3.
Communicative Approach
4.
Project-Based Learning
5.
Problem-Based Learning
6.
Direct Instruction
Model-model
ini berusaha membelajarkan peserta didik untuk mengenal masalah, merumuskan masalah, mencari solusi
atau menguji jawaban sementara atas
suatu masalah/pertanyaan dengan melakukan penyelidikan (menemukan fakta-fakta melalui penginderaan),
pada akhirnya dapat menarik kesimpulan
dan menyajikannya secara lisan maupun tulisan. Pendekatan ilmiah (scientific
approach) dalam pembelajaran didalamnya mencakup
komponen: mengamati, menanya, mengeksplorasi, mengasosiasi, mengomunikasikan dan mencipta.
B.
Model Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik
Penerapan
Pendekatan saintifik dalam model pembelajaran Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik perlu dipahami secara
tepat. Sebab pendekatan pemahaman bidang agama sangat berbeda dengan pendekatan saintifik pada bidang ilmu lain.
Tidak semua isi agama dapat diuraikan
dan dipahami secara ilmiah, sehingga seolah-olah agama itu menjadi serba logis dan riil. Bidang agama
mempunyai dimensi ilahi dan misteri yang
tidak bisa dijelaskan dan didekati secara saintifik.
Selama
ini kita mengenal beberapa pola model pembelajaran Pendidikan Agama Katolik. Model pembelajaran yang umumnya
digunakan adalah model komunikasi iman
dan internalisasi iman, analisa sosial,
reflektif, dan lainnya. Bila melihat unsur dan langkah-langkah yang ditampilkan dalam pendekatan saintifik
(mengamati, menanya, mengeksplorasi, mengasosiasi, mengomunikasikan dan
mencipta), dan membandingkannya dengan
model yang selama ini digunakan dalam Pendidikan
Agama Katolik, maka kita menemukan beberapa
unsur yang sejalan, walaupun tidak persis sama.
Proses
pembelajaran Pendidikan Agama Katolik, diawali dengan mengungkapkan pengalaman riil yang dialami
diri sendiri atau orang lain, baik yang
didengar, dirasakan, maupun dilihat (bdk. mengamati). Pengalaman yang diungkapkan itu kemudian
dipertanyakan sehingga dapat dilihat secara kritis keprihatinan utama yang
terdapat dalam pengalaman yang terjadi,
serta kehendak Allah dibalik pengalaman tersebut (bdk. menanya). Upaya mencari
jawaban atas kehendak Allah di balik pengalaman keseharian kita, dilakukan
dengan mencari jawabannya dari berbagai
sumber, terutama melalui Kitab Suci dan Tradisi (bdk. mengeksplorasi).
Pengetahuan dan Pemahaman dari Kitab Suci dan Tradisi menjadi bahan refleksi
untuk menilai sejauhmana pengalaman keseharian kita sudah sejalan dengan
kehendak Allah yang diwartakan dalam Kitab Suci dan Tradisi itu.
Konfrontasi
antara pengalaman dan pesan dari sumber seharusnya
memunculkan pemahaman dan kesadaran baru/ metanoia (bdk. mengasosiasi), yang
akan sangat baik bila dibagikan kepada orang lain, baik secara lisan maupun
tulisan (bdk. mengomunikasikan). Pertobatan yang dihasilkan dalam proses
pembelajaran, hendaknya diwujud-nyatakan dalam karya dan tindakan yang mengungkapkan
nilai-nilai pertobatan tersebut (bdk. mencipta)
Berkaitan
dengan keenam langkah pembelajaran seperti diuraikan di atas bisa jadi tidak semuanya sampai pada langkah
mencipta, karena sangat tergantung dari
materi pembelajarannya.
BAB
V
PENILAIAN
PEMBELAJARAN DALAM
PENDIDIKAN
AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI
A. Pengertian
Penilaian
pembelajaran adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur dan menilai tentang
masukan, proses, dan pencapaian hasil
belajar peserta didik.
B. Strategi Penilaian
Penilaian
hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip-prinsip
sebagai berikut.
a. Objektif
berarti penilaian berbasis pada standar dan tidak dipengaruhi faktor subjektivitas penilai.
b. Terpadu
berarti penilaian oleh pendidik dilakukan secara terencana, menyatu dengan kegiatan pembelajaran, dan
berkesinambungan.
c. Ekonomis
berarti penilaian yang efisien dan efektif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporannya.
d. Transparan
berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diakses oleh semua
pihak.
e. Akuntabel
berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak internal sekolah maupun eksternal untuk aspek
teknik, prosedur, dan hasilnya.
f. Edukatif
berarti mendidik dan memotivasi peserta didik dan guru.
Penilaian
proses pembelajaran menggunakan pendekatan penilaian otentik (authentic
assesment) yang menilai kesiapan peserta didik, proses, dan hasil belajar secara utuh. Keterpaduan penilaian
ketiga komponen tersebut akan menggambarkan
kapasitas, gaya, dan perolehan belajar peserta didik atau bahkan mampu menghasilkan dampak instruksional
(instructional effect) dan dampak pengiring (nurturant effect) dari pembelajaran.
Hasil
penilaian otentik dapat digunakan oleh guru untuk merencanakan program perbaikan (remedial), pengayaan (enrichment),
atau pelayanan konseling. Selain itu,
hasil penilaian otentik dapat digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki proses pembelajaran sesuai
dengan Standar Penilaian Pendidikan.
Evaluasi proses pembelajaran dilakukan saat proses pembelajaran dengan menggunakan alat: angket,
observasi, catatan anekdot, dan
refleksi.
C. Bentuk Penilaian
1. Penilaian
Kompetensi Sikap
Pendidik
melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri, penilaian “teman sejawat” (peer
evaluation) oleh peserta didik dan
jurnal. Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian antarpeserta didik adalah
daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik,
sedangkan pada jurnal berupa catatan
pendidik.
a) Observasi
merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan indera,
baik secara langsung maupun tidak
langsung dengan menggunakan pedoman observasi
yang berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati.
b) Penilaian
diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan
kekurangan dirinya dalam konteks
pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan
berupa lembar penilaian diri.
c) Penilaian
antar peserta didik merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk saling menilai
terkait dengan pencapaian kompetensi.
Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian
antarpeserta didik.
d) Jurnal
merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas yang berisi informasi hasil pengamatan tentang
kekuatan dan kelemahan peserta didik
yang berkaitan dengan sikap dan perilaku.
Contoh
format penilaian Sikap:
1.
Sikap Spiritual
a. Tehnik
: Penilaian Diri
b. Bentuk
Instrumen : lembar Penilaian Diri
c. Kisi-kisi
:
No
|
Sikap/
nilai
|
Butir
instrumen
|
1.
|
Kagum
akan Tuhan
|
1
|
2.
|
Merasa
dicintai Tuhan secara istimewa
|
2
|
3.
|
Bangga
terhadap keadaan diri
|
3
|
4.
|
Mensyukuri
karunia Tuhan
|
4
|
5.
|
Merawat
tubuh sebagai karunia Tuhan
|
5
|
6.
|
Ikut
serta memelihara ciptaan Tuhan
|
6
|
7.
|
Membuang
sampah pada tempatnya
|
7
|
Instrumen
Petunjuk : Nilailah dirimu sendiri: seberapa sering
dirimu menyadari hal-hal berikut dalam
kehidupanmu sehari-hari
»
4= selalu
»
3= sering (dalam 1
tahun minimal 12 kali)
»
2= kadang-kadang (dalam
1 tahun kurang dari 4 kali)
»
1=tidak pernah
No
|
Pernyataan
|
Nilai
|
|||
1
|
2
|
3
|
4
|
||
1
|
Saya
kagum terhadap Allah yang telah
menciptakan
setiap orang secara unik
|
||||
2
|
Saya
menyadari bahwa apapun yang melekat
pada diri saya merupakan bukti bahwa Tuhan mencintai diri saya secara istimewa
|
||||
3
|
Saya
merasa bangga terhadap keadaan diri saya
seperti yang nampak saat sekarang ini
|
||||
4
|
Saya
mensyukuri apapun yang ada/ melekat
pada diri saya
|
||||
5
|
Saya
merawat tubuh sebaik mungkin sebagai
ungkapan syukur saya atas kebaikan Tuhan terhadap diri saya
|
||||
6
|
Sebagai
Citra Allah, Saya dipanggil Tuhan untuk
ikut serta memelihara ciptaanNya
|
||||
7
|
Saya
membuang sampah pada tempatnya sebagai
wujud tanggung jawab saya memelihara ciptaan Allah
|
Nilai:
»
7-12 = Kurang
»
13-18 = Cukup
»
19-24 = Baik
»
24-28 = Sangat Baik
2.
Sikap Sosial
a. Tehnik
: Observasi
b. Bentuk
Instrumen : lembar Observasi
c. Kisi-kisi
:
No
|
Sikap/
nilai
|
Butir
instrumen
|
1
|
Tidak
bersikap diskriminatif
|
1
|
2
|
Hormat
terhadap sesama
|
2
– 4
|
3.
|
Bertanggung
jawab terhadap lingkungan hidup di sekitarnya
|
5
– 7
|
Instrumen
:
»
4= selalu
»
3= sering (dalam 1
tahun minimal 12 kali)
»
2= kadang-kadang (dalam
1 tahun kurang dari 4 kali)
»
1=tidak pernah
No
|
Sikap/nilai
|
Butir
Instrumen
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
Menghormati
sesama
sebagai citra Allah yang
baik
adanya
|
1. Bergaul
dengan semua teman tanpa bertindak
diskriminatif
2. Bersikap
hormat terhadap yang tua dan santun
kepada yang lebih muda
3. Saya
menghormati setiap teman, karena pada
dasarnya mereka ciptaan Allah yang
unik, termasuk mereka yang
memiliki kekurangan
|
||||
2
|
Terlibat
aktif
dalam
memelihara
ciptaan
sebagai
perwujudan
pelaksanaan
tugas
manusia
citra
Allah
|
4. Menegur
secara sopan terhadap teman yang
membuang sampah sembarangan
5. Memelihara
kebersihan kelas sekalipun tidak
ditugaskan dalam piket
6. Berinisiatif
mengajak sesama untuk memelihara
lingkungan agar menjadi tempat yang
nyaman untuh hidup dan
bertumbuh
7. Menawarkan
gagasan untuk memelihara lingkungan
hidup
|
Nilai:
»
7-12 = Kurang
»
13-18 = Cukup
»
19-24 = Baik
»
24-28 = Sangat Baik
2.
Penilaian Kompetensi Pengetahuan
Pendidik
menilai kompetensi pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan, dan penugasan.
1) Instrumen
tes tulis berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat, benar-salah, menjodohkan, dan uraian.
Instrumen uraian dilengkapi pedoman
penskoran.
2) Instrumen
tes lisan berupa daftar pertanyaan.
3) Instrumen
penugasan berupa pekerjaan rumah dan/atau projek yang dikerjakan secara individu atau kelompok
sesuai dengan karakteristik tugas.
Contoh
format penilaian Pengetahuan
a.
Tehnik : Tertulis
b.
Bentuk Instrumen : Uraian
c.
Kisi-kisi :
No
|
Indikator
|
Butir
Instrumen
|
1.
|
3.1.1.
Menginventarisasi ciri-ciri yang menjadikan seseorang disebut unik.
|
1
|
2
|
3.1.2.Menjelaskan
sikap-sikap yang muncul dalam menghadapi keunikan beserta dampaknya pada
tindakan.
|
2
|
3
|
3.1.3
Menjelaskan makna manusia sebagai citra Allah berdasarkan Kej. 1: 26- 28. 4
|
3
|
4
|
3.1.4
Menganalisa beberapa contoh kasus atau
peristiwa yang menggambarkan kondisi memperihatinkan dari ciptaan Tuhan saat ini.
|
4
|
5
|
3.1.5
Merumuskan dengan kata-kata sendiri
ajaran Kitab Suci Kej. 1:26-30 tentang tugas manusia sebagai citra Allah
|
5
|
6
|
3.1.6
Membuat perbandingan tentang ciri-ciri tindakan manusia yang sesuai dengan
kehendak Allah dengan yang bertentangan dengan kehendak Allah
|
6
|
Instrumen
:
No
|
Butir
Instrumen
|
Score
|
||||||||||
1
|
Sebutkan
unsur-unsur apa saja yang menjadikan
manusia
itu unik !
|
10
|
||||||||||
2
|
Seorang
remaja berkata: “Tuhan itu tidak adil, mengapa Ia tidak menciptakan saya seperti A yang
sekarang jadi bintang sinetron dan bintang iklan itu. Nyatanya wajah saya jelek dan kurang menarik”. Bagaimana
pendapatmu tentang sikap temanmu itu
bila dikaitkan dengan pemahamanmu tentang keunikan manusia ?
|
25
|
||||||||||
3
|
Jelaskan
makna manusia sebagai Citra Allah serta tugas yang diberkan Allah kepadanya !
|
15
|
||||||||||
4
|
Disajikan
kasus pembalakan liar.
Uraikanlah
tanggapanmu atas kasus tersebut dengan
mengungkapkan:
-
Apa dampak peristiwa
tersebut bagi kehidupan umat manusia ?
-
Sejauhmana perilaku
tersebut jika dikaitkan dengan pemahamanmu tentang Tugas Manusia sebagai
Citra Allah menurut Kej 1:26-28
|
30
|
||||||||||
5
|
Rumuskan
dengan kata-katamu sendiri pesan yang
disampaikan
dalam kitab Kej 1:26-30
|
10
|
||||||||||
6
|
Sebutkan
ciri-ciri tindakan manusia yang tidak sesuai dan yang sesuai dengan kedudukan
manusia sebagai citra Allah dalam kolom berikut.
|
10
|
Nilai=
|
Score
yang diperoleh
|
x
100 %
|
Score
total
|
3.
Penilaian Kompetensi Keterampilan
Pendidik
menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu penilaian yang menuntut peserta didik
mendemonstrasikan suatu kompetensi
tertentu dengan menggunakan tes praktik, proyek, dan penilaian portofolio. Instrumen yang digunakan
berupa daftar cek atau skala penilaian
(rating scale) yang dilengkapi rubrik.
1) Tes
praktik adalah penilaian yang menuntut respon berupa keterampilan melakukan suatu aktivitas atau
perilaku sesuai dengan tuntutan
kompetensi.
2) Proyek
adalah tugas-tugas belajar (learning tasks) yang meliputi kegiatan perancangan, pelaksanaan, dan
pelaporan secara tertulis maupun lisan
dalam waktu tertentu.
3) Penilaian
portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara menilai kumpulan seluruh karya peserta didik
dalam bidang tertentu yang bersifat
reflektif-integratif untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi, dan/atau kreativitas
peserta didik dalam kurun waktu
tertentu. Karya tersebut dapat berbentuk tindakan nyata yang mencerminkan kepedulian peserta
didik terhadap lingkungannya.
Contoh
format Penilaian Ketrampilan:
a.
Tehnik : Membuat Karya
Tertulis
b.
Bentuk Instrumen` : Menyusun Doa Tertulis
c.
Kisi-kisi :
No
|
Sikap/
nilai
|
Butir
instrumen
|
1
|
Doa
tertulis yang mengungkapkan rasa syukur sebagai Citra Allah yang unik
|
1
– 4
|
Instrumen
Penilaian:
No
|
Indikator
penilaian
|
Score
Total
|
1
|
Struktur
doa memuat: pujian,
syukur
dan permohonan
|
20
|
2
|
Doa
sesuai dengan tema
|
10
|
3
|
Isi
mengungkapkan rasa syukur
atas
dirinya yang unik
|
50
|
4
|
Bahasa,
kata tepat, jelas dan
bisa
difahami
|
20
|
Score
total
|
100
|
Nilai:
·
21-40 : Kurang
·
41-60 : Cukup
·
61-80 : Baik
·
81-100 : Sangat Baik
Instrumen
penilaian harus memenuhi persyaratan:
1) Substansi
yang merepresentasikan kompetensi yang dinilai;
2) Konstruksi
yang memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang digunakan; dan
3) Penggunaan
bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik.
Pendekatan
penilaian yang digunakan adalah Penilaian Acuan Kriteria (PAK). PAK merupakan
penilaian pencapaian kompetensi yang didasarkan pada kriteria ketuntasan minimal (KKM). KKM
merupakan kriteria ketuntasan belajar
minimal yang ditentukan oleh satuan pendidikan dengan mempertimbangkan
karakteristik Kompetensi Dasar yang akan dicapai, daya dukung, dan
karakteristik peserta didik
D. Pelaporan Hasil Penilaian
1.
Pelaksanaan dan Pelaporan Penilaian oleh Pendidik
Penilaian
hasil belajar oleh pendidik yang dilakukan secara berkesinambungan bertujuan untuk memantau
proses dan kemajuan belajar peserta
didik serta untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran. Penilaian hasil belajar oleh pendidik
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Proses
penilaian diawali dengan mengkaji silabus sebagai acuan dalam membuat rancangan dan kriteria penilaian
pada awal semester. Setelah menetapkan
kriteria penilaian, pendidik memilih teknik
penilaian sesuai dengan indikator dan mengembangkan instrumen serta pedoman pen-skor-an sesuai
dengan teknik penilaian yang dipilih.
b. Pelaksanaan
penilaian dalam proses pembelajaran diawali dengan penelusuran dan diakhiri dengan tes dan/atau
nontes. Penelusuran dilakukan dengan
menggunakan teknik bertanya untuk mengeksplorasi
pengalaman belajar sesuai dengan kondisi dan tingkat kemampuan peserta didik.
c. Penilaian
pada pembelajaran tematik-terpadu dilakukan dengan mengacu pada indikator dari Kompetensi Dasar
setiap mata pelajaran yang
diintegrasikan dalam tema tersebut.
d. Hasil
penilaian oleh pendidik dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui kemajuan dan kesulitan belajar,
dikembalikan kepada peserta didik
disertai umpan balik (feedback)
berupa komentar yang mendidik
(penguatan) yang dilaporkan kepada pihak terkait dan dimanfaatkan untuk perbaikan pembelajaran.
2.
Laporan hasil penilaian oleh pendidik berbentuk:
a. nilai
dan/atau deskripsi pencapaian kompetensi, untuk hasil penilaian kompetensi pengetahuan dan
keterampilan termasuk penilaian hasil
pembelajaran tematik-terpadu.
b. deskripsi
sikap, untuk hasil penilaian kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial.
3. Laporan
hasil penilaian oleh pendidik disampaikan kepada Kepala Sekolah /Wali Kelas dan Orangtua pada periode
yang ditentukan
4. Penilaian
kompetensi sikap spiritual dan sosial dilakukan oleh semua pendidik selama satu semester, hasilnya
diakumulasi dan dinyatakan dalam bentuk
deskripsi kompetensi oleh wali kelas/guru
BAB
VI
MEDIA
PEMBELAJARAN DAN SUMBER BELAJAR
A. Pengertian Media Pembelajaran dan Sumber
Belajar
Media
pembelajaran adalah pengantar atau pengantara yang dapat menyalurkan pesan dan dapat merangsang
pikiran, perasaan serta kemauan para
peserta didik, sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri mereka. Media pembelajaran meliputi
perangkat keras yang dapat mengantarkan
pesan dan perangkat lunak yang mengandung pesan. Perlu diingat media pembelajaran bukan hanya berupa
alat (TV, radio, komputer) atau bahan
saja (makalah, buku, artikel), tapi juga hal-hal lain yang memungkinkan peserta didik memperoleh
pengetahuan, misalnya diskusi, seminar,
simulasi.
Sumber
belajar adalah buku teks, media cetak, media elektronik, narasumber, lingkungan sekitar, dan
sebagainya, yang dapat digunakan baik
secara terpisah maupun terkombinasi oleh para peserta didik dalam belajar, sehingga mempermudah mereka dalam
mencapai tujuan belajar atau mencapai
kompetensi tertentu. Sumber belajar membantu optimalisasi hasil belajar para peserta didik, yang dapat
dilihat bukan hanya dari hasil belajar
saja, namun juga dilihat dari proses pembelajaran yang berupa interaksi para peserta didik dengan berbagai
sumber belajar yang dapat memberikan
rangsangan untuk belajar dan mempercepat pemahaman serta penguasaan bidang ilmu yang dipelajari.
Jadi,
dalam arti luas media belajar adalah segala hal yang dapat menjadi perantara pesan. Dalam proses pembelajaran
Pendidikan Agama Katolik dan Budi
Pekerti, yang dimaksud pesan adalah tujuan. Media belajar adalah segala hal yang dapat membantu mencapai tujuan
pembelajaran. Perangkat keras dan
perangkat lunak semuanya menjadi media belajar. Dalam arti sempit media belajar adalah perangkat keras.
Perangkat lunak, isinya merupakan sumber
belajar.
Dalam
pemikiran yang berkembang akhir-akhir ini terutama oleh karena kemajuan teknologi informasi, media dan pesan
tidak terpisahkan. Pesan adalah media
itu sendiri. Media adalah pesannya. Media sekarang ini sudah mengubah hidup orang bukan karena isinya
tetapi semata karena medianya.
Oleh
karena itu guru Pendidikan Agama Katolik dan perlu cermat betul dalam memilih dan menggunakan
media pembelajaran.
B.
Media Pembelajaran dan Sumber Belajar dalam Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti.
Berdasarkan
pemikiran di atas, dalam pemilihan dan penggunaan media dalam Pendidikan Agama Katolik dan Budi
Pekerti, hal yang perlu diperhatikan
ialah kompetensi yang mau dikembangkan, situasi peserta didik dan sumber belajar. Pendidikan Agama
Katolik dan mau mengembangkan kehidupan
beriman peserta didik dalam seluruh aspeknya, nalar, afeksi, hati, dan perilaku. Sehubungan
dengan itu media pembelajaran yang
digunakan perlu relevan dengan daya nalar, afeksi, hati, dan perilaku. Situasi peserta didik
mencerminkan kebudayaan yang melingkupinya.
Kebudayaan yang melingkupi peserta didik sekaligus merupakan sumber belajar.
Sehubungan
dengan pemikiran tersebut, maka media pembelajaran Pendidikan Agama Katolik dan dapat menggunakan
hasil budaya setempat. Hasil budaya tersebut antara
lain: cerita, nyanyian, musik, patung,
lukisan, tarian, arsitektur, adat-istiadat, norma, permainan anak, cara bertani, cara beternak, masakan,
tata masyarakat dan sebagainya. Hasil
budaya sangat kaya nilai baik nilai sains, nilai moral, bahkan nilai religi. Misalnya, Candi Borobudur
merupakan hasil budaya, di samping sarat
nilai religi juga mengandung nilai sains yang tinggi. Hasil budaya-budaya setempat seperti itu kiranya
menjadi media sekaligus sumber belajar
yang perlu diangkat dalam Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti.
Tradisi
Gereja yang berkembang sekitar 2000 tahun hingga kini sangat banyak menghasilkan hasil budaya yang sangat
kaya nilai iman, antara lain: patung,
musik-nyanyian, arsitektur, lukisan, tarian, cerita, dan sebagainya.
Hasil-hasil
tradisi Gereja tersebut sangat perlu diangkat juga, mengingat hasil-hasil budaya tersebut sungguh
diinspirasikan oleh iman yang bersumber
pada Kitab Suci.
Tentu
tidak dapat diabaikan bahwa kebudayaan sekarang ini lebih dipengaruhi oleh ilmu dan teknologi. Akumulasi
teknologi dalam kehidupan masyarakat
menghasilkan modernitas. Produk-produk teknologi modern dapat menjadi media belajar pula, sebagaimana
disebut dalam pengertian di atas, antara
lain DVD, VCD, Flashdisk, Viewer, computer, robot, internet dan sebagainya.
Keseluruhan pemilihan dan penggunaan media tersebut
perlu bervariasi dan kritis. Kritis
maksudnya tidak asal digunakan apalagi berdasarkan perasaan senang dan mudah, melainkan sungguh dipikirkan
apakah dapat membantu peserta didik
memperkembangkan kehidupan berimannya dalam segala aspek: kognisi, afeksi, dan keterampilan.
BAB
VII
GURU
SEBAGAI PENGEMBANG BUDAYA SEKOLAH
Budaya
memiliki dua aspek yang tak terpisahkan, yakni aspek lahir dan batin. Pada aspek batiniah budaya ialah nilai,
prinsip, semangat, keyakinan atau pola
berpikir, merasa, dan bersikap yang dianut oleh sebuah komunitas. Pada aspek lahiriah budaya merupakan kebiasaan
berperilaku yang tampak dalam aturan,
prosedur kerja, pengambilan keputusan, tata krama, tata tertib, kepemimpinan, simbol-simbol, adat-istiadat
yang mengatur hubungan anggota komunitas
baik formal maupun informal. Sebuah tindakan konkret selalu didasari oleh nilai, prinsip, semangat, dan
keyakinan tertentu. Aspek lahir dan batin
itu tampak sebagai cara atau pola hidup yang bermakna.
Sekolah
merupakan komunitas pembelajar yang satu sama lain saling membantu untuk menumbuhkan dan mengembangkan
kualitas kehidupan. Kualitas kehidupan
itu tampak dalam perkembangan intelektual, emosi, hati nurani serta keimanan.
Seluruh sumber daya sekolah melayani aktivitas belajar demi pertumbuhan dan perkembangan
kualitas kehidupan tersebut.
Budaya sekolah tidak lain adalah budaya belajar di
sekolah. Dengan demikian tata krama,
tata tertib sekolah, peraturan, prosedur kerja, prosedur pengambilan keputusan, interaksi pembelajaran,
dan simbol-simbol perlu menumbuhkan dan
menghasilkan nilai dan semangat belajar.
Komunitas
sekolah meliputi berbagai unsur dengan fungsi tertentu, yakni peserta didik, guru, kepala sekolah beserta
jajarannya, tenaga kependidikan, dan pemangku kepentingan. Inti dari komunitas
sekolah ialah interaksi pendidik dengan peserta didik dalam belajar. Jadi
pendidik bersama peserta didik berperan
sentral dalam aktivitas belajar.
Mengingat
interaksi pendidik-peserta didik menjadi inti dari budaya sekolah atau budaya belajar di sekolah, maka seluruh
perilaku pendidik, dalam hal ini guru
Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti, perlu menampilkan diri sebagai seorang pembelajar, sehingga mampu
menginspirasi peserta didik dan anggota
komunitas yang lain dalam belajar. Guru Pendidikan Agama Katolik dan perlu menjadi model atau teladan sebagai
pembelajar.
Seorang pendidik tampak sebagai pembelajar antara
lain dari pengelolaan kelas, pengembangan proses pembelajaran dalam bidang
studinya, karya- karya ilmiah yang dihasilkannya, dan dalam menyikapi
masalah-masalah dalam masyarakat dan
lingkungan sekitar. Perkembangan dan
keberhasilan aktivitas pendidik-peserta didik dalam belajar memerlukan dukungan mutlak dari anggota
komunitas yang lain seperti peserta
didik, pemimpin sekolah, tenaga kependidikan, orang tua, komite sekolah, masyarakat dan lingkungan sekitar,
serta pemangku kepentingan yang lainnya. Hubungan antar fungsi dan unsur
tersebut tercermin dalam tata krama,
tata tertib, peraturan, prosedur kerja, kerja sama dan simbol-simbol.
Keseluruhan tata kehidupan sekolah tersebut harus
dilaksanakan secara bersama-sama.
Sehubungan dengan itu guru Pendidikan Agama Katolik dan perlu menjalin kerjasama dengan berbagai unsur
komunitas sekolah untuk melaksanakan
tata kehidupan sekolah yang mendukung dan demi budaya belajar.
Bersama
peserta didik, guru perlu mengembangkan semangat dan proses belajar atau prosedur ilmiah bidang studi
Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti.
Bersama guru mata pelajaran yang lain, guru Pendidikan Agama Katolik dan perlu berkomitmen melaksanakan
tata krama, tata tertib, prosedur kerja,
pendekatan atau strategi pembelajaran yang dijadikan acuan oleh sekolah. Bersama orang tua, guru
perlu kerjasama untuk mengembangkan
pendampingan belajar yang mendukung pengembangan prosedur ilmiah Pendidikan
Agama Katolik dan Budi Pekerti. Sehubungan dengan itu guru perlu bersama-sama menemukan
prosedur pendampingan belajar tersebut.
Misalnya dalam mengerjakan pekerjaan rumah orangtua tidak langsung memberi jawaban tetapi membantu
putra/putrinya mengikuti langkah-langkah
belajar yang diharapkan sehingga persoalan belajar yang diberikan dalam pekerjaan rumah terpecahkan.
Dengan demikian sikap ilmiah murid akan
terbangun.
Budaya
sekolah tidak lepas dari budaya masyarakat. Budaya masyarakat tersusun oleh unsur lingkungan alam, sosial,
dan unsur adikodrati. Sehubungan dengan
itu pengembangan budaya sekolah perlu mendukung sekaligus didukung oleh budaya masyarakat
dengan memanfaatkan lingkungan alam,
sosial, dan religius sebagai sumber belajar. Adat masyarakat, berbagai kesenian (tari, musik, arsitektur,
pahat, sastra), wawasan lingkungan, merupakan
sumber belajar yang kaya nilai baik ilmiah, sosial maupun religius. Dengan
memanfaatkan budaya masyarakat sebagai sumber belajar guru dapat menjadi agen pengembang budaya sebagai
‘ibu’ dari pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar